tag:blogger.com,1999:blog-24082340711116561442024-02-20T01:17:43.719-08:00karya, pena dan harapansahaja bermaknahttp://www.blogger.com/profile/10307068763225486929noreply@blogger.comBlogger78125tag:blogger.com,1999:blog-2408234071111656144.post-91415534778736874822013-02-28T19:22:00.000-08:002013-02-28T19:51:20.305-08:00Arief Rahman, Doktor baru bidang Teknik <div style="text-align: justify;">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjjVrbfSUCyzJ3aSOWo5QbE2p1rWNk3gqlYa_vzCqI1kd21DJv2AmSZ-oZTbLQGK5Z97uskwneZ1LVC7sHOM10DFO2TPl8eejfY-0dv1jt2cYlqW5ELjZS_fA9GhDw4bjs1I_2kgcjFuVJf/s1600/Arief+Rahman.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjjVrbfSUCyzJ3aSOWo5QbE2p1rWNk3gqlYa_vzCqI1kd21DJv2AmSZ-oZTbLQGK5Z97uskwneZ1LVC7sHOM10DFO2TPl8eejfY-0dv1jt2cYlqW5ELjZS_fA9GhDw4bjs1I_2kgcjFuVJf/s320/Arief+Rahman.jpg" width="269" /></a></div>
<div style="text-align: center;">
<span style="font-size: x-small;"><b><i>Arief Rahman</i></b></span></div>
<div style="text-align: center;">
<span style="font-size: x-small;"><b><i> </i></b></span></div>
</div>
<div style="text-align: justify;">
Program Doktor Teknik Arsitektur dan Perkotaan Undip kembali menelurkan seorang doktor bidang Teknik Arsitektur dan Perkotaan, Rabu 27 Februari 2013. Acara yang bertempat di Gedung Serbaguna Pascasarjana kampus Pleburan tersebut merupakan hajat Fakultas Teknik.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="fullpost" style="text-align: justify;">
Arief Rahman, ST, MT yang juga seorang dosen di Universitas Gunadarma, Depok, berhasil mempertahankan disertasinya yang berjudul “Ruang Adaptasi pada Kawasan Konservasi Braga di Kota Bandung”. Dihadapan Majelis Penguji yang terdiri dari Dr –Ing Ir Gagoek Hardiman (Ketua Sidang), Dr Mussadun, ST, MT (Sekretaris Sidang), Prof Dr Ir Sugiono Soetomo, DEA (Promotor), Dr Ir Eddy Prianto, CES, DEA (Co-Promotor), Prof Bambang Hari Wibisono, PhD (Penguji Eksternal), Prof Dr Nurdien H Kistanto, Dr rer.nat Imam Buchori, Dr Ir Bambang Setioko (Penguji Internal), mahasiswa Angkatan 05 PDTAP ini, lulus dengan IPK 3,78 atau sangat memuaskan.<br />
<br />
Ujian terbuka (Sidang Promosi Doktor) tersebut juga dihadiri tamu undangan baik dari Undip maupun dari luar, diantaranya Dekan Fakultas Teknik, para Staff Pengajar PDTAP, para Ketua Program Magister dan Doktor lingkungan Undip, juga keluarga besar dari Universitas Gunadarma tempat promovendus berdinas.<br />
<br />
Semoga dengan penelitian yang telah dihasilkan ini, merupakan pengkayaan pengetahuan yang mampu menambah hasanah juga manfaat bagi kehidupan kita. Dan semoga juga mampu menjadi pendorong agar terbit peneliti-peneliti yang lain, khususnya bidang ilmu teknik arsitektur dan perkotaan.<br />
<br />
Sumber: <a href="http://dtap.undip.ac.id/index.php/Berita/arief-rahman-doktor-baru-bidang-teknik.html" target="_blank">Website PDTAP Undip </a></div>
sahaja bermaknahttp://www.blogger.com/profile/10307068763225486929noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2408234071111656144.post-5727209332339477442013-02-17T20:09:00.001-08:002013-02-28T20:10:19.318-08:00Seminar Nasional 2013<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjZEU-x5F8BTfYz_ckzPc-PQVGWoM-9XIKuAUdrzELvidaPWxphg2dXzYRSydT8g8Gf8RC5xstZoIv94Faemg1zCNBk3Kik8f0bYaRmW0Ka5eYW3TRElhuopqKIAFpNRElRrnn2nK_GGswT/s1600/Seminar+Nasional.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="213" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjZEU-x5F8BTfYz_ckzPc-PQVGWoM-9XIKuAUdrzELvidaPWxphg2dXzYRSydT8g8Gf8RC5xstZoIv94Faemg1zCNBk3Kik8f0bYaRmW0Ka5eYW3TRElhuopqKIAFpNRElRrnn2nK_GGswT/s400/Seminar+Nasional.jpg" width="400" /></a></div>
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2408234071111656144" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><br /></a><b> </b><br />
<b>NAMA KEGIATAN</b><br />
Seminar Nasional bidang ilmu arsitektur dan perkotaan dengan tema:<br />
"Sustainable Urbanism 2nd, Culture, Social and Technological Approach"<br />
<b><br />
</b><br />
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2408234071111656144" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><br /></a><b>TUJUAN</b><br />
Tujuan dari pengadaan Seminar Nasional ini adalah:<br />
<br />
<ol>
<li>Sebagai wadah diskusi dan tukar pendapat untuk para pakar,
perancang kota, arsitek, peneliti, dan pengamat, mengenai isu
morfologi dan transformasi dalam arsitektur dan perkotaan yang
berkelanjutan.</li>
<li>Sebagai wadah informasi<i> </i>bagi masyarakat umum, pemerhati
kehidupan perkotaan, dan mahasiswa berbagai program studi terkait
(pembangunan wilayah dan kota, arsitektur, sosiologi, demografi,
geografi, dll) untuk membuka wawasan, pengetahuan spesialistik dan
pengkajian mengenai isu dan konsep tentang morfologi<i> </i>dan<i> </i>transformasi dalam arsitektur dan perkotaan.</li>
</ol>
<b><br />
</b><br />
<b>WAKTU PELAKSANAAN</b><br />
Semarang, 28 Februari 2013<br />
Jam, 08.00 WIB sd. Selesai.<br />
<b><br />
</b><br />
<b>TEMPAT</b><br />
Ruang Seminar D.101 Gedung Pascasarjana, Jl. Hayam Wuruk Lantai 1,
Semarang.<b> </b><br />
<b> </b><br />
<b>PEMBICARA KUNCI</b><br />
<b>Prof. Dr. Ir. Sugiono Soetomo, DEA </b><br />
<i>Guru Besar Arsitektur dan Perkotaan Undip</i><br />
<i> </i><br />
<br />
<br />
<br />
<b>PEMAKALAH UTAMA: </b><br />
<b>Edward Endrianto Pandelaki, ST, MT, PhD </b><br />
<i>(Alumni: Kobe University, Japan)</i><br />
<br />
<i> </i><b>Dr. -Ing. Ir. Wisnu Pradoto, MT</b><br />
<i>(Alumni: Technishe Universitat Berlin, Jerman)</i><br />
<br />
<b>MODERATOR</b><br />
Dr. -Ing. Ir. Gagoek Hardiman<br />
Dr. Mussadun, ST, MT<br />
Dr. rer.nat. Imam Bucori, ST<br />
Dr. Ir. Bambang Supriyadi, MSA<br />
<br />
<b> </b><br />
<b>PESERTA</b><br />
Peserta seminar nasional ini meliputi dari berbagai latar belakang peserta, adapun seminar ini ditargetkan untuk:<br />
<ol>
<li>Mahasiswa S2 / S3</li>
<li>Kalangan Akademisi</li>
<li>Arsitek</li>
<li>Arsitek Lanskap</li>
<li>Perencana dan Perancang Kota</li>
<li>Peneliti</li>
<li>Profesional</li>
<li>Kalangan Pemerintah</li>
<li>Masyarakat Umum</li>
</ol>
<b><br />
</b><br />
<b>FORMAT ABSTRAK</b><br />
<ul>
<li>Ukuran A4</li>
<li>Maksimal 250 kata</li>
<li>Font : Times New Roman 10</li>
<li>Spasi single, Italic, Bold</li>
</ul>
<b>FORMAT <i>FULLPAPER</i></b><br />
<ul>
<li>Jenis file : Microsoft Word 2003 atau 2007 (.doc)</li>
<li>Ukuran A4</li>
<li>Font : Times New Roman 11</li>
<li>Spasi single</li>
<li>Margin : Left, Top, Bottom – 3cm, Right-2,5 cm</li>
</ul>
<b><br />
</b><br />
<b>PENGUMPULAN ABSTRAK & <i>FULLPAPER</i></b><br />
Abstrak dan fullpaper mohon dikirimkan ke alamat e-mail :<br />
<a href="mailto:dtap.undip@gmail.com" target="_blank">dtap.undip@gmail.com</a><b> </b>Paling Lambat 20 Februari 2013<b></b><br />
<b><br />
</b><br />
<b>
</b><b>BIAYA SEMINAR</b><br />
Rp. <b>1</b>00.000 Peserta<br />
Rp. 200.000 Peserta dan Pemakalah<br />
Biaya seminar sudah termasuk Seminar Kit (Kumpulan Abstrak, CD Prosiding, Sertifikat, dan Makan Siang)<br />
<b><br />
</b><br />
<b>SEKRETARIAT & <i>CONTACT PERSONS</i></b><br />
Program Doktor Arsitektur dan Perkotaan (PDTAP) Universitas Diponegoro<br />
Jl. Hayam Wuruk No. 5 Lt.3 Semarang (50241)<br />
Telp. 024 – 8412261 / 8412262<br />
Fax. 024 – 8412259<br />
Contact Persons : Linda (085640030176), Anang (085640226327)<br />
<br />sahaja bermaknahttp://www.blogger.com/profile/10307068763225486929noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-2408234071111656144.post-40934637628968778602012-12-18T18:33:00.000-08:002012-12-18T20:19:26.608-08:00Visitasi BAN PT Doktor Arsitektur dan PerkotaanBeberapa waktu yang lalu Program <a href="http://www.dtap.undip.ac.id/" target="_blank">Doktor Teknik Arsitektur dan Perkotaan</a> Undip mendapat kunjungan (visitasi) dari Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi, tepatnya tanggal 6-7 Desember 2012. Dua Assesor yang mewakili tersebut adalah Prof. Dr. Ananto Yudono, M Eng dari <a href="http://www.unhas.ac.id/" target="_blank">Universitas Hasanuddin</a> Makassar dan Dr. Ir. Heru Purboyo dari <a href="http://www.itb.ac.id/" target="_blank">ITB</a> Bandung.<br />
<div class="fullpost">
<br />
Disamping Pengelola Prodi S3 Arsitektur dan Perkotaan Undip pertemuan yang berlangsung di Gedung Pascasarjana kampus Pleburan itu juga dihadiri Rektor <a href="http://www.undip.ac.id/" target="_blank">Universitas Diponegoro</a> Prof Sudharto P Hadi, PhD, Direktur Pascasarjana Undip Prof. Dr. Anies, MKes, Dekan Fakultas Teknik Undip Ir. Bambang Pudjianto, MT, Guru Besar Arsitektur dan Perkotaan Prof. Dr. Sugiono Soetomo dan lain-lain.<br />
<br />
Usai pertemuan dengan para pejabat teras Undip, acara diteruskan dengan mengunjungi fasilitas Program Studi Doktor Teknik Arsitektur dan Perkotaan (PDTAP) di Jl. Hayam Wuruk no. 5-7 lantai 3. Suasana keakraban antara Pengelola, Mahasiswa dan Assesor sangat terlihat. Dialog menjadi harmonisasi tersendiri dalam visitasi ini, karena dalam sesi tersebut bukan hanya diikuti oleh mahasiswa PDTAP saja yang berjumlah kurang lebih empat puluh orang, tetapi juga dihadiri para dosen dan alumninya.<br />
<br />
Harapan dari <a href="http://gagoek-hardiman.blogspot.com/" target="_blank">Dr. Gagoek Hardiman</a> dan Dr. Mussadun yang mewakili pengelola PDTAP, semoga visitasi BAN PT kali ini mampu menjadi nilai positif Program Doktor khususnya Arsitektur dan Perkotaan. Bukan saja dari segi kuantitas jumlah kandidat doktornya, akan tetapi lebih pada kualitas SDM dan terapan ilmu yang dihasilkan bagi kemaslahatan masyarakat luas.<br />
