Tampilkan postingan dengan label promosi doktor. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label promosi doktor. Tampilkan semua postingan

Minggu, 18 Desember 2011

Selamat Bu Erni...!


Erni Setyowati, Ir, MT dikukuhkan oleh Senat Universitas Diponegoro Semarang sebagai Doktor dalam bidang Teknik Arsitektur dan Perkotaan. Mahasiswi S3 Arsitektur dan Perkotaan Undip yang melakukakan penelitian dengan judul "Model Hubungan Orientasi dan Konfigurasi Blok Bangunan Perumahan Kawasan Bandara terhadap Tingkat Kebisingan" ini, berhasil mempertahankan Disertasinya dihadapan Dewan Senat serta Para Pembimbing dan Penguji.

Hasilnya pada tanggal 12 Desember 2011 bertempat di Ruang Prof Ir Soemarman Gedung Pasca Sarjana Undip, Ketua Senat Prof Sudharto P Hadi, MES, PhD mengumumkan kelulusan Erni dengan Predikat sangat memuaskan, dengan IPK 3,75. Selamat Bu Erni, semoga terus berkarya demi kejayaan ilmu pengetahuan dan kemaslahatan masyarakat!.

Sumber: dtap undip

Read more.....

Sabtu, 15 Oktober 2011

Senat Undip Kukuhkan Doktor

Dr Ir Ismiyati, MS

Beberapa waktu lalu, tepatnya tanggal 29 September 2011, Program Pascasarjana Undip menggelar hajatan akademik, yang lumrah disebut sebagai Sidang Terbuka Doktor. Acara yang dimotori Senat Universitas tersebut, mengukuhkan seorang doktor dalam bidang Teknik Arsitektur dan Perkotaan.

Dr Ir Ismiyati, MS resmi menyandang gelar doktor setelah disertasinya yang berjudul "Mobilitas Transportasi dikaitkan dengan Pemilihan Tempat Tinggal di Kawasan Pinggiran Kota Semarang" berhasil dipertahankan di hadapan Para Penguji. Diantaranya adalah Prof Dr Sugiono Soetomo (Promotor), Dr Ir Bambang Riyanto (Co-Promotor), Prof Sudharto P Hadi, PhD (Ketua Senat), Prof Ir Sunarso (Sekretaris Senat), Prof Dr Anies (Direktur Pasca), Dr Ir Poernomosidhi (Penguji Eksternal), Prof Ir Eko Budihardjo (Penguji Internal),Dr Ir Joesron Aliesyahbana (Penguji Internal), dan Dr rer.nat Imam Buchori (Penguji Internal).

Read more.....

Senin, 23 Mei 2011

Selamat dan Sukses Pak Gatoet

Semoga menjadi Ilmuwan yang Luhur, yang terus berkarya demi kemajuan Bangsa dan Negara.

Read more.....

Senin, 17 Mei 2010

Selamat dan Sukses


Read more.....

Minggu, 16 Mei 2010

R. Siti Rukayah, Dosen yang Teliti Maraknya Pusat Ritel

Hobi Belanja, Sebut Warga Semarang Demenyar

R. Siti Rukayah, dosen Undip, meneliti banyak berdirinya pusat ritel di kawasan Simpang Lima, salah satu ruang publik di Kota Semarang. Dia mendapati banyak ruang terbuka yang telah menjadi ruang komersial. Seperti apa?

RICKY FITRIYANTO

---

SITI Rukayah menilai, pemerintah terlalu mengobral perizinan bagi mal dan pusat perbelanjaan, sehingga banyak tempat usaha yang kolaps karena kalah bersaing.

Sabtu (15/5) hari ini, wanita yang akrab disapa Tutut ini akan menjalani sidang promosi pengukuhan doktor. Disertasinya berjudul Simbiosis Ruang Terbuka Kota di Simpang Lima Semarang.


