Sabtu, 21 Februari 2009

Pencakar Langit Berputar


NEW YORK - Seorang arsitek Amerika, David Fisher, melontarkan gagasan spektakuler: membangun gedung pencakar langit yang bisa berputar pada sumbunya. Dia menamai rancangannya itu menara dinamis.

Perputaran poros gedung itu bisa menggunakan tenaga angin dan sinar matahari. Dia berambisi membangun pencakar langit itu di Moskwa dan Dubai, dengan target selesai pembangunan pada 2010.


Rancangan gedung setinggi 70 lantai itu telah disetujui oleh Pemerintah Kota Moskwa, sedangkan rancangan gedung 80 lantai untuk Dubai masih diproses izinnya. Banyak gedung di seluruh dunia sudah memiliki satu lantai yang bisa berputar, biasanya lantai teratas. Namun, setiap lantai pada menara rancangan Fisher itu bisa berputar.

Fisher sendiri belum pernah membangun gedung pencakar langit. Namun, dia juga ingin membangun menara dinamis seperti itu di New York. Hanya saja, rencana proyek di New York belum dimatangkan.

Elevator Mobil

''Saya menyebut bangunan itu sebagai mesin untuk hidup,'' kata dia dalam konferensi pers di Plaza Hotel, New York, Rabu kemarin.

Perusahaan pengembang real estat Rusia Mirax Group tertarik mewujudkan proyek itu. Sedangkan, pembangunan menara di Dubai didukung oleh Rotating Tower Technology Company milik Fisher.

Selain dilengkapi fasilitas taman dan kolam renang, gedung-gedung itu juga memilli elevator mobil. Sehingga, penghuni bisa dengan mudah memarkir mobilnya tepat di luar apartemen masing-masing.

Untuk berputar, menara didesain bisa mensuplai sendiri kebutuhan listrik dengan teknologi turbin angin dan panel surya. Turbin dan panel itu dipasang di setiap lantai.

Orang yang memiliki seluruh lantai akan lebih leluasa mengatur kecepatan rotasi, antara satu jam hingga tiga jam tiap satu rotasi penuh. Proyek itu dibantu Leslie Robertson sebagai konsultan teknis. Leslie bukan orang baru di bidang pembangunan menara pencakar langit karena dialah insinyur struktur dalam pembangunan menara kembar World Trade Center, New York.

Sumber : Suara Merdeka

Read more.....

Rabu, 18 Februari 2009

Nasib Bangunan Loji di Kudus


Bangunan antik di Kudus tidak hanya Rumah Adat Joglo Kudus yang terkenal karena ukirannya. Banyak bangunan antik lainnya yang dibangun sejak zaman kolonial yang tersebar di wilayah kota soto dan jenang itu. Umumnya bangunan antik atau tua ini berupa rumah tinggal, kantor, atau lembaga pendidikan. Beberapa bangunan masih berfungsi dan berdiri kokoh. Namun, tak sedikit yang merana bahkan tergusur atas nama pembangunan.

Wajah lain dari kota Kudus masa kini adalah banyaknya bangunan ruko. Nyaris tak ada pojok kota yang tak ada rukonya. Ruko-ruko merajalela. Namun, di antara bangunan-bangunan ruko itu masih ada “oase” berupa bangunan tua atau antik yang menjadi saksi sejarah berdirinya kota Kudus.


Seperti perumahan dinas sinderan di area Pabrik Gula (PG) Rendeng yang dibangun pada 1840 oleh maskapai Belanda Mirandolie Voute & Co. Sinder adalah jabatan pengawas lapangan setingkat di atas mandor dalam lingkup pabrik gula. Jelas rumah dinas sinderan dipengaruhi oleh gaya kolonial Belanda, istilah yang populer di Kudus: Loji. Ciri khas rumah sinderan dengan gaya loji adalah menggunakan pintu dan jendela yang besar-besar dengan model persegi serta berdaun jendela atau pintu ganda. Atap bangunan dengan bentuk limasan. Pada plafonnya menggunakan bahan papan kayu.

Juga rumah-rumah cengkih yang antik dan cantik di sepanjang Jalan A Yani, Kudus. Rumah-rumah tempat memproduksi cengkih olahan sebagai bahan pembuatan rokok kelas rumahan ini dipengaruhi juga oleh bangunan loji. Pada bagian atap juga berbentuk limasan. Teras depan lumayan luas walau tanpa atap. Rumah-rumah cengkih biasanya dibangun secara tunggal atau kembar. Menempati area tanah yang luas dengan ornamen berupa tegel-tegel lama dan kaca-kaca patri yang mendominasi lantai, dinding, serta kaca-kaca jendela. Umumnya rumah-rumah cengkih memiliki pekarangan yang luas dengan pagar tembok atau besi yang tinggi. Dengan taman-tamannya yang hijau dan tertata rapi.