<br />
Sumber: <a href="http://dtap.community.undip.ac.id/2012/12/10/visitasi-ban-pt-doktor-arsitektur-dan-perkotaan/#more-161" target="_blank">Dtap Community Undip</a></div>
sahaja bermaknahttp://www.blogger.com/profile/10307068763225486929noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2408234071111656144.post-51438165668775257102012-11-04T20:35:00.001-08:002012-11-04T20:35:30.066-08:00Rel Ganda dan Kekumuhan<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://www.inkindo-jateng.web.id/wp-content/uploads/2011/08/clip_image002_thumb1.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://www.inkindo-jateng.web.id/wp-content/uploads/2011/08/clip_image002_thumb1.jpg" /></a></div>
<div style="text-align: center;">
<br /></div>
<div style="text-align: center;">
<b><span style="font-size: x-small;">Oleh: Moh Agung Ridlo</span></b></div>
<div style="text-align: center;">
<br /></div>
"Pembangunan rel ganda merupakan kesempatan bagi Pemkot Semarang untuk menertibkan dan menata kawasan tepi rel"<br />
<br />
Terkait dengan kompleksitas persoalan transportasi darat, ada dua solusi untuk mengurai problem kemacetan di jalan raya akibat ketidakseimbangan antara laju pertumbuhan kendaraan bermotor dan panjang/ lebar jalan. Pertama; pengembangan angkutan massal antarkota dan antarprovinsi. Kedua; pengembangan angkutan massal dalam kota.<br />
<br />
<div class="fullpost">
Salah satu pengembangan angkutan massal antarkota dan antarprovinsi, bisa dilakukan lewat pembangunan dan pengembangan jaringan kereta api. Program itu bisa dijabarkan dalam pembangunan rel ganda (double track) dan pengembangan kereta api bawah tanah.<br />
<br />
Saat ini, Kemenhub dan PT KAI (Persero) sedang menyelesaikan pembangunan rel ganda Jakarta-Surabaya. Jalur itu melintasi kawasan permukiman padat di beberapa kota/ kabupaten di pantura Jateng.<br />
<br />
Di Kota Semarang, proyek itu melintasi 26 kelurahan di 8 kecamatan, yakni Kecamatan Tugu, Semarang Barat, Semarang Utara, Gayamsari, Genuk, Semarang Timur, dan Kecamatan Pedurungan. Wilayah kelurahan yang terbanyak dilintasi rel ganda berada di Kecamatan Semarang Tengah, Semarang Utara, dan Semarang Timur.<br />
<br />
Permukiman di koridor rel saat ini adalah rumah kumuh sekaligus ilegal. Warga membangun rumah atau tempat usaha di atas lahan milik KAI Daop IV Semarang tanpa dokumen yang sah. Artinya permasalahan utama antara Stasiun Poncol dan Jrakah adalah menyangkut status lahan yang dipakai warga.<br />
<br />
Pembangunan rel ganda merupakan kesempatan bagi Pemkot Semarang untuk menertibkan dan menata kawasan di sepanjang rel. Mengingat polanya penertiban bukan pembebasan lahan, seyogianya Pemkot mencarikan solusi terbaik bagi warga agar tidak muncul persoalan sosial yang berkelanjutan.<br />
<br />
Pembangunan rel ganda juga bisa menjadi solusi tepat bagi pengurangan kepadatan angkutan orang dan barang. Proyek itu akan mengurangi kemacetan ldan biaya perawatan jalan di pantura Jateng. Diperkirakan pengangkutan banyak beralih lewat kereta, dan berarti ada pengurangan tekanan jalan raya akibat beban truk-truk angkutan barang.<br />
<br />
Selain proyek rel ganda, pembangunan jalur kereta api bawah tanah, perlu menjadi pemikiran terkait perencanaan Kota Semarang di masa mendatang. Tentu utopia ini bukan hal yang tidak mungkin dilaksanakan. Karenanya, tidak ada salahnya mengakomodasi rancangan ini dalam rencana tata ruang.<br />
<br />
Dalam Kota<br />
<br />
Sebagai angkutan massal dalam kota, Pemkot bisa mengembangkan bus city loop (BCL). Moda ini sudah dikembangkan di beberapa kota di Australia, antara lain di Adelaide, Melbourne, dan Sydney, dan pemerintah setempat menyediakan secara gratis untuk melayani warganya.<br />
<br />
Bus itu disediakan untuk terus memutari central business district (CBD), sesuai jadwal orang bekerja (pukul 08.00-17.00). Warga beberapa kota di Australia merasa nyaman karena akses menuju dan dari kota makin mudah, terlebih disediakan secara gratis.<br />
<br />
Untuk kota Semarang misalnya, moda semacam itu bisa melayani jalan protokol di kawasan segi tiga Pemuda-Gajahmada-Pandanaran. Terlebih kawasan itu merupakan central business district, yang punya fungsi mixed-use atau campuran namun lebih cenderung ke fungsi perdagangan dan jasa.<br />
<br />
Pengembangan moda transportasi di kawasan itu bisa menjadikan masyarakat mengurangi penggunaan moda pribadi, beralih menikmati dan memanfaatkan angkutan tersebut. Tentu kebijakan ini perlu dibarengi dengan kebijakan lain seperti area bebas kendaraan bermotor.<br />
<br />
Di samping itu, bisa mengembangkan moda transportasi massal kereta listrik alias trem, yang melayani hingga kawasan penyangga (hinterland).<br />
<br />
Semua pengembangan transportasi itu pada prinsipnya bertujuan mengurangi angka kemacetan dan kecelakaan, selain berdampak pada penghematan, baik mengenai waktu tempuh maupun pemakaian BBM. Namun Pemkot perlu kembali melakukan pengaturan terkait penyediaan tempat parkir, areal untuk pejalan kaki, street furniture, dan penegakan hukum kelalulintasan.<br />
<br />
Sumber: <a href="http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2012/10/20/202833/Rel-Ganda-dan-Kekumuhan" target="_blank">Suara Merdeka </a></div>
sahaja bermaknahttp://www.blogger.com/profile/10307068763225486929noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-2408234071111656144.post-41427817584007476332012-04-12T20:53:00.005-07:002012-04-13T00:41:45.051-07:00UNDIP-Universite de La Rochelle kembangkan Cotutelle<div style="text-align: center;"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://dtap.community.undip.ac.id/files/2012/04/Prof-Louis-Marrou1.jpg"><img style="display: block; margin: 0px auto 10px; text-align: center; cursor: pointer; width: 441px; height: 329px;" src="http://dtap.community.undip.ac.id/files/2012/04/Prof-Louis-Marrou1.jpg" alt="" border="0" /></a><span style="font-style: italic;font-size:78%;" ><span style="font-weight: bold;">Prof Louis Marrou, Prof Sugiono Soetomo, Nur Miladan & Para Staff Aministrasi DTAP</span><br /></span></div><div style="text-align: justify;"><br />Kunjungan Prof Louis Marrou ke Undip kali ini, selain mengisi acara kuliah umum yang diikuti berbagai kalangan mahasiswa, baik sarjana maupun pasca sarjana, beliau juga mengadakan pertemuan yang membahas kerjasama antar universitas. Setelah pada kunjungan sebelumnya (tahun 2006) kerjasama <span style="font-style: italic;">double degree</span> dengan S2 Perencanaan Wilayah dan Kota, kali ini akan berlanjut ke jenjang S3.</div><div style="text-align: justify;" class="fullpost"><br />Program yang lazim disebut <span style="font-style: italic;">Cotutelle</span> ini adalah kerjasama penyusunan disertasi dan pengakuan ijazah bersama antara universitas-universitas di Prancis dengan universitas-universitas dari negara lain. Bagi Doktor Teknik Arsitektur dan Perkotaan (DTAP) bentuk kerjasama seperti ini merupakan Cotutelle yang ke-4 dengan universitas-universitas di Prancis. Sebelumnya DTAP telah mengadakan kerjasama serupa dengan <span style="font-style: italic;">ENSAPB-Universite Paris Est, Universite Paris 7</span> dan <span style="font-style: italic;">ENTPE</span> (Lyon).<br /><br />Pertemuan yang membahas pengembangan <span style="font-style: italic;">Cotutelle</span> tersebut dilakukan pada hari Kamis 5 April 2012 di Program Studi DTAP komplek kampus Undip Pleburan. Hadir dalam pertemuan tersebut Prof Louis Marrou yang mewakili <span style="font-style: italic;">Universite de La Rochelle</span> (Prancis), sementara pihak Undip diwakili oleh Prof Sugiono Soetomo (Guru Besar Arsitektur dan Perkotaan), Dr Gagoek Hardiman (Ketua Program DTAP) serta Nur Miladan (Mahasiswa <span style="font-style: italic;">Joint Degree Doctoral</span>).<br /><br />Sumber: <a href="http://dtap.undip.ac.id/index.php/Berita/undip-universite-de-la-rochelle-kembangkan-cotutelle.html">website S3 Arsitektur dan Perkotaan</a><br /></div>sahaja bermaknahttp://www.blogger.com/profile/10307068763225486929noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2408234071111656144.post-24585704102294002352012-03-13T06:45:00.006-07:002012-03-13T19:11:56.795-07:00Seminar Nasional 2012<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgAyO2PoajouLvqWBKpgkbVXIhk-3QpIKxl0GmnBKYzhszJXxAG79ZczMzBxtLEYZj4HDY3MIRiZsT9ET4LrG0xEy1HWVB-3lCNhn_Bsq2TZGLjZ_iPE5dSFvykkQ_vtXiGFCjxfO-Z3mM_/s1600/seminar+pdtap+undip.jpg"><img style="display: block; margin: 0px auto 10px; text-align: center; cursor: pointer; width: 320px; height: 117px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgAyO2PoajouLvqWBKpgkbVXIhk-3QpIKxl0GmnBKYzhszJXxAG79ZczMzBxtLEYZj4HDY3MIRiZsT9ET4LrG0xEy1HWVB-3lCNhn_Bsq2TZGLjZ_iPE5dSFvykkQ_vtXiGFCjxfO-Z3mM_/s320/seminar+pdtap+undip.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5719568764253032306" border="0" /></a><br /><div style="text-align: justify;"><span style="font-style: italic; font-weight: bold;">"Sustainable Urbanism</span> <span style="font-weight: bold;">Adaptasi Perubahan Ruang Perkotaan Pendekatan Teoritik dan Praktek</span>", demikian tema Seminar Nasional pada Program Doktor Teknik Arsitektur dan Perkotaan Undip. Acara yang di motori mahasiswa angkatan VII ini dilaksanakan pada hari Selasa 13 Maret 2012 di Gedung Serba Guna Magister Ilmu Hukum Jl. Hayam Wuruk No. 5-7 lantai dua.