Jumat, 25 Juni 2010

Ada "Lorong Spiritual", Kawasan Yaik dan Kanjengan di Bongkar

KONSEP detail dari revitalisasi kawasan Pasar Johar yang digagas arsitek Bambang Supriyadi bertumpu pada kelegaan, kenyamanan dan ketenteraman. Adanya konsep itu hubungan interaksi pedagang dengan pembeli menjadi hidup. ’’Tidak perlu takut dengan pasar modern,’’ kata dia, mengawali perbincangannya dengan Suara Merdeka, belum lama ini.


Pasar yang dibangun arsitek Belanda Thomas Karsten di tahun 1936, sejak medio 1970 sampai 1980-an telah berubah menjadi sebuah kawasan perekonomian rakyat yang begitu besar. Muncullah tempat-tempat yang dinamakan Yaik Permai, Yaik Baru, Kanjengan dan Pungkuran.

Akibatnya bangunan induk, yang dipetakan menjadi Johar utara dan tengah pun tertutup seiring menjamurnya jumlah pedagang. Secara estetika, bangunan pun tak terlihat bentuknya. Bertambahnya pedagang menjadikan beban tersendiri pada bangunan itu. Selain itu, karena berusia hampir seabad, secara kualitas bahan mengalami kelelahan.

’’Kalau dulu dihuni sekitar 500-an pedagang, sekarang sudah lebih dari seribu pedagang. Secara konstruksi bangunan pasti akan mengalami demolisi atau perlemahan,’’ ungkap arsitek yang akrab dipanggil Pipie itu.
Dalam konsepnya, supaya bangunan asli tetap terjaga, pedagang pun masih tetap di Johar diperlukan sebuah revitalisasi. Diperlukan penataan lahan untuk memaksimalkan fungsi berdagang.
Dibagi Dari penelitian itu, didapatkan hasil Johar sisi utara dan tengah pedagang campur antara kering (pakaian, elektronik, bahan pecah-belah) dan basah (daging, sayur mayur). Sisi selatan kebanyakan jenis dagangan kering. Inilah yang dalam konsep desainnya wajib ditata. Jumlah pedagang di kawasan itu mencapai 3.227 orang.

Lantas pada Yaik Permai Baru wajib dibongkar. Bangunan itu telah menutupi bangunan asli. Begitu pula dengan Kanjengan dan Pungkuran. Untuk menampung pedagang di sana, di sebelah Johar selatan dibuat bangunan dengan enam lantai.

Secara hitung-hitungan, gedung baru itu mampu menampung pedagang Yaik dan Kanjengan yang mencapai 3.771 orang. Bagi PKL diberikan ruang seluas 1.800 meter persegi yang ada di antara Johar dengan bangunan enam lantai itu. Diperkirakan mampu pula menampung PKL yang ada di Jl Agus Salim. Eks bangunan Yaik, secara konsep bisa dibangun hotel.

Khusus di depan Masjid Kauman disisakan lahan seluas 1.200 meter persegi. Bisa diartikan sebagai ruang terbuka, karena di lokasi itu dulunya adalah alun-alun. Diharapkan warga bisa menikmati maupun kalau ada kegiatan bisa dipusatkan di tempat itu.

Dari sekian konsep itu, ada desain yang menurutnya begitu memiliki nilai secara spritual. Ia menyebutnya lorong spritual. Bangunan itu sebuah lorong untuk menuju Masjid Kauman. Diharapkan di tempat itu tumbuh pedagang pernak-pernik mulai alat kelengkapan shalat, buku-buku agama. ’’Orang yang menuju masjid bisa memperdalam agama dengan buku-buku atau yang lainnya. Saya menyebutnya lorong spritual,’’ kata dia.

Yang jelas konsep Johar itu bisa menjadi lega, tenteram dan nyaman. Pedagang dan pembeli bisa berinteraksi. ’’Kalau mau menjadi manusia, datanglah ke pasar,’’ cetusnya

Sumber Asli : Suara Merdeka
Sumber Poto: PemKot Semarang

Read more.....

