Jumat, 18 Desember 2009

Arsitektur Undip Juara III Desain Taman

SEMARANG - Mahasiswa Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Undip menjadi juara III Sayembara Gagasan Perancangan 2009 Taman Kota Kebun Pisang Penjaringan Jakarta, Senin (1/12).

Konsep desain Alphana Fridia Chessna, Paramadia Kartika, Zuhri Ferdeli, dan Sofan Nuri itu mengalahkan 42 karya lain dari seluruh Indonesia. Juara I lomba yang digelar Dinas Pertamanan DKI Jakarta itu adalah IPB, sedangkan juara II alumni UI.

Dr Ir Edy Purwanto MT, dosen pembimbing keempat mahasiswa itu, menyatakan konsep desain mereka berjudul ”Eco Natural Garden City”. Konsep itu menawarkan alternatif desain taman 4,9 ha berbasis ekologi dan estetik.

Ekologi diwujudkan dengan membatasi ruang bagi kendaraan bermotor yang masuk ke taman agar oksigen tak tercemar. Taman juga dilengkapi polder pengendali banjir, mengingat wilayah itu sering terlanda banjir.


”Kendala dalam mendesain, selain bentuk lahan tipis dan memanjang seperti lintah, juga jenis tanah lempung tak memungkinkan semua jenis tanaman bisa hidup di sana,” ujarnya.

Karena itu, mereka memilih jenis tanaman peneduh dan hias seperti pohon aren, jambu mete, jeruk besar, mawar, dan perdu untuk menghias taman kota tersebut. Selain itu, tanaman pisang sebagai ciri khas taman juga dipertahankan.
Daya Tarik Lokasi kebun pisang Penjaringan yang merupakan akses keluar-masuk ke Bandara Soekarno-Hatta menjadi poin tersendiri sebagai daya tarik Jakarta. Taman itu didesain terdiri atas dua zona, yakni taman pasif untuk paru-paru kota dan taman aktif yang bisa diakses masyarakat.

Taman kota kebun pisang itu dirancang juga terdiri atas memiliki 20% area air berupa polder, 50% area hijau, dan 30% area publik seperti fasilitas taman bermain, jogging track, dan dermaga, sekaligus dilengkapi dengan tower komunikasi.

”Kami menghindari desain taman yang bisa dipakai tidur oleh gelandangan dengan menerapkan model jogging track,” katanya.
Salah satu kelebihan taman itu, tutur dia, adalah memasukkan aspek sosial dalam proses desain.

Masyarakat sekitar yang sebagian besar masyarakat menengah ke bawah dilibatkan dengan bisa mengambil hasil dari kebun pisang serta menggunakan area bermain.

Dr Ir Eddy Prianto CES DEA, sebagai dosen koordinator, menyatakan pada ajang yang diikuti mahasiswa arsitektur dan arsitektur profesional itu, Arsitektur Undip mengirim 15 tim.

Setiap tim terdiri atas empat mahasiswa dan seorang dosen pembimbing. Dua tim lolos ke peringkat sepuluh besar. Namun hanya satu tim yang masuk peringkat ketiga.

Sumber : Suara Merdeka

Read more.....

Saatnya Menerapkan Arsitektur Hijau

KONSEP green technology kini menjadi tuntutan masyarakat di sejumlah negara maju. Green dalam konteks ini dapat diterjemahkan sebagai ramah lingkungan.

Istilah ramah lingkungan makin merebak, setelah bumi menghadapi berbagai masalah krusial seperti isu global warming, deforestasi (penebangan liar), polusi yang meningkat, dan sebagainya. Semua itu terkait dengan aktivitas keseharian manusia yang sangat berpengaruh terhadap kelestarian lingkungan.

Pencemaran juga dipicu oleh perkembangan teknologi saat ini. Teknologi, di satu sisi, memang dapat memerbaiki bahkan mendukung kehidupan manusia. Tetapi di sisi lain juga bisa menghancurkan. Dalam konteks inilah isu teknologi hijau makin kencang terdengar.


Banyak hal bisa dilakukan untuk menerapkan teknologi hijau, misalnya melalui green computing dan green architecture (arsitektur hijau). Green computing adalah perilaku menggunakan sumber daya komputasi secara efisien, dengan memaksimalkan efisiensi energi, memperpanjang masa pakai perangkat keras, meminimalkan penggunaan kertas, dan beberapa hal teknis lainnya.