</div><div style="text-align: justify;" class="fullpost"><br /><div style="text-align: justify;">Hadir sebagai Pembicara adalah Prof Sudharto P Hadi, MES, PhD, Prof. Dr Sugiono Soetomo, DEA, Dr Ir Joesron Alie Syahbana, Dr-Ing. Ir Gagoek Hardiman dan juga Dr rer.nat Imam Buchori.<br /><br />Kegiatan Ilmiah yang dimulai pukul 08.00 WIB ini juga dihadiri Pembantu Dekan I dan II Fakultas Teknik Undip. Sementara para peserta kebanyakan berasal dari Mahasiswa dan Dosen, baik S1, S2 ataupun S3 berbagai Perguruan Tinggi. Diantaranya UPI Bandung, Atmajaya Yogyakarta, Unsyiah Banda Aceh dan lain sebagainya.<br /></div></div>sahaja bermaknahttp://www.blogger.com/profile/10307068763225486929noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2408234071111656144.post-12120975295224687302011-12-20T19:12:00.000-08:002011-12-21T22:58:10.340-08:00Kabar dari Paris<div style="text-align: center;"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjfukIQ72MwLAXU1TJo6JiltgQEbGkjSRY3fZEeKOfl6bZ4c-HHCtuVnW2Sqom5dCvbtf5jJ1KImc7LE2NFjPJ9jTZStc5UIu2Ej-SG3MM-vZDT08lzGy0UiJja7f8oR1FojViw91RWiTO3/s1600/396981_2588468829316_1182423483_32366209_1623062108_n.jpg"><img style="display: block; margin: 0px auto 10px; text-align: center; cursor: pointer; width: 240px; height: 320px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjfukIQ72MwLAXU1TJo6JiltgQEbGkjSRY3fZEeKOfl6bZ4c-HHCtuVnW2Sqom5dCvbtf5jJ1KImc7LE2NFjPJ9jTZStc5UIu2Ej-SG3MM-vZDT08lzGy0UiJja7f8oR1FojViw91RWiTO3/s320/396981_2588468829316_1182423483_32366209_1623062108_n.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5688841206147100626" border="0" /></a><span style="font-style: italic; font-weight: bold;font-size:78%;" >Gedung Sejarah Kota Paris</span><br /></div><br /><div style="text-align: center;"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgIRtPaO4wEfLjuPs8125swH8Nw07dyaM2YNtKENJZ_4CE3Bj1Z1f4yWVft5ucm42vmZwaiCMOFXLq7PfsDfttXg67ateQ6blRY7FNsQ4oTGiQxiZpp7sotFvdDBaEPdo94yYPL2vWShuuR/s1600/408640_2588491069872_1182423483_32366226_394273226_n.jpg"><img style="display: block; margin: 0px auto 10px; text-align: center; cursor: pointer; width: 320px; height: 240px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgIRtPaO4wEfLjuPs8125swH8Nw07dyaM2YNtKENJZ_4CE3Bj1Z1f4yWVft5ucm42vmZwaiCMOFXLq7PfsDfttXg67ateQ6blRY7FNsQ4oTGiQxiZpp7sotFvdDBaEPdo94yYPL2vWShuuR/s320/408640_2588491069872_1182423483_32366226_394273226_n.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5688841104450179426" border="0" /></a><span style="font-weight: bold; font-style: italic;font-size:78%;" >kegiatan Ekskursi Lapangan</span><br /></div><br />Ini adalah salah satu kegiatan mahasiswa Joint Degree <a href="http://dtap.undip.ac.id/">DTAP Undip</a>-<a href="http://www.paris-belleville.archi.fr/">ENSAPB</a> Paris. Kegiatan ini disebut Ekskursi Lapangan, mengunjungi Perpustakaan Sejarah Kota Paris.<div class="fullpost"><br />Menurut Nur Miladan (mahasiswa <span style="font-style: italic;">Joint Degree</span>) kegiatan Ekskursi Lapangan sangatlah penting karena termasuk dalam bagian kuliah Metodologi Riset.<br /><div style="text-align: center;"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh2gLxdNu28r2aUabGS6T0Hj3piGkXP8k28wkOX0ZUY7I_CpkX9JQ2ys8QzO-ASD_AbAr8-PI03jpO3JWGBggA4OQNq8OC1gdvJjbpMSGvcJQmXBxyxXTVXVgAqv-Vpo8kPL8uhKipqtfQY/s1600/405333_2588309345329_1182423483_32366170_1415501413_n.jpg"><img style="display: block; margin: 0px auto 10px; text-align: center; cursor: pointer; width: 240px; height: 320px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh2gLxdNu28r2aUabGS6T0Hj3piGkXP8k28wkOX0ZUY7I_CpkX9JQ2ys8QzO-ASD_AbAr8-PI03jpO3JWGBggA4OQNq8OC1gdvJjbpMSGvcJQmXBxyxXTVXVgAqv-Vpo8kPL8uhKipqtfQY/s320/405333_2588309345329_1182423483_32366170_1415501413_n.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5688841349603688274" border="0" /></a><span style="font-style: italic; font-weight: bold;font-size:78%;" >bersama Prof. Charles Goldblum</span><br /></div><div style="text-align: justify;"><br />Selain ekskursi lapangan, masih banyak juga kegiatan lain yang berhubungan dengan studi, diantaranya menghadiri sidang-sidang doktoral. (Photo ini diambil setelah acara sidang doktor Adele Esposito)<br /></div><br /></div>sahaja bermaknahttp://www.blogger.com/profile/10307068763225486929noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2408234071111656144.post-6406947806872135362011-12-18T18:26:00.000-08:002011-12-18T19:13:51.324-08:00Selamat Bu Erni...!<div style="text-align: center;"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://www.undip.ac.id/images/stories/erni.jpg"><img style="display: block; margin: 0px auto 10px; text-align: center; cursor: pointer; width: 114px; height: 166px;" src="http://www.undip.ac.id/images/stories/erni.jpg" alt="" border="0" /></a><a href="http://www.undip.ac.id/images/stories/erni.jpg"><span style="font-weight: bold;font-family:georgia;font-size:78%;" >Erni Setyowati<br /></span></a></div><div style="text-align: center;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Erni Setyowati, Ir, MT dikukuhkan oleh Senat Universitas Diponegoro Semarang sebagai Doktor dalam bidang Teknik Arsitektur dan Perkotaan. Mahasiswi S3 Arsitektur dan Perkotaan Undip yang melakukakan penelitian dengan judul "Model Hubungan Orientasi dan Konfigurasi Blok Bangunan Perumahan Kawasan Bandara terhadap Tingkat Kebisingan" ini, berhasil mempertahankan Disertasinya dihadapan Dewan Senat serta Para Pembimbing dan Penguji.</div><div style="text-align: justify;" class="fullpost"><br /><div style="text-align: justify;">Hasilnya pada tanggal 12 Desember 2011 bertempat di Ruang Prof Ir Soemarman Gedung Pasca Sarjana Undip, Ketua Senat Prof Sudharto P Hadi, MES, PhD mengumumkan kelulusan Erni dengan Predikat sangat memuaskan, dengan IPK 3,75. Selamat Bu Erni, semoga terus berkarya demi kejayaan ilmu pengetahuan dan kemaslahatan masyarakat!.<br /></div><br />Sumber: <a href="http://www.undip.ac.id/images/stories/erni.jpg"></a><a href="http://dtap.undip.ac.id/index.php/Berita/selamat-bu-erni.html">dtap undip</a><br /></div>sahaja bermaknahttp://www.blogger.com/profile/10307068763225486929noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2408234071111656144.post-23642125273378596362011-10-15T00:02:00.000-07:002011-10-15T00:44:03.347-07:00Senat Undip Kukuhkan Doktor<div style="text-align: center;"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhndnuF2TL5v1UfK2lmbUvm3xxnfPBrS5UFTc1R5MVmRp_7dlnTxCoMPDIDraJj_2rvv4k8CDjdNzc0FPhA7zqYwOJPJKt46YsS59W7x3UpGBsXbuFsDc0dgdMuXFxNITNK-nuNpF3s5CXb/s1600/Ismiyati.jpg"><img style="display: block; margin: 0px auto 10px; text-align: center; cursor: pointer; width: 260px; height: 320px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhndnuF2TL5v1UfK2lmbUvm3xxnfPBrS5UFTc1R5MVmRp_7dlnTxCoMPDIDraJj_2rvv4k8CDjdNzc0FPhA7zqYwOJPJKt46YsS59W7x3UpGBsXbuFsDc0dgdMuXFxNITNK-nuNpF3s5CXb/s320/Ismiyati.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5663620058635073730" border="0" /></a><span style="font-style: italic; font-weight: bold;font-family:arial;font-size:78%;" >Dr Ir Ismiyati, MS</span><br /><br /></div><div style="text-align: justify;">Beberapa waktu lalu, tepatnya tanggal 29 September 2011, Program Pascasarjana Undip menggelar hajatan akademik, yang lumrah disebut sebagai Sidang Terbuka Doktor. Acara yang dimotori Senat Universitas tersebut, mengukuhkan seorang doktor dalam bidang Teknik Arsitektur dan Perkotaan.</div><div style="text-align: justify;" class="fullpost"><br /><div style="text-align: justify;">Dr Ir Ismiyati, MS resmi menyandang gelar doktor setelah disertasinya yang berjudul "Mobilitas Transportasi dikaitkan dengan Pemilihan Tempat Tinggal di Kawasan Pinggiran Kota Semarang" berhasil dipertahankan di hadapan Para Penguji. Diantaranya adalah Prof Dr Sugiono Soetomo (Promotor), Dr Ir Bambang Riyanto (Co-Promotor), Prof Sudharto P Hadi, PhD (Ketua Senat), Prof Ir Sunarso (Sekretaris Senat), Prof Dr Anies (Direktur Pasca), Dr Ir Poernomosidhi (Penguji Eksternal), Prof Ir Eko Budihardjo (Penguji Internal),Dr Ir Joesron Aliesyahbana (Penguji Internal), dan Dr rer.nat Imam Buchori (Penguji Internal).<br /></div></div>sahaja bermaknahttp://www.blogger.com/profile/10307068763225486929noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2408234071111656144.post-34702977260378376902011-08-08T21:14:00.000-07:002011-08-08T23:59:53.388-07:00Kota Tanpa Masa Depan<div style="text-align: center;"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://jakartapedestrian.files.wordpress.com/2011/08/0519175p.jpg"><img style="display: block; margin: 0px auto 10px; text-align: center; cursor: pointer; width: 375px; height: 412px;" src="http://jakartapedestrian.files.wordpress.com/2011/08/0519175p.jpg" alt="" border="0" /></a>
<br /></div>
<br />Jakarta, Kompas – Selama 25 tahun ini, Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, dan Cianjur berkembang pesat. Selain mencakup 3 provinsi, 10 kota, dan 5 kabupaten, juga berkembang 25 ”kota” baru. Namun, ketidaksinkronan penataan ruang wilayah terus terjadi.<div class="fullpost">
<br />
<br />Defisit daya dukung lingkungan pun terjadi. Kegelapan membayangi masa depan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, dan Cianjur (Jabodetabekpunjur).