Melalui penelitiannya, wanita yang mengambil program Doktor Teknik Arsitektur dan Perkotaan Undip ini mendapati Pemkot gemar memberikan izin bagi mal dan pusat perbelanjaan di ruang terbuka dan jalan protokol.

"Ruang terbuka menjadi incaran karena menjadi tempat akumulasi masyarakat," kata wanita kelahiran Garut, 28 Juni 1968 ini.

Akibatnya, kata Tutut, banyak aset pemerintah yang dilepas kepada investor. Dia mencontohkan, GOR yang kini menjadi mal dan Hotel Ciputra. Wisma Pancasila yang menjadi Plaza Simpang Lima. Gajahmada Plaza yang menjadi tempat hiburan dan bioskop. Juga tanah kosong yang menjadi pusat perbelanjaan elektronik.

Padahal, awalnya pembangunan kawasan Simpang Lima yang diperintahkan Presiden Soekarno bertujuan untuk menggantikan ruang terbuka di Alun-Alun Utara. "Gejala ritelisasi di Kanjengan pada 1970- an terulang di Simpang Lima pada 1990-an," ujar istri Edi Purwanto ini.

Padahal, jika diamati, munculnya pusat ritel baru selalu membuat sepi pusat perbelanjaan lain. Dia mencontohkan berdirinya Mal Paragon, mulai membuat mal-mal lainnya sepi. Bahkan, Mal Ramayana sampai tutup karena kalah bersaing.

"Yang terjadi adalah hukum rimba. Mungkin kalau ada mal baru lagi, Paragon bisa kalah. Jadi sebenarnya pengunjungnya hanya pindah tempat saja," ujar dosen arsitektur Undip ini.

Dia berpendapat, orang Semarang sebagai demenyar, demen sing anyar alias selalu menggemari sesuatu yang baru.

Pemerintah, lanjutnya, juga seolah tak membatasi perizinan bagi ritel di ruang terbuka tersebut. Bahkan perizinan seakan diobral dan dikeluarkan terlalu sering. Menurutnya, sebuah pusat ritel rata-rata akan mengalami break event point (BEP) dalam 3-5 tahun. Setelah itu baru mereka bisa meraup laba.

"Namun yang terjadi belum ada 3 tahun mengeluarkan izin, pemerintah memberi izin bagi pusat ritel lainnya. Akibatnya ritel yang lama tidak bisa bertahan."

Yang tak kalah penting, masyarakat ternyata tak selalu tertarik pada ritel. Mereka juga tertarik pada bazar, yaitu istilahnya untuk para pedagang kecil dan PKL yang berjualan di luar ritel.

"Di Simpang Lima kalau hari Minggu kan dipenuhi PKL. Saat saya tanya ternyata banyak dari mereka yang pedagang Pasar Johar. Mereka mau jualan di situ karena omsetnya tinggi," kata ibu dari Fariz Addo Giovano, Sabrina Adine Vania, dan Chinve Abyatina Audrey tersebut.

Dari penelitiannya, pemilik lokal bazar tersebut ternyata cukup mampu. "Saat ritel sepi, mereka bisa memindahkan dagangannya ke dalam mal dengan perhitungan sendiri. Sekarang kan bisa dilihat di dalam mal pun ada penjual-penjual batik di sela-sela pameran mobil," tuturnya.

Dia meminta pemerintah juga memperhatikan sektor informal tersebut. Sebab, mereka juga mau membayar retribusi. Dan ternyata pusat ritel dan bazar pun bisa bersimbiosis.

Agar tak hanya terfokus di satu tempat, dia menyarankan pemerintah membuka ruang-ruang terbuka baru. Sebab ruang terbuka akan selalu menjadi tempat berkumpul masyarakat. "Kalau sudah begitu, investor pasti akan tertarik mendirikan usaha di situ."