Selasa, 08 Juni 2010

Sejumlah Mahasiswa Lakukan Aksi demo di Pilrek Undip

Semarang-Sebanyak 35 mahasiswa dan mahasiswi yang didominasi dari Fakultas hukum Undip, Semarang, melakukan aksi damai, di depan Auditorium Undip di jalan Imam Bardjo, Semarang.

Aksi damai itu dilakukan dalam suasana pemilihan rektor Undip untuk periode 2010-2014, yang diselenggarakan di Ruang Sidang Senat yang letaknya satu gedung dengan Auditorium Undip.


Meskipun tidak menggelar orasi tetapi para mahasiswa tersebut membawa alat peraga demo yang antara lain bertuliskan "Kami Butuh Rektor yang Demokratis, "Kami Butuh Rektor Memperhatikan Aspirasi Arus Bawah", "Jadikan Kampus Sebagai Rumah Kedua Mahasiswa, Kami Menginginkan Undip sebagai kampus rakyat" atau "Kami butuh Rektor berdedikasi tinggi dan Bekerja Nyata untuk Mahasiswa"

Sejumlah mahasiswa yang melakukan demo akhirnya diperbolehkan masuk oleh panitia pemungutan suara ke auditorium saat penghitungan suara tahap I sedang dilakukan.

Menurut Muhammad Nirwan, salah seorang aktivis mahasiswa yang ikut memgamati aksi tersebut sebetulnya aksi damai ini memang ada kecendrungan sudah dirancang sebelumnya. Sementara yang ikut aksi damai itu jumlahnya tidak seberapa 35 mahasiwa.

Nirwan mewakili teman-teman mahasiswa mengharapkan bahwa proses pemilihan rektor seperti ini harus melibatkan mahasiswa, tetapi dilemanya sistem pemilihan rektor yang saat ini masih memakai cara dipilih oleh anggota senat karena masih mengacu pada peraturan menteri Pendidikan Nasional tahun 2008.

Sehingga dalam peraturan tersebut mahasiswa selaku salah satu anggota civitas akademik tidak dilibatkan secara penuh.

Saat berita ini diturunkan penghitungan suara tahap kedua telah selesai dan Prof Sudharto P Hadi, MES, PhD berhasil mengumpulkan suara terbanyak dalam penghitungan tersebut.

Sumber: Suara Merdeka

Read more.....

Prof Dharto Rektor Undip 2010-2014

Semarang-Prof Sudharto P Hadi, MES, Ph D, berhasil memenangi putaran kedua pemilihan rektor Undip dengan mengumpulkan 62 surat suara.

Dari 115 surat suara dari anggota senat yang mengikuti pemilihan Rektor Undip periode 2010-2014, Prof Dr Susilo Wibowo, MS.Med.Sp.And hanya mendapatkan 43 suara, Sedangkan Prof Dr Arief Hidayat SH, MS memperoleh 10 surat suara.


Saat ini berita acara hasil pemilihan rektor sedang dibuat oleh pimpinan sidang, sidang pemilihan rektor ini sendiri berjalan tertutup.

Sumber: Suara Merdeka

Read more.....

Senin, 07 Juni 2010

Bencana dan Tata Ruang

Prof. Sudharto P. Hadi
PADA Hari Lingkungan tahun ini kembali kita merenung tentang berbagai bencana yang melanda negeri ini. Banjir Sungai Citarum yang melanda Bandung Selatan serta Kota dan Kabupaten Karawang mengingatkan peristiwa serupa setahun lalu yang terjadi disepanjang daerah aliran sungai (DAS) Bengawan Solo.

Pemicunya sama yakni kerusakan DAS. Sebanyak 78% dari 718.269 hektare luas total DAS Citarum merupakan hutan rakyat yang rusak karena berubah fungsi menjadi lahan pertanian semusim. Sementara itu dalam skala Pulau Jawa, lebih dari 80% atau 116 dari 141 DAS kondisinya memprihatinkan.

Kalau ditelusuri maka sumber bencana lingkungan adalah tata ruang yang amburadul dan tidak konsisten. Hal itu bisa dicermati dari dua sisi. Pertama; apakah dari awal memang pengalokasian ruang sesuai dengan kondisi lingkungan? Kedua; ketika sudah menjadi dokumen tata ruang apakah diimplementasikan sesuai dengan peruntukannya?