<br />
<br />Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, Jabodetabekpunjur pada 2010 dihuni 29.842.692 jiwa, naik sekitar 4 juta orang dibandingkan dengan tahun 2005. Sebanyak 9,5 juta jiwa di Jakarta, sekitar 6 juta orang di Bogor, 1,7 juta orang di Depok, 5,9 juta orang di Tangerang, 5 juta orang di Bekasi, dan sisanya, sekitar 1,7 juta jiwa, di Cianjur.
<br />
<br />Nilai telapak ekologis (ecological footprint) wilayah di Jabodetabek, menurut Direktur Jenderal Penataan Ruang Kementerian Pekerjaan Umum Imam S Ernawi, sudah jauh lebih besar dibandingkan dengan nilai biokapasitasnya. Defisit telapak ekologis di Jakarta, misalnya, mencapai 13,35 juta global per hektar.
<br />
<br />”Masyarakat telah memakai sumber daya alam lebih besar dibandingkan dengan kapasitas alam untuk menyediakannya,” kata Imam, Kamis (28/7).
<br />
<br />Kota-kota metropolitan di dunia sebenarnya juga mengalami defisit telapak ekologis cukup parah. Namun, kota besar di dunia, seperti Tokyo di Jepang atau kawasan lain di Eropa dan Amerika, mengimbanginya dengan kebijakan dan penerapan teknologi modern untuk menghemat air bersih, memanfaatkan limbah, hingga menyediakan kawasan hijau guna mencukupi kebutuhan warganya, sekaligus menjamin keberlangsungan kelestarian lingkungan.
<br />
<br />Persoalan mendasar yang dihadapi Jabodetabekpunjur adalah pengaturan tata kelola wilayah yang masih sangat spasial di tingkat pusat hingga kota/kabupaten. Lihat saja kontroversi Rancangan Keputusan Presiden tentang Penetapan Wilayah Sungai. Ada rencana memecah kawasan Sungai Cidanau-Ciujung-Cidurian-Ciliwung-Cisadane-Citarum yang selama ini menjadi satu kesatuan menjadi tiga wilayah sungai, yaitu Cidanau-Ciujung-Cidurian, Ciliwung-Cisadane, dan Citarum.
<br />
<br />Jika disahkan, keputusan presiden itu akan menyebabkan Jakarta hanya bisa mendapat pasokan air dari Ciliwung-Cisadane. Air di Waduk Jatiluhur yang menginduk pada Sungai Citarum tak lagi bisa diperoleh. Padahal, selama ini Jatiluhur turut memasok air baku ke Jakarta. Itu baru salah satu masalah besar.
<br />
<br />Gesekan kecil antarprovinsi atau antarkota telah lama tepercik. Sebut saja tarik ulur masalah penanganan sampah di Kota Tangerang Selatan dan Kabupaten Tangerang. Di Jakarta juga, setidaknya selama lima tahun terakhir, 7-8 persen dari 6.594,7 ton total volume sampah per hari tak terangkut karena keterbatasan armada truk pengangkut dan kapasitas pengolah sampah di tempat pembuangan akhir. Akibatnya, sampah teronggok di permukiman, di saluran air, sampai di badan sungai.
<br />
<br />Persoalan bertambah parah ketika rencana pembuatan tempat pembuangan sampah terpadu di Ciangir, Tangerang, terus tertunda karena belum ada kata sepakat antara Jakarta dan Kabupaten Tangerang.
<br />
<br />Menurut Suryono Herlambang, Ketua Jurusan Perencanaan Kota dan Real Estat Universitas Tarumanagara, problem makin memerangkap Jabodetabek akibat tidak adanya kerangka pengembangan sistem transportasi publik yang jelas.
<br />
<br />”Ketika negara lain berlomba mengembangkan jaringan kereta api, moda paling tepat, praktis, murah, dan berdaya angkut besar, layanan kereta api di Jabodetabek cenderung memburuk,” kata Suryono.
<br />
<br />Kota-kota baru yang bermunculan di poros barat-timur-selatan Jakarta akhirnya mengandalkan jalan tol sebagai sarana utama mobilitas. ”Setiap kota baru buka pintu tol baru. Saya rasa ada penyimpangan aturan di sana karena seharusnya ada aturan jarak tertentu untuk setiap pintu tol,” katanya.
<br />
<br />Penyimpangan kota baru
<br />
<br />Sejak tahun 1992 hingga 2011 tumbuh sedikitnya 25 kota baru di sekitar Jakarta. Kota-kota baru itu banyak tersebar di Tangerang, yaitu di Serpong dan Bintaro, juga di kawasan Puncak, hingga di Depok, Bogor, serta Bekasi. Kota baru ini mengusung fungsi sendiri-sendiri, sebagai hunian, kota industri, kota jasa dan niaga, hingga resor.
<br />
<br />Dalam Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman serta UU No 24/1992 tentang Penataan Ruang, menurut Direktur Perkotaan Direktorat Jenderal Penataan Ruang Kementerian PU Josseair Lubis, kota mandiri yang dikembangkan swasta justru untuk mengurangi beban kota induk, yakni Jakarta.
<br />
<br />Namun, menurut praktisi pengembangan perumahan Real Estat Indonesia, Hari Ganie, belum pernah ada upaya mengevaluasi kota-kota baru swasta itu tumbuh sesuai dengan fungsi awal atau tidak setelah 25 tahun berjalan.
<br />
<br />Hari merasa keberadaan kota baru sesungguhnya memberi manfaat nyata, mengalihkan arus urbanisasi ke Jakarta, muncul pusat-pusat pertumbuhan baru, membantu pemerintah mengatasi kebutuhan perumahan, dan kelengkapan fasilitas di tiap kota baru. Seharusnya, dalam perkembangan selanjutnya, hal ini diikuti kebijakan menahan laju pembangunan di Jakarta. Namun, pembangunan perumahan dalam wujud apartemen, kawasan komersial seperti pusat perbelanjaan, dan perkantoran terus dipacu di Jakarta.
<br />
<br />Imam S Ernawi mengakui, di aturan tata ruang yang lama memang masih banyak kelemahan karena baru mengarahkan perencanaan, belum pada tataran implementasi dan pengawasan.
<br />
<br />Imam berharap dengan adanya UU No 26/2007 tentang Penataan Ruang, pengganti UU serupa tahun 1992, rencana tata ruang wilayah 2010-2030 di tingkat nasional, provinsi, atau kabupaten/kota menjadi lebih baik. Namun, sampai kini, banyak provinsi, kabupaten, atau kota belum menyelesaikannya, termasuk di wilayah Jabodetabekpunjur.
<br />
<br />Adanya kepemimpinan yang tegas, mulai bupati, wali kota, gubernur, hingga presiden, menurut Guru Besar Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan Institut Teknologi Bandung Tommy Firman, juga sangat penting agar pembangunan kota tidak berjalan sendiri-sendiri. ”Tidak perlu regulasi baru lagi. Namun, butuh ketegasan untuk mengimplementasikan peraturan yang ada,” katanya.
<br />
<br />Sumber: <a href="http://cetak.kompas.com/read/2011/08/01/05163099/Kota.Tanpa.Masa.Depan">Kompas</a>
<br /></div>sahaja bermaknahttp://www.blogger.com/profile/10307068763225486929noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-2408234071111656144.post-46050848235477889172011-07-15T00:28:00.000-07:002011-07-15T00:37:20.749-07:00Kearifan Lokal Menata Solo<div style="text-align: center;"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://dtap.undip.ac.id/images/stories/bambang%20setioko.jpg"><img style="display: block; margin: 0px auto 10px; text-align: center; cursor: pointer; width: 314px; height: 355px;" src="http://dtap.undip.ac.id/images/stories/bambang%20setioko.jpg" alt="" border="0" /></a><span style="font-style: italic; font-weight: bold;font-size:78%;" >Oleh: <a href="http://dtap.undip.ac.id/index.php/data-alumni.html">Dr. Ir. Bambang Setioko, M. Eng</a></span> <span style="font-size:78%;">(Dosen Pengajar <a href="http://dtap.undip.ac.id/">Arsitektur dan Perkotaan Undip</a>)</span><br /><br /><br /></div><div style="text-align: justify;">KOTA dapat dianalogikan sebuah organisme, yang lahir, tumbuh, dan berkembang, menurun dan kemungkinan mati (Kostof, Spiro. 1991). Walaupun tahap akhir dari peradaban kota belum diketahui secara pasti, gejala menuju arah itu sudah bisa dirasakan.</div><div style="text-align: justify;" class="fullpost"><br />Kota bisa mengalami kerusakan patologis seperti sakit dan menjadi decay (busuk). Munculnya permukiman kumuh merupakan gambaran terinfeksinya sebagian dari urban fabrics-nya. Di sisi lain pesatnya pertumbuhan urban sprawl di kawasan pinggiran kota dapat dianalogikan sebagai sel-sel yang berkembang pesat tak terkendali, lepas dari kontrol metabolisme tubuh, bak tumor ganas. Untuk menyelamatkannya kadang diperlukan tindakan radikal, meskipun menyakitkan kemungkinan besar menyembuhkan.<br /><br />Banyak orang beranggapan bahwa pertumbuhan kota adalah sebuah fenomena universal dan kasat mata. Namun sejatinya fenomena itu dibentuk oleh banyak faktor yang berbeda di tiap negara; bahkan kombinasi variabel di satu kotapun banyak yang tidak sama, hampir mustahil digeneralisasikan. Contohnya, meskipun kota-kota di Asia secara visual mirip, karakter awal pertumbuhannya sangat berbeda. Kota-kota di Asia Selatan (seperti India) dibangun untuk kepentingan administrasi pemerintahan atau sebagai kota pelabuhan, sedangkan kota-kota di Asia Tenggara dikembangkan sebagai kota perdagangan dan pusat kotanya terdiri atas pasar dan kawasan perdagangan.<br /><br />Bentuk fisik kotanya merupakan campuran model spesifik kota koloni. Pada era kolonial, tata guna tanah didominasi oeh kawasan campuran, meskipun terlihat adanya perbedaan mencolok antara sektor kota yang dihuni oleh etnis Barat dan pribumi. Pusat kotanya mirip kawasan pusat perdagangan di kota model Barat, namun kawasannya terbagi oleh etnis pedagang China, India, dan Eropa.<br /><br />Kawasan pinggiran merupakan lokasi permukiman kumuh, bercampur dengan industri dan kegiatan pertanian. Secara visual perbedaan antara kawasan perdesaan dan perkotaan terasa kabur.<br />Karena kota adalah sebuah organisme yang khas sehingga penyembuhan berbagai macam penyakit kota tidak bisa ditulis dalam satu resep untuk diimplementasikan secara umum. Diagnosis penyakit kota seharusnya bertolak dari dalam tubuh kota itu sendiri, tidak menggunakan model ideal cities versi Barat yang dalam khasanah ilmu perancangan kota jumlahnya sangat banyak dan beragam.