”Salah satu ciri yang menonjol dari bangunan antik atau tua di Kudus adalah bekuk lulang,” jelas Sancaka Dwi Supani, S.Pd, Kepala Seksi Sejarah Museum dan Purbakala Pemkab Kudus, saat wawancara Agustus 2008 di kantornya yang berdekatan dengan stadion kota Kudus. Bekuk Lulang adalah ciri bangunan dengan teras depan bangunan memiliki dua arah untuk menghadap. Satu menghadap ke depan, satu lagi menghadap ke samping. Bisa samping kiri atau kanan. Seolah beberapa rumah ukuran sedang disambung menjadi satu. Pada bagian teras umumnya menggunakan lahan yang lebar.

Pengaruh loji atau Belanda yang sangat kuat juga pada galeri dan kafe Omah Mode, juga di Jalan A Yani berdekatan dengan kantor pusat PT Djarum. Omah Mode yang sebelumnya adalah rumah pemerahan susu sapi segar milik keluarga besar Ong Eng Bouw yang dibangun pada tahun 1836, kini telah mengalami renovasi total. Oleh si pemilik rumah tersebut kini menjadi tempat rendezvous dan FO (factory outlet) yang terkemuka di Kudus dan se-Karesidenan Pati.

Bangunan Omah Mode memiliki teras rumah yang lebar. Pilar-pilarnya besar. Kusen-kusen kayu jati tua yang tebal dan bercat (bukan pelitur) demikian pula daun pintu dan jendelanya yang ganda. Banyak ornamen pada daun pintu dan jendela. Omah Mode tergolong bangunan tua atau antik di Kudus yang terselamatkan secara utuh oleh pihak keluarga besar Ong Eng Bouw.

”Walau mengalami renovasi, semua interior atau eksterior di Omah Mode dipertahankan keasliannya,” kata Alfian, supervisor Omah Mode. Selain sebagai aset, keluarga Ong mengenalkan cagar budaya (berupa rumah antik dengan segala pernak-perniknya) kepada pengunjung lewat kafe dan factory outlet Omah Mode.

Bernasib mujur

Tak semua bangunan tua atau antik di Kudus bernasib mujur seperti yang dialami Omah Mode dan bangunan-bangunan tua lainnya. Salah satu bangunan tua yang telah tergusur adalah rumah dinas PJKA (Perusahaan Jawatan Kereta Api) di Desa Getas Pejaten. Ada sekitar 10-an rumah dinas yang telah tergusur dan kini menjadi ruko.

”Hingga kini ada 32 bangunan tua zaman kolonial di Kudus yang terselamatkan,” kata Sancaka dengan nada prihatin. 32 bangunan itu di antaranya bangunan SMP 1 Kudus, kantor Kawedanan (wedono = pembantu bupati) di Desa Kramat, dan Rumah Markas Gerilya Macan Putih (Gerilya Muria) di Jalan Jurang Gebog.

Selain rumah tinggal, di Kudus juga terdapat bangunan tua dengan pengaruh loji yang hingga kini berfungsi sebagai lembaga pendidikan. Salah satunya bangunan SMP Negeri 1 Kudus yang terletak di Jalan Sunan Muria. Bangunan SMP 1 dibangun dengan gaya pastoran. Pada masa kolonial gedung tersebut pernah menjadi sekolah bagi para sinyo Belanda.

Ciri khas bangunan gaya pastoran Belanda adalah plafon kayu yang tinggi (agar sirkulasi udara secara alami, mengingat zaman dulu belum ada pendingin udara), juga bangsal pertemuannya beratap limas dengan konstruksi kayu. Selain itu, tentu saja pintu dan jendela berdaun ganda.

Selain dipengaruhi gaya loji (Belanda), gaya Paris (Perancis), serta gaya yang biasa disebut rumah jengki juga memengaruhi sejumlah bangunan tua di Kudus. Seperti Rumah Kembar milik Keluarga Nitisemito yang mengapit Sungai Gelis adalah perpaduan gaya loji dan Paris. Ciri bangunan Paris pada kusen pintu atau jendela tidak berupa persegi, tapi melengkung pada bagian atas mirip setengah lingkaran.