Sedangkan arsitektur hijau adalah proses rancang bangun untuk mengurangi dampak lingkungan yang kurang baik, meningkatkan kenyamanan manusia dengan peningkatan efisiensi, pengurangan penggunaan sumberdaya, energi dan pemakaian lahan, maupun pengelolaan sampah yang efektif dalam tataran arsitektur.

Jika kita ingin merenovasi rumah, ada baiknya menggunakan konsep arsitektur hijau. Tak bisa diungkiri, Indonesia masih tertinggal dari negara-negara maju dalam aplikasi konsep ini.

Bisa dipahami, karena mereka lebih dulu memahaminya dengan baik dan menerapkannya untuk rumah / bangunan sehingga tercipta properti yang ramah lingkungan. Membangun rumah berkonsep arsitektur hijau sejatinya tak identik dengan biaya mahal, tapi selaras dengan prinsip ekonomi dan merupakan investasi jangka panjang, memiliki nilai tinggi serta nyaman dihuni.

Kita nantinya justru diuntungkan dengan arsitektur hijau, karena konsentrasi oksigen di kawasan hijau lebih tinggi, udara lebih segar, air lebih bersih, serta limbah lebih sedikit.
Mengurangi Emisi Selain itu, perumahan berkonsep arsitektur hijau berarti turut berperan mengurangi emisi penyebab pemanasan global dan menjaga kelestarian lingkungan.

Membangun hunian dengan konsep hijau bukan sekadar membangun permukiman dengan taman dan pepohonan di kiri-kanan jalan. Lebih dari itu, secara luas berarti berwawasan lingkungan dan proses berkelanjutan meliputi keseimbangan ekologis, desain rumah yang ramah lingkungan, pemberdayaan bagi penghuni, serta penegakan hukum sesuai tata ruang dan wilayah, juga memerhatikan etika dan kenyamanan warga.

Hunian hijau bertujuan mengembangkan kawasan dengan memperhatikan penghijauan, yaitu penanaman pohon yang secara optimal mampu menyerap polutan.

Selain itu, properti hijau juga menyangkut tata guna lahan, konservasi air bersih, ruang terbuka hijau, penerapan pola hemat energi, material bangunan, pengolahan sampah dan air kotor, serta memerhatikan transportasi / aksesbilitas. Keuntungan yang diperoleh dari lingkungan hijau terhadap kesehatan adalah dapat mereduksi pencemaran udara, bisa menyejukkan perasaan sehingga mengurangi stress atau depresi, memberi supply udara bersih pada wilayah sekitar permukiman. Artinya, secara keseluruhan baik bagi kesehatan dan kelestarian alam.

Nah, tentunya keselarasan hidup manusia dan alam harus tetap seimbang. Untuk mewujudkan itu semuanya, mari kita memulainya dari diri sendiri. Dengan konsep green technology yang terangkum dalam arsitektur hijau, kita dapat memberikan sumbangsih untuk lebih menghijaukan bumi ini. Sudah saatnya kita menerapkan sistem ramah lingkungan ini dalam ruang lingkup kita sehari-hari.

Sumber : Suara Merdeka
Gambar - Designshare

Read more.....

Kamis, 10 Desember 2009

Menyelamatkan Kota

Kompas - Memperingati Hari Habitat Dunia, Sekjen PBB Ban Ki-moon berpesan, ”Perencanaan kota hanya terwujud bila ada tata pemerintahan yang baik....”

Tanpa tata pemerintahan yang baik, tanpa pelibatan aktif masyarakat miskin perkotaan dalam pengambilan keputusan yang terkait nasib mereka, dan tanpa penanggulangan korupsi, perencanaan perkotaan di segenap pelosok Tanah Air tidak akan banyak manfaatnya.

Vandalisme perencanaan

Beberapa tahun silam, seorang unsur pimpinan Asosiasi Pemerintahan Kota Se-Indonesia mengemukakan, lebih dari 80 persen rencana kota di Indonesia tidak terlaksana seperti yang telah ditetapkan. Majalah The Economist (September 2009) mengangkat soal vandalisme ekonomi, mengakibatkan resesi. Maka untuk disiplin ilmu dan profesi perencanaan kota, sebenarnya banyak terjadi vandalisme perencanaan perkotaan karena banyak penyimpangan dan pelanggaran tata ruang perkotaan, tanpa sanksi bagi pelanggarnya.