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Penataan Kota Solo</span><br /><br />Cara tepat untuk mendiagnosis penyakit yang mengganggu pertumbuhan sebuah kota haruslah diawali dengan mengenali secara historis fenomena sosial di dalam kota itu, melupakan definisi-definisi yang berlaku umum, dan mulai dengan perspektif untuk menghargai kearifan lokal, dengan lebih menonjolkan keanekaragaman kota yang memang melekat dan menjadi ciri jati dirinya.<br /><br />Cara pandang ini amat dibutuhkan bila berbicara tentang fenomena perkotaan di negara berkembang.<br />Pengamatan sementara terhadap fenomena keberhasilan Surakarta dalam menata dan membangun kotanya, sedikit banyak dilakukan dengan berbasis semangat kearifan lokal. Pemecahan persoalan kota dengan pendekatan budaya sering dilakukan oleh Wali Kota Jokowi. Pemindahan PKL diawali dengan kirab budaya. Acara ritual berupa selamatan dilakukan sebagai rangkaian awal dalam merelokasi perumahan penduduk di bantaran sungai.<br /><br />Berbagai acara budaya lain yang berciri indigenious juga dipakai sebagai sarana dalam upaya untuk melakukan berbagai bentuk penertiban kehidupan kota, adalah contoh contoh pemanfaatkan kearifan lokal yang dilakukan secara tepat dan terukur. Gejolak dan perlawanan dapat dihindari karena tujuan penataan dan pembenahan kota berhasil ditransformasikan dalam bentuk upaya bersama untuk membangun local value yang akan mengerucut menjadi kebutuhan warga untuk mengartikulasikannya.<br /><br />Nilai-nilai lokal yang terbangun bukan hanya dipahami oleh penguasa kota melainkan sudah menjadi milik semua warga kota tersebut. Kota berkembang karena kekuatan dan keunikan warganya, tidak semata-mata dari gagasan ideal perencananya yang kadang sarat dengan kepentingan tertentu. Pembangunan dan penataan kota akan berhasil jika nilai-nilai lokal sudah menjadi kebutuhan semua warga kota itu.<br /><br />Sumber: <a href="http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2011/07/04/151304/Kearifan-Lokal-Menata-Solo-">Suara Merdeka</a><br /></div>sahaja bermaknahttp://www.blogger.com/profile/10307068763225486929noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2408234071111656144.post-41577898895454474262011-05-31T00:01:00.000-07:002011-07-15T00:40:07.143-07:00ARSITEKTUR DALAM PERUBAHAN KEBUDAYAAN<div style="text-align: center;">Oleh:<br /><span style="font-weight: bold;">Agung Budi Sardjono, Eko Budihardjo, Galih Widjil Pangarsa, Eddy Prianto</span><br /></div><br /><span style="font-style: italic;">ABSTRAK</span><br /><br /><span style="font-style: italic;">Tulisan ini merupakan kajian mengenai perubahan arsitektur sebagai bagian dari perubahan kebudayaan pada masyarakat tertentu dengan mengambil kasus Rumah Tradisional di Kota Lama Kudus. Arsitektur sebagai artefak kebudayaan berperan penting dalam memberikan ciri kebudayaan setempat, namun ketika kebudayaan masyarakat kemudian berkembang, apakah artefaknya juga akan mengikuti perkembangan tersebut?. Tulisan ini membahas tentang kebudayaan, kaitannya dengan arsitektur dan bagaimana perubahannya pada masyarakat pesisir Jawa, khususnya Kudus.</span><div class="fullpost"><br /><br /><br /><span style="font-style: italic;">Kebudayaan merupakan keseluruhan gagasan, karya serta hasil karya manusia yang dicapai melalui ‘belajar’. Kebudayaan juga merupakan hasil adaptasi manusia terhadap lingkungannya. Sebagai hasil belajar dan beradaptasi, kebudayaan akan terus berubah mengikuti perkembangan jaman. Dari nilai-nilai kebudayaan yang berkembang tersebut terdapat unsur-unsur yang yang berkembang secara cepat, adapula yang berkembang secara lambat, menjadi tradisi. Kebudayaan tradisional meskipun berkembang namun tetap mempertahankan karakter intinya yang diturunkan antar generasi. Kebudayaan yang mentradisi menjadi karakter kuat suatu masyarakat pada tempat tertentu, salah satunya akan terlihat pada artefaknya, arsitektur tradisional.</span><br /><br /><span style="font-style: italic;">Kebudayaan masyarakat Kudus merupakan bagian dari kebudayaan pesisiran Jawa. Satu ragam kebudayaan Jawa yang berkembang di kota-kota perdagangan di pantai utara Jawa.</span><br /><span style="font-style: italic;">Kudus dikenal sebagai masyarakat pedagang santri. Perkembangan kebudayaan masyarakat Kudus dari sejarah berdirinya sampai saat ini sangat dinamis dan menarik dipelajari. Sebagaimana kebudayaannya yang khas, bentukan arsitektur permukiman masyarakat Kudus menunjukkan ciri yang kuat, baik pada tata lingkungan permukiman, kelompok rumah sampai pada elemen bangungan rumah tinggalnya. Ciri yang kuat pada arsitektur tradisional rumah tinggal masyarakat Kudus tak pelak mencerminkan Kebudayaannya yang khas pula. Dengan merujuk pada data sejarah kota Kudus dan mencermati artefak yakni arsitektur rumah tradisional Kudus, dicoba diinterpretasikan tahapan perkembangan arsitektur dalam perubahan kebudayaan masyarakat Kudus.</span><br /><br /><span style="font-style: italic;">Kata kunci: Perubahan, Kebudayaan, Arsitektur Tradisional, Masyarakat Kudus</span><br /><br />A. PENDAHULUAN<br /><br />1. Latar Belakang<br /><br />Arsitektur tradisional merupakan salah satu bentuk kekayaan kebudayaan bangsa Indonesia. Keragaman Arsitektur tradisional yang tersebar di bentang kawasan Nusantara menjadi sumber ilmu pengetahuan yang tiada habis-habisnya. Arsitektur tradisional di setiap daerah menjadi lambang kekhasan budaya masyarakat setempat. Sebagai suatu bentuk kebudayaan arsitektur tradisional dihasilkan dari satu aturan atau kesepakatan yang tetap dipegang dan dipelihara dari generasi ke generasi. Aturan tersebut akan tetap ditaati selama masih dianggap dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakat setempat.<br /><br />Pada masa sekarang dimana modernisasi serta globalisasi demikian kuat mempengaruhi peri kehidupan dan merubah kebudayaan masyarakat, masihkan aturan-aturan yang bersumber dari<br />kebudayaan setempat tersebut diikuti?. Adalah suatu kondisi alamiah bahwa suatu kebudayaan pasti akan mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Namun perubahan yang diinginkan adalah perubahan yang tetap memelihara karakter inti dan menyesuaikannya dengan kondisi saat ini. Sehingga tetap terjaga benang merah masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang.<br /><br />Masyarakat Kudus mungkin merupakan satu kelompok masyarakat yang sampai saat ini masih memegang ciri kebudayaannya sebagai masyarakat pedagang santri dalam kehidupan kesehariannya. Mata pencaharian sebagai pedagang atau pengusaha serta kesalehannya sebagai umat muslim sangat mewarnai kehidupannya. Karakter kebudayaan yang khas tersebut juga ditemui pada rumah tradisionalnya yang biasa disebut Joglo Pencu. Pada saat ini rumah pencu tersebut sudah mulai jarang ditemui. Sebagian hilang karena di dijual, sebagian berubah karena rusak atau karena mengikuti model dan material baru. Adalah satu hal yang menarik mengetahui gambaran masyarakat Kudus dibalik kemegahan bentuk fisik rumah tinggalnya serta perkembangannya dari masa ke masa.<br /><br />2. Kebudayaan<br /><br />Kebudayaan mempunyai arti yang sangat luas dan pengertiannya tergantung dari bidang, tujuan bahasan atau penelitian tentang kebudayaan tersebut dilakukan. Terdapat konsep kebudayaan yang bersifat materiel, yang dilawankan dengan kebudayaan yang bersifat idiel atau konsep yang mencakup keduanya. A. Kroeber & C. Kluchkohn (dalam Poerwanto, 1997) secara lengkap menyatakan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan pola-pola tingkah laku dan bertingkah laku, eksplisit maupun implisit yang diperoleh melalui simbol yang akhirnya mampu membentuk sesuatu yang khas dari kelompok-kelompok manusia, termasuk perwujudannya dalam benda-benda materi. Seperti halnya dinyatakan Koentjaraningrat (2005) bahwa kebudayaan adalah keseluruhan gagasan dan karya manusia yang didapatkannya melalui belajar. Dengan mengkaji lingkungan alam tempat tinggalnya, menyesuaikan diri dan mencoba menarik manfaatnya.<br /><br />Menurut wujud atau bentuknya kebudayaan dibagi dari yang abstrak sampai ke yang kasat. JJ. Honigman dalam Koentjaraningrat (2005) membagi wujud kebudayaan tersebut dalam 3 bagian, yakni: Sistem Kebudayaan (Cultural System) yang bersifat abstrak berupa nilai atau pandangan hidup, Sistem Sosial (Sosial system) yang berupa pola kegiatan yang sifatnya lebih konkrit serta Kebudayaan Fisik (Physical Culture) berupa peralatan, perabot dan bangunan yang sifatnya paling konkrit. Masing-masing bentuk kebudayaan tersebut berkaitan erat satu sama lain.<br /><br />Pada semua kebudayaan terdapat unsur-unsur yang selalu ada yang dikategorikan dalam tujuh unsur kebudayaan meliputi: Sistem Religi dan Upacara Keagamaan, Sistim dan Organisasi Kemasyarakatan, Sistem Pengetahuan, Bahasa, Kesenian, Sistem Mata Pencaharian serta Sistem<br />Teknologi (Kluckhohn dalam Koentjaraningrat, 2005). Unsur budaya tersebut merujuk pada macam atau tema kebudayaan. Sifat unsur kebudayaan tersebut universal, artinya pada kebudayaan apapun ketujuh unsur tersebut ada, hanya komposisinya saja yang akan berbeda. Komposisi inilah yang akan memberikan karakter pada suatu kebudayaan.<br /><br />3. Perubahan Kebudayaan<br /><br />Budaya sebagai sebuah sistem tidak pernah berhenti tetapi mengalami perubahan dan perkembangan, baik karena dorongan-dorongan dari dalam maupun dari luar sistem tersebut. Perubahan ini logis terjadi karena aspek proses adaptasi dan belajar manusia sehingga selalu menuju pada tataran serta tuntutan yang lebih baik. Dengan perubahan tersebut waktu dalam arti masa dan kesejarahan menjadi faktor yang perlu diperhitungkan.