Umumnya tata ruang ditetapkan di belakang meja dan kurang melihat kondisi di lapangan. Penetapan peruntukan penggunaan ruang lebih banyak didasarkan atas kepentingan pertumbuhan ekonomi ketimbang pertimbangan sosial dan lingkungan.

Tata ruang yang menetapkan sebuah kawasan untuk industri misalnya sudah seharusnya dihitung benar daya dukung dan daya tampung lingkungannya. Dua pertanyaan penting yang harus dijawab. Pertama; apakah lahan yang terbentang di kawasan tersebut mampu menopang kegiatan industri-industri yang akan menempati lokasi tersebut.

Kedua; apakah ketersediaan air yang selama ini untuk mensuplai kebutuhan air baku penduduk dan irigasi masih mencukupi untuk kebutuhan industri. Berkaitan dengan daya tampung lingkungan, harus dihitung kemampuan sungai untuk menampung buangan limbah kegiatan industri.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH) Pasal 15 mengamanatkan bahwa pemerintah dan pemda (provinsi, kota, dan kabupaten) wajib melaksanakan kajian lingkungan hidup strategis (KLHS) dalam penyusunan rencana tata ruangnya.
Kajian itu dimaksudkan untuk mengintegrasikan aspek lingkungan dalam pengambilan keputusan pada tahapan awal. Aspek lingkungan memandang bahwa tata ruang merupakan instrumen penting dalam kebijakan pembangunan. Bencana lingkungan seperti banjir, tanah longsor, abrasi, kekeringan yang terus menimpa negeri ini karena kegagalan penataan ruang.

Saat ini hampir semua pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota sedang merevisi tata ruangnya untuk diselaraskan dengan UU Nomor 26 Tahun 2007. Sayangnya penyusunan dilakukan terburu-buru karena hampir semua pemda menargetkan mengesahkanya tahun ini.

Penegakan Hukum

Kondisi ini membawa dua konsekuensi. Pertama; hampir bisa dipastikan tata ruang yang akan disahkan belum menjalankan amanat Undang Tata Ruang dan Lingkungan yakni memasukan aspek daya dukung, daya tampung, dan mengintegrasikan dengan KLHS.

Kedua; proses yang terburu-buru akan menegasikan peran serta masyarakat baik dalam arti keterwakilan ataupun muatan tata ruang yang seharusnya mencerminkan aspirasi dan kepentingan masyarakat. Terbatasnya peran serta masyarakat bisa kita lihat dari penolakan kelompok masyarakat di Kabupaten Pati atas draf tata ruang Provinsi Jawa Tengah (SM, 11/03/10).

Tentu kita perlu mencermati aspek kedua tata ruang yakni penegakan hukum. Ruang yang ditetapkan untuk peruntukan tertentu harus dikawal agar sesuai dengan yang direncanakan. Luasan hutan di DAS Citarum yang hanya 1,4% jelas melampaui daya dukung lingkungan. Tingginya sedimentasi, tingkat pencemaran yang terjadi di lebih dari 70% sungai di Jawa Tengah menjadi indikasi beban yang melebihi daya tampung. Semuanya terjadi karena lemahnya penegakan hukum. Pelanggaran tata ruang sepertinya sudah lumrah terjadi di berbagai tempat.

Ruang yang sebenarnya direncanakan terbuka hijau dengan mudah berubah untuk peruntukan komersial. Contohnya Rencana Induk Kota (RIK) Semarang 1975-2000 menetapkan Mijen untuk perkebunan, peternakan, dan pertanian. Pertengahan 1980-an, belasan pengembang mulai menyulap hutan di daerah perluasan tersebut menjadi perumahan.

Alih fungsi lahan tersebut mengakibatkan daya serap tanah terhadap air terbatas. Air hujan menjadi run off (air larian) yang menggelontor ke Sungai Bringin dan mengakibatkan banjir di Mangunhardjo dan Mangkang Wetan, Kecamatan Tugu. Anehnya perubahan yang tidak sesuai dengan peruntukannya disahkan dengan Perda Rencana Tata Ruang 1995-2000. (10)

Sumber Asli : Suara Merdeka

Read more.....

Design by infinityskins.blogspot.com 2007-2008