Selain itu gaya rumah jengki juga terlihat pada sejumlah bangunan-bangunan lain di Kudus, seperti rumah milik seorang keluarga yang digunakan sebagai tempat tinggal dan usaha di desa Barongan, RS Bersalin Miriam, atau kantor Dinas Pekerjaan Umum Pemkab Kudus. Bangunan tua itu tetap terawat, berfungsi baik, dan menjadi kebanggaan bagi yang menempatinya.

Memang perlu upaya keras dan dana yang tidak sedikit untuk merawat dan menjaga bangunan tua sebagai cagar budaya. Baik itu oleh pihak pemda dan para pemilik bangunan-bangunan tua/antik itu. Karena cagar budaya di setiap kota mencerminkan sejarah kota itu sendiri. Jangan sampai atas nama pembangunan (kota), cagar budaya pun lenyap tinggal sejarah. Ruko lagi, ruko lagi....

Sumber : Kompas

Read more.....

Kolaborasi antara Keunikan Desain dan Lokasi yang Strategis


JIKA Singapura bisa memiliki kawasan pusat belanja terkenal Orchard Road, Jakarta pun semestinya bisa. Itulah pemikiran yang terlintas sejak 10 tahun silam di benak sang maestro di bidang properti, Ciputra. Akhirnya, gagasan ini pun diwujudkan lewat megaproyek Ciputra World Jakarta (CWJ) di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan.

CWJ akan dibangun di atas lahan seluas 10 hektar di Jl Prof Dr Satrio, Kuningan, Jakarta Selatan. PT Ciputra Property Tbk menunjuk RTKL, yang dikenal sebagai salah satu biro arsitek terbaik di dunia dalam bidang mixed-use design, sebagai tim arsitek. Selain itu, Ciputra Property juga menunjuk Belt Collins Associate sebagai desainer lansekap untuk superblock ini.


Pembangunan CWJ terbagi dalam tiga tahap yang masing-masing berlokasi di Jl Prof Dr Satrio Lot 3-5, Lot 6, dan Lot 11. Untuk tahap pertama, CWJ akan dibangun di atas lahan seluas 5,5 hektar yang berada di Lot 3-5, yang kemudian akan difungsikan sebagai komplek mixed-use yang terdiri dari pusat perbelanjaan, gedung perkantoran, hotel berbintang enam dan apartemen. Untuk hotel dan apartemen, CWJ berhasil menggandeng operator kelas dunia sebagai pengelola, yakni Raffles dan Somerset.

Secara keseluruhan desain, CWJ menggabungkan konsep fluidity dan kaleidoskop yang diilhami dari lukisan Hendra Gunawan, salah satu pelukis favorit Ciputra. Akan banyak permainan warna dan bentuk dalam desainnya sehingga akan memberikan sebuah motivasi yang tidak semata-mata komersial belaka. Hal tersebut akan direalisasikan dengan pembangunan sebuah art museum seluas 8.000 m2 berbentuk galeri yang terletak di atas pusat perbelanjaan.

Tahap pertama CWJ di Lot 3-5 ini diharapkan dapat selesai pada tahun 2011. Dalam superblock ini terdapat shopping mall dengan luas 140.000 m2, luxurious hotel & residences yang dikelola oleh Raffles setinggi 50 lantai, apartment yang dikelola Somerset berjumlah 306 unit seluas 40.000 m2 dan sebuah office building seluas 50.000 m2. Tahap kedua yang terletak di Lot 6, rencana pembangunannya akan dimulai pada 2009 dan tahap ketiga di Lot 11 akan dimulai sekitar tahun 2010.

Dengan kolaborasi antara lahan properti yang bagus (yang terletak di kawasan CBD), manajemen dari operator hotel dan apartemen internasional, dan juga desain yang unik, CWJ nantinya akan menjadi new icon di kawasan Kuningan dan mampu bersaing dengan beberapa superblock lainnya yang secara kebetulan juga berada di kawasan yang sama.

Sumber : Kompas

Read more.....

Selasa, 17 Februari 2009

Inspirasi Kemandirian Energi dari Desa

SEMARANG- Konsumsi energi jauh lebih banyak di kota dibandingkan dengan di desa. Padahal, dari segi kemandirian, desa jauh lebih mandiri. Karena itulah, desa harus menjadi inspirasi terkait dengan kemandirian penyediaan energi, mengingat mereka bisa menghidupi diri sendiri.