<br /><br />Dalam perkembangannya, akibat perpindahan atau hubungan antar masyarakat dalam berbagai<br />kegiatan, persinggungan bahkan percampuran antara kebudayaan satu dengan kebudayaan yang lain tidak akan terhindarkan. Proses pertemuan dua kebudayaan yang berbeda menyebabkan terjadinya akulturasi dan asimilasi (Poerwanto, 1997). Akulturasi terjadi ketika kelompok-kelompok individu yang memiliki kebudayaan yang saling berbeda berhubungan langsung dan intensif sehingga kemudian menyebabkan perubahan pola kebudayaan pada salah satu atau kedua kebudayaan tersebut (Syam, 2005). Syam menyebutkan bahwa akulturasi lebih merupakan pengkayaan suatu kebudayaan tanpa merubah ciri awal kebudayaan tersebut. Asimilasi adalah proses peleburan kebudayaan dimana satu kebudayaan dapat menerima nilai-nilai kebudayaan yang lain dan menjadikannya bagian dari perkembangan kebudayaannya (Park dan Burgess dalam Poerwanto, 1997).<br /><br />Rapoport (1994) menyebut akulturasi ini sebagai salah satu bentuk kebudayaan berkelanjutan (Cultural Sustainability) yang merupakan upaya suatu kebudayaan agar dapat bertahan. Rapoport, menyatakan, walaupun suatu kebudayaan pasti berubah, yang diharapkan adalah sebuah perkembangan, dengan tetap mempertahankan karakter dari kebudayaan tersebut. Perubahan lebih merupakan adaptasi terhadap tuntutan dan tatangan baru agar kebudayaan tersebut dapat tetap hidup. Dengan demikian ada bagian-bagian yang tetap eksis dan menjadi ciri kuat dari kebudayaan tersebut serta ada bagian-bagian yang berubah menyesuaikan perkembangan jaman (continuity and change). Unsur-unsur yang tetap dipertahankan dan diturunkan antar generasi menjadi tradisi kebudayaan.<br /><br />4. Arsitektur Dalam Perubahan Kebudayaan<br /><br />Dalam membahas arsitektur, terdapat tiga aspek yang sangat terkait di dalamnya, yakni contend, container dan context. Contend menyangkut isi, yakni manusia sebagai penghuni dengan segala aktifitas dan kebudayaanya. Container menyangkut wadah, bentuk fisik, lingkungan binaan atau bangunan yang mewadahi kegiatan manusia tersebut. Context menyangkut tempat, lingkungan alam dimana wadah dan isinya berada. Perubahan diantara ketiganya akan menyebabkan berubah pula yang lain.<br /><br />Dalam hal perubahan budaya, bentuk perubahan lingkungan permukiman tidak berlangsung spontan dan menyeluruh, tetapi tergantung pada kedudukan elemen lingkungan tersebut dalam sistern budaya (sebagai core atau sebagai peripheral elemen). Hal ini mengakibatkan adanya, elemen-elemen yang tidak berubah serta ada elemen-elemen yang berubah mengikuti perkembangan. Elemen yang tetap akan menjadi ciri khas dan pengenal dari arsitektur suatu daerah pada skala yang luas, sementara elemen yang berubah akan menjadi farian dan keragaman pada lingkup atau daerah yang lebih kecil.<br /><br />Arsitektur sebagai wujud nyata kebudayaan dapat dipastikan akan ikut terimbas mana kala kebudayaan sebagai suatu sistem keseluruhan mengalami perubahan. Bahkan sebagai bentuk kebudayaan yang kedudukannya paling luar, arsitektur merupakan bentuk kebudayaan yang paling rentan berubah. Sebagai bentuk adaptasi, perubahan-perubahan bentuk arsitektur tersebut akan mewakili kondisi kebudayaan pada saat itu, yang apabila dirangkaikan akan dapat bercerita tentang sejarah suatu kebudayaan.<br /><br />5. Arsitektur Tradisional<br /><br />Arsitektur sebagai produk kebudayaan akan mencerminkan peradaban masyarakat setempat. Pada kebudayaan yang bertahan karena nilai-nilainya tetap dipegang dan diturunkan antar generasi, akan tercermin pada tampilan arsitektur lingkungan binaannya. Wujud fisik kebudayaannya dikenal sebagai arsitektur tadisional. Arsitektur tradisional kerap dipadankan dengan Vernakular Architecture, Indigenous, Tribal (Oliver dalam Martana, 2006), Arsitektur Rakyat, Anonymus, Primitive, Local atau Folk Architecture (Papanek dalam Wiranto, 1999). Juga disebut sebagai Arsitektur Etnik (Tjahjono,1991). Istilah-istilah tersebut diatas saling terkait dan pada penggambarannya sulit dipisahkan satu sama lain. Beberapa persamaannya adalah karakter spesifik yang merujuk pada budaya masyarakat, keterkaitan yang dalam dengan lingkungan alam setempat (lokalitas), serta bersumber dari adat yang diturunkan antar generasi dengan perubahan kecil.<br /><br />Menurut Oliver (2006) arsitektur vernakular (dalam bahasan ini akan disebut sebagai arsitektur<br />tradisional) dibangun oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan khusus dalam pandangan hidup masing-masing masyarakat. Kebutuhan khusus dari nilai-nilai yang bersifat lokal ini menimbulkan keragaman bentuk antar daerah. Kekhasan dari masing-masing daerah tergantung dari respon dan pemanfaatan lingkungan lokalnya yang mencerminkan hubungan erat manusia dan lingkungannya (man & enfironment). Jadi keragaman arsitektur tradisional mencerminkan besarnya fariasi budaya dalam luasnya spektrum hubungan masyarakat dan tempatnya. Karakter kebudayaan dan konteks lingkungannya menjadi fokus bahasan arsitektur tradisional. Nilai-nilai yang cocok dan dapat memenuhi kebutuhan dipertahankan dan menjadi tradisi yang diturunkan dari ayah ke anak. Tradisi ini akan tetap dipertahankan bila mempunyai makna, baik praktis maupun simbolis.<br /><br />B. KEBUDAYAAN PESISIRAN JAWA: KUDUS<br /><br />1. Kebudayaan Jawa<br /><br />Kebudayaan Jawa merupakan bagian dari rangkaian lebih kurang 500 kebudayaan daerah yang menyusun kebudayaan Nusantara. Wilayah kebudayaan Jawa meliputi Jawa Tengah dan Jawa Timur, tidak termasuk daerah Pasundan di Jawa Barat serta Madura di Jawa Timur. Secara umum kebudayaan Jawa dikenal sebagai kebudayaan yang berkembang di lingkungan keraton di pedalaman Jawa yakni Keraton di Yogyakarta dan Surakarta (Koentjaraningrat, 1984). Kebudayaan Jawa merupakan kebudayaan aristokratis (kerajaan) dengan latar kehidupan agraris (pertanian). Dalam aspek religi masyarakat Jawa adalah masyarakat yang sebagian besar beragama Islam Sinkretik, yang sudah bercampur dengan agama Hindu, Budha serta kepercayaan setempat (Geertz, 1960). Pandangan Hidup orang Jawa menekankan pada ketentraman batin, keselarasan dan keseimbangan. Sikap narimo, menempatkan individu di bawah masyarakat dan masyarakat di bawah alam semesta (Mulder, 1984). Masyarakat Jawa hanya mengenal dua stratifikasi masyarakat yakni Penggede serta Wong Cilik (Castless, 1982). Dalam interaksinya, Penggede menjadi golongan yang superior yang dilayani dan disembah oleh Wong Cilik. Bahasa Jawa bertingkat-tingkat sebagaimana masyarakatnya. Penggunaan jenis bahasa dalam pembicaraan tergantung pada siapa lawan bicaranya serta dalam konteks apa pembicaraan tersebut berlangsung (Suseno, 1991).<br /><br />Dalam bentukan arsitektur rumah tradisional terdapat farisasi bentuk yang dibedakan menurut atapnya. Dari yang paling sederhana, yakni: Panggang Pe, Kampung, Limasan, Joglo dan Tajug. Diantara bentuk-bentuk rumah tersebut Joglo merupakan bentuk yang paling utama, biasa digunakan pada rumah-rumah para bangsawan. Atap Tajug tidak diperuntukkan untuk atap rumah karena hanya digunakan untuk makam, dan bangunan peribadatan. Dalam membangun rumahnya masyarakat Jawa banyak melihat pada strata sosialnya. Nilai-nilai budaya Jawa seperti pembagian dua (dualitas) serta pemusatan (sentralitas) terungkap dalam bentukan fisik serta keruangan rumah Jawa, terutama pada rumah Jawa Tipe Joglo (Tjahjono, 1989).<br /><br />Kebudayaan Jawa sendiri menurut Koentjaraningrat bukan merupakan kebudayaan yang tunggal (Koentjaraningrat, 1984). Koentjaraningrat membagi kebudayaan Jawa menjadi beberapa wilayah kebudayaan, yaitu: Banyumas; Bagelen; Nagarigung; Mancanagari; Sabrang Wetan dan Pesisir. Daerah Pesisir terbagi lagi menjadi dua wilayah yaitu Pesisir Barat yang berpusat di Cirebon dan Pesisir Timur yang berpusat di Demak (Pigeud dalam Koentjaraningrat, 1984).<br /><br />2. Kebudayaan Pesisiran<br /><br />Kebudayaan pesisir merupakan kebudayaan yang terdapat di kota-kota pantai utara Jawa. Kawasan yang dalam sejarahnya banyak dipengaruhi aktifitas perdagangan serta penyebaran agama Islam. Masyarakat Pesisir mepunyai karakter egaliter, terbuka dan lugas (Thohir, 2006). Egaliter karena menganggap setiap manusia mempunyai kedudukan yang sejajar. Terbuka dalam menyampaikan pendapat dan perasaannya, mudah akrab dan tidak mudah curiga. Lugas, dalam berkomunikasi lebih suka langsung pada pokok pembicaraannya, lebih mementingkan isi daripada cara menyampaikannya. Thohir menganggap karakter ini berkaitan dengan lingkungan, agama serta mata pencahariannya. Kebudayaan masyarakat Pesisir ini lebih berorientasi ke masjid dan pasar daripada keraton dan sawah yang menjadi ciri kebudayaan Nagarigung.<br /><br />Penduduk pesisiran merupakan masyarakat muslim yang puritan atau lebih dikenal dengan istilah santri. Mereka taat melaksanakan shalat lima waktu serta, shalat Jun’at di masjid, cakap mengaji Al Quran, tidak makan daging babi serta minum-minuman keras, menunaikan ibadah haji merupakan salah satu cita-citanya (Koentjaraningrat, 1984). Mata pencaharian mereka pada umumnya adalah pedagang ataupun pengusaha, terutama barang kerajinan, pakaian, palawija serta rokok. Mereka adalah pengusaha dan pedagang yang rajin, ulet, pekerja keras serta ahli dalam bidangnya. Para pedagang pesisir ini mempunyai orientasi ke luar. Mereka merantau dari kota ke kota untuk menjajakan barang dagangannya untuk waktu yang cukup lama. Sekalipun begitu mereka mempunyai ikatan kelompok dan ikatan terhadap daerah asal yang sangat kuat. Di perantauan mereka tinggal mengelompok dalam kampung yang penghuninya berasal dari daerah yang sama (Geertz, 1977) dan setiap saat-saat tertentu mereka akan pulang ke kampung halamannya.