Tutut mengaku memilih penelitian tersebut karena memang hobi shopping. "Jadi biar enjoy," imbuhnya. Untuk meneliti tema tersebut, dia juga menghabiskan satu tahun keliling Jawa. Tujuannya hanya satu, melihat Alun-Alun atau ruang publik di setiap kota yang didatangi.

"Tapi ini saya lakukan sembari piknik bersama keluarga," katanya. Hal tersebut dilakukan sebagai syarat disertasi. Sebab untuk program doktor, diharapkan penelitian yang dilakukan bisa diterapkan di setiap kota.

"Saya paling terkesan dengan Alun-Alun Sidoarjo karena seperti hutan kota. Alun-alun Tuban juga bagus karena berada di pinggir pantai."

Sumber : Jawapos Radar Semarang
Sumber Photo : Flickr

Read more.....

Siti Rukayah, Doktor Baru Undip

SEMARANG- Senat Undip akan mengukuhkan Ir R Siti Rukayah MT sebagai doktor di Gedung Pascasarjana Jalan Imam Bardjo SH, hari ini (15/5) pukul 10.00. Dia merupakan doktor ke-3 di Program Doktor Arsitektur dan Perkotaan Undip dan doktor ke-119 di Undip.

Siti yang lulusan S1 Fakultas Teknik Arsitektur Undip (1992) dan Magister Teknik Arsitektur Undip (1998), mengambil judul disertasi “Simbiosis di Ruang Terbuka Kota di Simpanglima Semarang” dengan promotor Prof Dr Ir Sugiono Soetomo CES DEA dan co-promotor Dr Ir Joesron Alie Syahbana.


“Konsep kota dengan dua ruang terbuka merupakan upaya untuk mengonservasi ruang-ruang terbuka tradisional dan upaya menciptakan ruang terbuka baru guna menampung gairah investasi di perkotaan,” ungkap ibu tiga anak tersebut.

Sumber : Suara Merdeka

Read more.....

Jumat, 12 Juni 2009

MEGA PROYEK PERKOTAAN : Tak Selalu Jadi Ancaman Perkampungan Kota

SEMARANG - Dr Ir Sudarmawan Juwono MT, Dosen Universitas Bung Karno Jakarta yang juga pegawai PT Pos Indonesia Jakarta tercatat sebagai lulusan pertama program Doktor (S3) Teknik Arsitektur dan Perkotaan Undip. Di hadapan tim penguji ujian Doktor terbuka yang diketuai Rektor Undip Prof Dr dr Susilo Wibowo MS Med SpAnd, di kampus Pascasarjana Undip, Sudarmawan berhasil mempertahankan disertasi berjudul "Kampung Kuningan di Kawasan Mega Kuningan Jakarta" dengan hasil lulus cumlaude IPK 3,77.

Di depan Promotor Prof. Dr. Ir. Sugiono Soetomo, DEA dan dua Co-Promotor (Prof. Dr. AM Djuliati Suroyo dan Dr. Ir. Joesron Alie Syahbana, MSc) dan Tim Penguji, Sudarmawan memaparkan hasil penelitian tentang ekologi, desain kota, rancangan dan sosial ekonomi yang dilakukan di kawasan Kampung Kuningan Jakarta yang selama 9 tahun ini seakan "terhimpit" oleh mega proyek Mega Kuningan, namun tetap bertahan dan bisa bersinergi baik.


“Sekarang ini di berbagai tempat di Indonesia, pembangunan mega proyek banyak dilakukan dan terkadang dianggap menggusur keberadaan kampung-kampung lama di perkotaan. Namun tidak semuanya begitu karena contoh di Kampung Kuningan Jakarta menunjukkan bahwa keberadaan atau pembangunan Mega Kuningan bukan menjadi ancaman Kampung Kuningan, tetapi sebagai peluang ceruk pasar,” ujar Sudarmawan.