Hal itu diungkapkan Guru Besar Undip yang juga pakar lingkungan Prof Sudharto P Hadi MES PhD saat menjadi pembicara pada seminar nasional Global Energy, Wind Behavior, and Atmospheric Problems di Gedung Pascasarjana Undip Jl Imam Bardjo, Kamis (12/2).

Sudharto mengungkapkan, kepeloporan kemandirian harus bottom up. Hal itu tidak hanya bisa dilakukan di desa , tapi juga di kota. Misalnya, membuat biopori dan mempelopori hemat energi di lingkungannya.

Energi Terbarukan

Dia menjelaskan, Indonesia sebenarnya masih banyak memiliki sumber energi terbarukan, contohnya panas bumi. Sebenarnya hal itu sudah dikembangkan, namun mengingat lokasi panas bumi ada di hutan atau gunung, kadang pengembangannya terhalang oleh adat istiadat seperi di Bedugul Bali, di mana masyarakatnya menganggap lokasi itu sakral.

’’Masih banyak energi lain yang terbarukan dan bisa dieksplor dengan risiko minimal,’’ katanya.Terkait dengan penggunaan energi nuklir, Sudharto mengatakan tidak menutup kemungkinan jika suatu saat energi itu dibutuhkan.

Adapun Prof Dr Kim Young Duk, guru besar dari Departement Enviromental Engineering, Kwandong University Korea mengungkapkan, Korea Selatan memang tidak punya sumber energi yang banyak. Hampir semua kebutuhan energi, yakni minyak diimpor dari Timur Tengah. Saat ini dirinya sedang berusaha mengembangkan energi alternatif pengganti minyak, yakni energi angin. Antara tahun 1988-2003, Pemerintah Korea sudah menginvestasikan 28,6 juta Won Korea untuk 22 proyek riset dan pengembangan energi angin.

’’Perusahaan pembuat kapal terbesar di dunia, yakni Hyundai, Daewoo, dan Samsung juga bergabung untuk pembuatan sistem energi angin,’’ tuturnya.
Korea Selatan juga sekarang mengembangkan energi panas bumi, bio-diesel, dan sebagainya.

Sumber : Suara Merdeka

Read more.....

Manajemen Ruang Publik Simpanglima

Oleh Edy Darmawan

SIMPANGLIMA boleh dikatakan menjadi tetenger (landmark) Kota Semarang. Ia sudah menjadi magnet Kota Semarang —sebagai ibu kota Jawa Tengah— yang menyedot potensi kegiatan kawasan lain. Sayang berbagai elemen seperti area pedestrian telah berubah fungsi menjadi ruang pedagang kakilima (PKL). Ruang untuk pejalan kaki dan infrastruktur hampir tidak berfungsi dengan baik. Bahkan tidak diperbarui sejak dibangun. Melihat perkembangan kegiatan masyarakat, Simpanglima seyogyanya tetap dipertahankan sebagai ruang publik dengan manajemen yang baik.

Kegiatan yang diselenggarakan seharusnya bersifat publik, terbuka untuk umum. Selain itu harus dikurangi aktivitas bersifat privat dan formal seperti upacara-upacara. Kita tahu pada saat semacam itu area ini ditutup untuk umum.


Karena itu kegiatan semacam itu perlu dicarikan tempat lebih tepat. Adapun ruang-ruang lain di sekitar Simpanglima sebagian besar berupa bangunan publik semacam hotel, mal, masjid, bioskop, kafe dan restoran.

Pengelolaan Ruang

Ada aspek-aspek penting dalam manajemen ruang publik yang pernah diterapkan di Rockefeller Center di USA (1994), yakni memperhatikan pelayanan kota dalam perawatan (maintenance), keamanan (security) dan manajemen transportasi (transportation management).

Selain itu selalu ada tindakan meningkatkan desain ruang ruang publik yang inovatif dan terintegrasi satu dengan yang lain seperti pelebaran trotoar, penyediaan perabot aksesori kota, lansekap atau kios kios atau ruang PKL yang berfungsi baik.

Untuk mengelola Simpanglima perlu ada penanggung jawab yang memadai secara total dan dapat melibatkan peranan masyarakat, pemerintah kota, dan swasta (stakeholder). Untuk mengengembangkan perlu dipikirkan desain koridor koridor jalan yang menyatu ke arah bundaran Simpanglima. Koridor jalan tersebut dapat menciptakan pemandangan kota (vista) yang baik dan akan meningkatkan kualitas estetika.