<br /><br />3. Kebudayaan Pesisiran di Kudus : Masyarakat Pedagang Santri<br /><br />Pada daerah Pesisir Timur bagian Barat dalam sejarahnya terdapat tiga kota yang cukup terkenal, yakni Demak, Jepara serta Kudus. Demak merupakan pusat kekuasaan kerajaan Demak Bintoro, Jepara merupakan kota pelabuhan penting bagi kerajaan Demak sementara Kudus merupakan kota pemasok hasil bumi untuk Demak dan Jepara yang didatangkan dari pedalaman (Graaf, 1985). Kudus merupakan salah satu pusat kebudayaan Pesisiran di bagian Barat atau Pesisiran Kilen (Koentjaraningrat, 1984) sekalipun Kudus tidak terletak di daerah pantai dan bukan kota pelabuhan.<br /><br />a. Sejarah Perkembangan Kota<br /><br />Sejarah kota Kudus banyak dikaitkan dengan sejarah perkembangan agama Islam di Jawa serta sejarah tentang Walisongo. Ja’far Shodiq (yang kemudian dikenal dengan gelar Sunan Kudus), salah seorang Walisongo yang menjadi penghulu di Demak, diperintahkan oleh penguasa Demak untuk menyiarkan agama Islam di Kudus (Salam, 1977). Kudus kemudian berkembang menjadi pusat kegiatan agama Islam. Kejayaan Kudus menurun sepeninggal Sunan Kudus tahun 1550 dan berakhir ketika kerajaan Mataram Islam menguasai hampir seluruh daerah-daerah di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Sejak abad 18 Kudus berada dibawah kekuasaan Belanda dan dijadikan daerah setingkat Kabupaten.<br /><br />Pada abad 19 Kudus mengalami perkembangan sosial ekonomi pesat karena meningkatnya produksi pertanian. Daerah Kudus Kulon berkembang menjadi daerah permukiman saudagar-saudagar hasil bumi yang kaya. Perkembangan ini meningkat tajam ketika industri rokok berkembang (akhir abad 19 – awal abad 20). Perkembangan perekonomian surut ketika kondisi politik dan perekonomian tidak stabil (awal abad 20 – 1970). Ketika keadaan kembali stabil perkembangan kota lebih mengarah ke selatan dan Timur, sementara Kudus Kulon tidak mengalami banyak perobahan (Wikantari, 1995).<br /><br />b. Masyarakat Kudus<br /><br />Secara sosiologis kota Kudus terbagi menjadi dua yakni Kudus kulon dan Kudus wetan yang dipisahkan oleh sungai (kali Gelis). Kudus-kulon adalah kota lama yang di konotasikan dengan kekunoan, kekolotan, ketertutupan tetapi juga kesalehan serta kemakmuran. Sedangkan Kudus-wetan dikenal sebagai daerah perkembangan yang lebih modern, lebih heterogen serta daerah yang sekuler.<br /><br />Masyarakat Kudus-kulon dikenal sebagai masyarkat religius, kehidupan keagamaannya mendominasi kehidupan sehari-hari, di sisi lain dikenal sebagai pedagang yang gigih pekerja keras dan terampil. Diantara mereka dikenal ungkapan "Jigang" yang berarti Ngaji (membaca Al Quran) dan Dagang (Perdagangan). Ngaji adalah aktivitas keagamaan yang merupakan pencerminan keta’atan seorang muslim dalam menjalankan perintah agama, sedangkan dagang adalah kegiatan duniawi yang. merupakan upaya manusia memenuhi kebutuhan hidupnya di dunia. Kegiatan duniawi dan ukhrowi harus dijalankan secara seimbang agar tercapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat.<br /><br />Keuletan, kecerdikan dan kerja keras sebagai pedagang menyebabkan masyarakat Kudus-kulon berhasil dalam bidang perekonomian. Ketika perdagangan beras dan polowijo mencapai puncak kejayaannya, masyarakat Kudus-kulon berkembang menjadi masyarakat yang makmur, terlebih lagi pada masa keemasan industri dan perdagangan rokok. Kemakmuran ini diwujudkan dengan menunaikan ibadah Haji, membangun masjid lingkungan serta dalam penampilan bangunan rumah tinggalnya. Pada masa itu rumah bukan hanya sarana untuk memertuhi kebutuhan fisik saja, tetapi berkembang menjadi sarana menampilkan aktualisasi diri dari masyarakat pedagang santri, golongan menengah Jawa yang kurang mendapatkan tempat dalam tatanan sosial masyarakat Jawa (Castles,1967).<br /><br />c. Lingkungan Permukiman<br /><br />Kota lama Kudus atau Kudus-kulon adalah wilayah kota yang merupakan embrio perkembangan kota Kudus. Wilayah kota lama meliputi daerah-daerah di sebelah barat sungai Gelis, meliputi desa Kauman, Kerjasan, Langgar Dalem, Demangan, Sunggingan, Janggalan, Damaran serta Kajeksan. Secara fisik kawasan pusat Kota lama mempunyai keunikan dibandingkan daerah-daerah lain. Kawasan ini merupakan kawasan permukiman dengan kepadatan bangunan yang tinggi.<br /><br />Jalan-jalan di lingkungan kota lama dibedakan menjadi jalan besar yang bersifat umum serta jalan lingkungan yang lebih prifat. Jalan-jalan di dalam lingkungan pemukiman berupa lorong-lorong sempit yang berliku-liku. Jalan lingkungan ada yang mengarah utara-selatan yang menyusur di antara pekarangan-pekarangan rumah (disebut lorong) serta jalan yang mengarah barat-timur yang seringkali melintas pekarangan (disebut jalan pintas). Jalan yang sempit berliku-liku menunjukkan jalan tersebut terbentuk setelah permukiman berdiri dan merupakan jalan pintas menuju ke pusat-pusat lingkungan.<br /><br />Pusat kawasan terdapat pada masjid Menara yang merupakan masjid jami’, sedangkan pada lingkungan permukiman banyak terdapat masjid lingkungan yang merupakan pusat aktivitas masyarakat di sekitamya. Masjid lingkungan digunakan untuk melaksanakan ibadah sehari-hari (shalat lima wktu dan shalat sunnah yang lain) oleh masyarakat di sekitarnya. Masjid menara digunakan selain digunakan untuk kegiatan ibadah sehari-hari bagi masyarakat di sekitar masjid juga kegiatan peribadatan yang skalanya lebih besar. Sebagai pusat lingkungan masjid tidak hanya digunakan untuk kegiatan peribadatan dan pendidikan keagamaan, namun juga sebagai tempat kegiatan sosial.<br /><br />Pola permukiman secara umum dibedakan menjadi dua, yakni pola rumah-rumah deret serta pola rumah-rumah tunggal. Pola rumah-rumah deret terdiri dari kelompok bangunan yang berderet rapat dari Barat ke Timur, antara rumah satu dan lain dalam satu kelompok tidak terdapat batas yang jelas. Pola kedua yakni permukiman dengan rumah-rumah tunggal ditandai dengan letak rumah yang berdiri sendiri dengan batas pekarangan yang jelas.<br /><br />d. Rumah Tradisional Kudus<br /><br />Rumah tradisional Kudus merupakan kesatuan beberapa bangunan yang berfungsi untuk tempat tinggal dan melakukan kegiatan sehari-hari di rumah. Pola tata bangunan terdiri dari bangunan utama, yakni: Dalem atau rumah induk, Jogosatru di sebelah depan serta pawon di samping Dalem. Di tengah tapak atau di depan bangunan utama terdapat halaman terbuka (pelataran), sedangkan di seberangnya terdapat kamar mandi dan sumur (Pekiwan) serta Sisir. Regol terletak disisi samping halaman.<br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgR3zRN2y4cJSVGvNCTT74blr4BCPfRXG7829Z5k6kRkeElOtRJd6GsMssZxIETNDg9IQEBg5ItAUhmKMsYqw8FWCjpTsiXiRfqNlkZHTae-y4sFKb846LHJiq8G14m33ulqBObNXh_J-qn/s1600/Gambar+1.JPG"><img style="display: block; margin: 0px auto 10px; text-align: center; cursor: pointer; width: 320px; height: 258px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgR3zRN2y4cJSVGvNCTT74blr4BCPfRXG7829Z5k6kRkeElOtRJd6GsMssZxIETNDg9IQEBg5ItAUhmKMsYqw8FWCjpTsiXiRfqNlkZHTae-y4sFKb846LHJiq8G14m33ulqBObNXh_J-qn/s320/Gambar+1.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5612776045673199618" border="0" /></a><br /><br />Dalem merupakan bangunan utama yang digunakan untuk tidur serta kegiatan yang sifatnya prifat. Di dalanya terdapat Gedongan, yakni sentong tengah Kesehariannya dibiarkan kosong atau untuk tempat sholat, pada saat upacara pernikahan digunakan sebagai kamar pengantin. Jogosatru merupakan ruang untuk menerima tamu, terletak di depan Dalem. Pawon digunakan sebagai kegiatan bersama keluarga (disebut pawon ageng) serta tempat memasak pada bagian belakang (pawon alit), ruangan ini paling sering digunakan dalam kehidupan keseharian. Sumur dan kamar mandi terletak di sebelah depan, dipisahkan halaman dari bangunan utama. Merupakan ruang ruang serfis, digunakan untuk mandi, mencuci serta berwudlu. Sisir terletak di sebelah kamar mandi, berbentuk los memanjang. Fungsi bangunan ini merupakan tempat kerja atau tempat penyimpanan (gudang) atau ruang serba guna.<br /><br /><br />C. KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS DALAM PERUBAHAN KEBUDAYAAN<br /><br />Mengkaji perkembangan arsitektur dalam perubahan kebudayaan dengan studi kasus Kudus kulon akan merujuk pada interpretasi terhadap sejarah kebudayaan masyarakat Kudus dikaitkan dengan perkembangan arsitektur, khususnya rumah tradisionalnya. Apa yang diungkapkan berikut adalah satu interpretasi atau pendapat yang sifatnya masih terbuka untuk didiskusikan lebih lanjut. Tujuan yang lebih utama adalah untuk memberikan gambaran bahwa perubahan pada kebudayaan akan tercermin pada perubahan arsitektur, mengingat arsitektur merupakan artefak dari kebudayaan.<br /><br /><br />1. Periode Sebelum Islam, Sampai Akhir Abad 15<br /><br />Kondisi geografis Kudus pada saat itu terletak di dataran lembah dengan gunung Muria di sisi utara dan daerah rawa-rawa di sisi selatan. Daerah ini diperkirakan merupakan sisa-sisa kanal atau selat yang pernah memisahkan pulau Muria dengan pulau Jawa. Kemungkinan telah terdapat permukiman kecil disebut Tajug yang dihuni masyarakat penganut agama Hindu ditepi sungai Gelis dengan matapencaharian sebagai petani (Wikantari, 1994). Disamping agama Hindu, kepercayaan asli setempat (dinamisme dan animisme) masih dipegang teguh.