Kini kita merasakan akibatnya. Banyak taman kota, tempat bermain, dan lapangan olahraga yang menghilang, disulap jadi bangunan komersial. Banyak bangunan kuno bersejarah diganti bangunan modern dan post-modern yang tak berjiwa. Kawasan kumuh dan liar pun merebak tanpa kendali. Penduduk miskin perkotaan kian dipinggirkan.
Selain itu, macetnya lalu lintas karena rencana pembangunan transportasi massal terkendala berbagai faktor, termasuk lobi kuat para produsen mobil. Pertumbuhan kota yang kian melebar, melahap tanah-tanah subur di sekitarnya, menyulitkan penyediaan infrastrukturnya.

Contoh jelek

Contoh paling jelek dipertontonkan kota Jakarta, satu-satunya megalopolis ibu kota negara. Coba tengok, makam di tengah kota berubah menjadi apartemen mewah menjulang tinggi. Biasanya pemandangan yang didambakan adalah laut, gunung, taman, dan kolam. Namun, di apartemen itu tampaknya kuburan menjadi pemandangan utama.

Lebih mengherankan lagi, makam menjadi kantor pemerintah. Di desa-desa, kuburan di pinggir dusun sungguh dihormati, bahkan amat sangat disegani. Oleh masyarakat setempat, makam desa disebut setana (istana). Mana ada orang desa berani mengubah fungsi setana menjadi perumahan atau perkantoran. Jangan lupa, kuburan termasuk kategori ruang terbuka hijau yang wajib dilestarikan.

UU No 26/2007 tentang Penataan Ruang mengamanatkan, di perkotaan wajib tersedia 30 persen ruang terbuka hijau, terdiri dari 20 persen ruang terbuka hijau publik dan 10 persen ruang terbuka hijau privat.

Berapa total luas ruang terbuka hijau Jakarta? Kabarnya tinggal 9,8 persen, amat jauh dari ketentuan UU.

Bagaimana Jakarta menanggulangi banjir tiap musim hujan jika ruang terbuka hijau begitu minim? Belum lagi fenomena perubahan iklim yang berdampak naiknya permukaan air laut.

Contoh jelek lain yang amat merisaukan adalah sistem transportasi umum. Tahun 1970-an, Bangkok dikenal sebagai kota paling macet. Predikat itu rupanya sudah pindah ke Jakarta.

Semua orang tahu, alternatif terbaik untuk mengatasi kemacetan lalu lintas kota Jakarta adalah mass rapid transit di bawah atau di atas tanah, bukan mengambil lahan seperti model trans Jakarta.

Tidak kalah mengerikan, dosa kembar: kegilaan membangun segala hal yang gigantik di pusat kota yang sudah sumpek dan pemekaran kota tanpa kendali ”mencaplok” daerah belakang menjadi kawasan konurbasi.

Rencana penyelamatan

Ada dua aspek besar untuk menyelamatkan kota.

Pertama, aspek perencanaan prosedural, menyangkut tata pemerintahan yang baik, proses pengambilan keputusan yang demokratis, dan pemberantasan korupsi tanpa pandang bulu.

Kedua, aspek perencanaan substansial yang lebih realistis, pragmatis, tetapi juga visioner, berwawasan jangka panjang.

Untuk itu, kita perlu: pertama, mencegah kecenderungan bunuh diri ekologis perkotaan, dengan menjaga eksistensi ruang terbuka hijau yang tersisa, menambah ruang terbuka hijau yang baru, dan menerapkan prinsip kota hijau.

Kedua, meneguhkan tekad membangun sistem transportasi publik terpadu, mengurangi ketergantungan pada kendaraan pribadi, yang akan amat menghemat energi dan bisa menangkal dampak negatif emisi karbon dan gas rumah kaca.

Ketiga, mengupayakan keseimbangan dinamis antara kota dan desa, menggalakkan pembangunan kota-kota baru mandiri, menciptakan kota-kota yang kompak berskala manusia.

Keempat, mengurangi kesenjangan ekonomi antarwarga kota yang berpotensi memicu kecemburuan sosial, melalui perencanaan komunitas yang mampu menggairahkan solidaritas sosial, mencegah gejala eksklusivisme.

Kelima, menggalakkan aneka program yang memberi peluang untuk distribusi sumber daya alam, manusia (kependudukan), modal/finansial, kelembagaan (institusional), dan teknologi secara merata dan berimbang.

Aneka program transmigrasi dengan prinsip daerah membangun (bukan pembangunan daerah) dan yang belakangan ramai dibicarakan: perpindahan penduduk karena dampak perubahan iklim (climigration) kiranya layak dijadikan salah satu landasan pemikiran guna penyelamatan kota-kota kita pada masa depan.

Sumber : Kompas

Read more.....

Design by infinityskins.blogspot.com 2007-2008