Kita tahu masyarakat kota lebih menyenangi tempat yang memiliki fungsi campuran. Dan Simpanglima cenderung berkembang ke arah itu, yakni berupa masjid, mal, pertokoan, kantor, hiburan, sekolah, dan lapangan hijau.

Ini menyebabkan seseorang dapat melakukan berbagai kegiatan di satu lokasi sehingga dengan manajemen ruang publik yang baik akan meningkatkan ruang kota yang hidup (lifely). Adapun keramahan area pedestrian (citywalk) juga perlu mendapat perhatian karena dapat membantu pengunjung ke berbagai tempat kegiatan. Hal semacam ini akan meningkatkan kualitas lingkungan yang lebih baik.

Keberadaan bangunan bertingkat di seputar Simpanglima telah menciptakan ruang publik ini memiliki keterlingkupan (enclosure) yang semakin erat dan menciptakan kesan atau citra skala ruang yang manusiawi. Akibatnya ruang terbuka ini akan selalu mengundang masyarakat untuk berkumpul melakukan berbagai aktivitas.

Jika kita perhatikan dari peta dua demensi, Simpanglima akan menjadi titik pusat bertemu koridor-koridor jalan di sekitarnya (rendezvous point). Di titik ini akan lebih baik jika ditempatkan suatu elemen bersekala kota yang dapat mencerminkan citra atau identitas Kota Semarang sebagai ibu kota Jawa Tengah.

Dalam setiap perubahan ruang, menempatkan elemen-elemen kota atau membangun bangunan publik kota seyogyanya memperhatikan tata ruang kota. Atau jika ingin menentukan lokasi pembangunan, yang perlu diperhatikan adalah Rencana Tata Ruang Kota (RUTRK). Karena itu jika hendak membangun Simpanglima seharusnya dilihat Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK). Apakah sudah sesuai dengan blok-blok peruntukan? Apakah sesuai pula dengan Rencana Teknik Ruang Kota (RTRK) atau Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL)? Hal tersebut perlu diperhatikan agar perancangan pembangunannya terintegrasi satu dengan yang lain secara sinergis.

Yang menjadi pertanyaan apakah Rencana Tata Ruang yang dibuat telah menjadi peraturan daerah? Pertanyaan ini penting, karena tanpa ini Tata Ruang tersebut belum valid.

Paling tidak yang bisa dijadikan landasan pegangan adalah penerbitan Surat Keputusan Wali Kota, meskipun posisinya tidak sekuat peraturan daerah. Masalah ini kadang kadang dapat menjadi hambatan atau bahkan peluang yang berbeda dari perencanaan yang telah dibuat. Dalam perencanaan dapat berorientasi pada keadaan yang berkembang (trend oriented planning) atau berorientasi pada target (target oriented planning). Namun demikian mengikuti perencanaan yang sudah ada akan lebih baik daripada tidak sama sekali. Menurut Pasal 28 Undang-undang Republik Indonesia Nomer 26 Tahun 2007 memang perlu rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau dan nonhijau. Juga penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana jaringan pejalan kaki, angkutan umum, kegiatan sektor informal dan ruang evakuasi bencana yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi wilayah kota sebagai pusat pelayanan sosial ekonomi dan pertumbuhan wilayah.

Paru-paru Kota

Dipertegas oleh Pasal 29, proporsi ruang terbuka hijau paling sedikit 30% dari luas wilayah kota. Adapun proporsi ruang terbuka hijau publik sedikitnya 20% dari wilayah kota. Ini berfungsi sebagai pusat interaksi dan komunikasi masyarakat, transit, ekonomi di sektor formal dan informal, dan berfungsi sebagai paru paru kota.

Ruang publik yang menarik akan selalu dikunjungi oleh masyarakat banyak dengan berbagai tingkat kehidupan sosial ekonomi dan etnik, pendidikan yang berlainan, perbedaan umur, dan motivasi atau tingkat kepentingan yang bervariasi.

Secara esensial ada tiga aspek penting yang perlu diperhatikan agar manajemen ruang publik memiliki arti (meaningful) bagi masyarakat secara individual maupun kelompok, yakni tanggap terhadap semua keinginan pengguna dan dapat mengakomodir kegiatan mereka (responsive) serta dapat menerima kehadiran berbagai lapisan masyarakat dengan bebas tanpa mengenal diskriminasi. (35)

Sumber : Suara Merdeka

Read more.....

Design by infinityskins.blogspot.com 2007-2008