Menurut alumnus S1 UNS dan S2 Undip ini, dalam perkembangan kota di era global ini seakan lebih banyak memberi kesempatan berkembang dan beraktivitas bagi orang kaya. Namun, ternyata pelaku aktivitas di suatu kawasan ëkayaí tidak hanya mereka yang kaya melainkan masyarakat kalangan rendah, miskin atau kalangan terpinggirkan (sektor informal). Sehingga bila ditata dengan baik kampung-kampung di perkotaan yang banyak dihimpit kawasan Mega Proyek bisa bersinergi dengan baik.

“Penelitian saya, keberadaan Kampung Kuningan dengan Mega Kuningan menunjukkan tidak saling "bunuh" dan punya ruang gerak yang bebas. Kawasan ini tidak hanya aspek sosial budaya tetapi juga sebagai ruang aktivitas ekonomi. Keberadaan masjid, makam dan fasilitas kampung lainnya di sana bukan hanya sebagai tempat ibadah semata melainkan juga sebagai aktivitas kawasan atau sebagai ruang yang betul-betul fungsional,” jelasnya.

Selama 9 tahun terakhir Kampung Kuningan yang seakan dihimpit Mega Kuningan mampu bertahan dan bersinergi baik dengan Mega Kuningan. Para penghuni atau pekerja di Mega Kuningan sangat membutuhkan keberadaan Kampung Kuningan di antaranya untuk kos atau kontrak, membeli makan dan lain sebagainya.

Lulusan pertama program doktor Teknik Arsitektur dan Lingkungan Undip inipun merekomendasikan pada pemerintah agar keberadaan kampung-kampung semacam Kampung Kuningan di kota-kota besar di Indonesia tetap dijaga keberadaannya dan disinergikan dengan mega proyek perkotaan. Pemerintah berkewajiban menata infrastruktur kampung dan menjaga serta memberdayakan kampung agar bisa bersinergi dengan mega proyek perkotaan.

Sumber : Kedaulatan Rakyat

Read more.....

Keberadaan Kampung di Kota Perlu Dipertahankan

SEMARANG, KOMPAS - Perkembangan kota yang didorong oleh proses globalisasi perlu dikendalikan untuk melindungi masyarakat kelas ekonomi lemah. Oleh karena itu, keberadaan kampung sebagai sebuah ruang untuk menumbuhkan aktivitas ekonomi perlu dipertahankan.

Sudarmawan Juwono menyampaikan hal tersebut dalam disertasinya yang berjudul "Kampung Kuningan di Kawasan Mega Kuningan Jakarta: Kebertahanan Kampung dalam Perkembangan Kota" ketika ujian promosi doktor, di Gedung Program Pascasarjana Universitas Diponegoro, Kota Semarang, Kamis (11/6). Sudarmawan merupakan lulusan pertama Program Doktor Teknik Arsitektur dan Perkotaan Undip.


Sudarmawan mengatakan, keberadaan sebuah kampung di tengah padatnya gedung-gedung pencakar langit dapat memberi ruang bagi sektor informal untuk tumbuh. Dengan demikian, kelompok masyarakat yang berpenghasilan rendah dapat memiliki peluang untuk bertahan.

"Kampung tersebut dapat dijadikan untuk usaha kos-kosan, kontrakan, maupun rumah makan bagi para karyawan yang bekerja di gedung," ucapnya.

Hal ini menunjukkan adanya simbiosis mutualisme antara perkembangan kota dengan keberadaan sebuah kampung yang memiliki fungsi yang disebut dengan teori integrasi. Ini seperti yang terdapat di Kampung Kuningan ataupun Jalan Jaksa," katanya.

Kampung juga menjadi cerminan nilai-nilai lokal yang dapat dipertahankan di tengah serbuan produk globalisasi. Kampung juga menjadi perekat kehidupan sosial karena memiliki ruang bersama yang dapat digunakan secara kolektif.

Sumber : Kompas

Read more.....

Design by infinityskins.blogspot.com 2007-2008