<br /><br />Kelompok permukiman penganut hindu terdiri dari rumah-rumah penduduk dan kemungkinan terdapat asrama (mandala) serta tempat ibadah (kuil). Rumah-rumah kemungkinan berbentuk kampung atau limasan dengan material bambu atau kayu. Konstruksi rumah berbentuk panggung untuk mengatasi kondisi alam berawa-rawa. Atap bangunan menggunakan rumbia, yang merupakan bahan bangunan yang mudah didapatkan di sekitarnya. Bangunan peribadatan dibangun dengan menggunakan bahan yang lebih awet, teknik membangun yang lebih rumit serta ornamentasi pada bangunan yang merepresentasikan kemuliaan dan keabadian. Material utama menggunakan batu bata (tanah liat yang dibakar) yang disusun berlapis tanpa pengikat semen.<br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgyjiZ8ZReiNiVSNgLAyPnEB2fWw3kgiPwB_Jy3z1yWPWwB-qITOco5P2t8h0oC9JEkB8tfhiOvw2gls56Vt6hUhyfbZcdCERatVpnpSMwnMP1QfgCxIZAUAzL1WMTRVrUQzGmkNXeSLClo/s1600/Gambar+2.JPG"><img style="display: block; margin: 0px auto 10px; text-align: center; cursor: pointer; width: 320px; height: 250px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgyjiZ8ZReiNiVSNgLAyPnEB2fWw3kgiPwB_Jy3z1yWPWwB-qITOco5P2t8h0oC9JEkB8tfhiOvw2gls56Vt6hUhyfbZcdCERatVpnpSMwnMP1QfgCxIZAUAzL1WMTRVrUQzGmkNXeSLClo/s320/Gambar+2.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5612776909872875778" border="0" /></a><br /><br />2. Periode Pengembangan Agama Islam, Awal – Pertengahan Abad 16<br /><br />Sebelum kedatangan Ja’far Shodiq telah datang terlebih dahulu The Ling Sing, penyiar agama Islam dari Yunan (China) yang selain menyebarkan agama Islam juga mengajarkan ketrampilan mengukir atau menyungging pada masyarakat. Ja’far Shodiq datang kemudian dengan pengikut-pengikutnya ke Kudus untuk menyebarkan agama Islam, mengembangkan permukiman baru serta mulai memperkenalkan ketrampilan berdagang. Penyebaran agama Islam dilakukan secara persuasif serta menghormati keyakinan yang sudah ada lebih dahulu. Ja’far Shodiq membangun masjid Al Manaar, membagi-bagikan tanah pada pengikutnya dan mendirikan kota. Pengaruh Cina serta Timur Tengah masuk dalam kebudayaan masyarakat, disamping Hindu dan Jawa. Demikian juga struktur masyarakat berkembang dengan tatanan yang lebih kompleks.<br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg8KxV8OvoSSxfXRUPP3a5P4f9OjG27vhp4S1POj1zb130y2rmNXiFvwzhFs7N4JmBxrXuEgq8S_NX_lG2BxZWu4ssVu_oo-fRh2KcbHXQ4tTaqy_lPy3ztkepKkdmFrKAN-IpB4g8X_FSD/s1600/Gambar+3.JPG"><img style="display: block; margin: 0px auto 10px; text-align: center; cursor: pointer; width: 320px; height: 144px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg8KxV8OvoSSxfXRUPP3a5P4f9OjG27vhp4S1POj1zb130y2rmNXiFvwzhFs7N4JmBxrXuEgq8S_NX_lG2BxZWu4ssVu_oo-fRh2KcbHXQ4tTaqy_lPy3ztkepKkdmFrKAN-IpB4g8X_FSD/s320/Gambar+3.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5612777015199883362" border="0" /></a><br /><br />Masjid yang awalnya kecil kemungkinan dibangun di bekas tempat peribadatan Hindu, atau dengan mempergunakan pengetahuan membangun tempat ibadah Hindu yang disesuaikan untuk Masjid. Diversifikasi bentuk bangunan bangunan mulai di kenal untuk merepresentasikan fungsi atau penghuninya. Atap bangunan peribadatan berbentuk tajuk, bangunan untuk petinggi atau penguasa berbentuk limas dan Kampung untuk masyarakat umum. Penggunaan material kayu jati untuk bangunan penting. Ukiran atau ornamentasi mulai dikenal sebagai elemen penghias bangunan penting. Rumah biasa mungkin tetap menggunakan bahan bambu serta beratap kampung dari bahan rumbia. Pusat Kota berupa pelataran terbuka diletakkan berebelahan dengan sungai. Pelataran ini sekaligus digunakan sebagai pasar. Di sisi barat terdapat Masjid yang menghadap pelataran tersebut. Di sisi selatan masjid terdapat Pendopo yang diperkirakan merupakan bangsal istama, kemungkinan lain istana atau rumah Sunan Kudus terdapat di sisi utara kawasan dengan masjid pribadinya, Langgar Dalem. Dengan membagi-bagikan tanah disekitarnya pada pengikutnya, Sunan Kudus sudah meletakkan dasar-dasar tata kota Kudus.<br /><br /><br />3. Periode Kekuasaan Mataram Islam, Awal Abad 17 – Akhir Abad 18<br /><br />Dengan jatuhnya kekuasaan Demak ke Pajang dan kemudian Mataram, kekuasaan kerajaan bandar berpindah ke selatan, ke kerajaan agraris yang veodal, saat itu Kudus berkembang menjadi pemasok beras dan palawija dari pedalaman ke bandar Demak, Jepara serta tempat-tempat lain. Perdagangan keliling lambat laun menjadi mata pencaharian penting masyarakat Kudus dan memberikan peningkatan sosial ekonomi pada masyarakat, menjadi kelopok masyarakat yang makmur dan mandiri.<br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjlunv99WaSN4ygTb8fxfC4Jio_cqvo8hu-afoxFWgggBB3YhaR9wNhr2nTN-1IteTt-8_FsEPGvgN20xjjYwHZU3094z0bc-0dPRheO5rGhaOqFtGS8Ed85xE7j50-1PD2S35_7UopWK0E/s1600/Gambar+4.JPG"><img style="display: block; margin: 0px auto 10px; text-align: center; cursor: pointer; width: 320px; height: 130px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjlunv99WaSN4ygTb8fxfC4Jio_cqvo8hu-afoxFWgggBB3YhaR9wNhr2nTN-1IteTt-8_FsEPGvgN20xjjYwHZU3094z0bc-0dPRheO5rGhaOqFtGS8Ed85xE7j50-1PD2S35_7UopWK0E/s320/Gambar+4.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5612777075161067890" border="0" /></a><br /><br />Orientasi masyarakat Kudus waktu itu banyak ditujukan ke Nagarigung sebagai ibukota kerajaan. Kemampuan ekonomi hasil perdagangan diwujudkan dengan pembangunan rumah-rumah dari bahan yang lebih baik, kayu jati. Bentuk Joglo yang menjadi lambang kebangsawanan menjadi bentuk yang disukai untuk menaikkan derajat sosial. Tata ruang rumah mengalami penyederhanaan dengan hanya meliputi Dalem serta pawon. Tata ruang rumah yang ringkas ini kemungkinan ada hubungannya dengan perkembangan peduduk kota yang mulai padat, terutama di sekitar pusat Kawasan (Masjid Menara). Arah selatan yang menjadi orientasi rumah tetap dipatuhi, sehingga menimbulkan pola rumah berderet pada kapling-kapling yang mulai ramai.<br /><br /><br />4. Periode Kekuasaan Kolonial Belanda, Abad 18<br /><br />Pada masa kekuasaan kolonial belanda, Kudus dijadikan wilayah pemerintahan setingkat kabupaten dan pejabat-pejabat pemerintah lansung diangkat oleh Belanda. Hubungan dengan Nagarigung menjadi terputus dan penguasa-penguasa Kudus menjadi semacam raja. Belanda memindahkan pusat kota ke sebelah Barat kali Gelis dan kota lama dibiarkan tetap dalam kondisi tradisionalnya. Perdagangan keliling semakin ditekuni masyarakat kota lama Kudus. Demikian pula dengan kehidupan keagamaannya. Menguatnya perekonomian masyarakat menummbuhkan tuntutan aktualisasi diri pada masyarakat Kudus. Sayang tuntutan tersebut tidak mendapat respon yang positif. Pergesekan dengan pemerintah Belanda, masyarakat Jawa sendiri serta orang China mulai sering terjadi. Ikatan diantara masyarakat semakin kuat karena karakteristik kelompok masyarakat tersebut.<br /><br />Pengaruh kolonial Belanda dan eropa tercermin pada penggunaan elemen-elemen non kayu yang mulai mewarnai rumah Kudus. Unsur keamanan mulai diperhatikan masyarakat dengan membangun pagar-pagar halaman. Ketertutupan terhadap masyarakat luar serta ikatan kelompok yang berkembang diwujudkan dengan adanya dinding-dinding pembatas. Masyarakat mengembangkan kehidupannya dibalik tembok pembatas. Bentuk rumah berkembang menyesuaikan tradisi masyarakat. Emperan rumah mulai ditutup dan diperbesar untk menerima tamu.<br /><br /><br />5. Periode Kejayaan Sosial Ekonomi, Abad 19 – Awal Abad 20<br /><br />Menjelang akhir abad 19 kota Kudus mengalami peningkatan kemakmuran berkat melimpahnya hasil pertanian daerah sekitarnya, terutarna. beras, polowijo dan gula jawa. Hasil panen ini menjadi mata dagangan penting bagi pedagang pedagang Kudus. Aktivitas perdagangan mengharuskan mereka menjelajah sampai di tempat tempat yang jauh (biasa disebut belayar) yang memakan waktu berminggu minggu sampai berbulan¬-bulan. Setelah berkeliling dan sukses mereka kemudian kembali (berlabuh) atau menetap di suatu kota. Sementara para suami berlayar, kaurn wanita Kudus melakukan kegiatan kerajinan rumah tangga atau berdagang kecil kecilan. Hasil kerajinan rumah tangga berupa batik, bordir dan tenun ikut menjadi mata dagangan dari suami suami mereka.<br /><br />Pada paruh pertama abad 20 Kudus menjadi terkenal karena pabrik rokok kreteknya. Industri yang semula merupakan kerajinan rumah tangga berkernbang menjadi industri besar 13). Kemajuan perdagangan dan industri pribumi menarik kalangan masyarakat Cina untuk beramai ramai ikut terjun dalam industri rokok. Persaingan ini mernicu pertentangan antar etnis yang sengit dan berlarut larut 14). Perkembangan ini lebih dipertajam ketika industri rokok berkembang (akhir abad 19 awal abad 20). Perkembangan ini menyebabkan kepercayaan diri yang besar dari masyarakat Kudus berkembang. Mereka membangun strata sosial sendiri menjadi kaum borjuis. Tuntutan aktualisasi diri menjadi semakin kuat melawan perlakuan masyarakat luar yang dianggap kurang menghargai.<br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiKlARgP1FjUHb8hRl_K1OI7lgqJmOHx37enQ_3XNQewEnlWecMWlCbBVCnzqHD2wbfWIE75zVZRsy2WerXmDNRzkUNetgl6EBBwFPZSU4TQN0xfbGR8nyx25QsS75cCsBCBEOdQVefBCsG/s1600/Gambar+5.JPG"><img style="display: block; margin: 0px auto 10px; text-align: center; cursor: pointer; width: 320px; height: 172px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiKlARgP1FjUHb8hRl_K1OI7lgqJmOHx37enQ_3XNQewEnlWecMWlCbBVCnzqHD2wbfWIE75zVZRsy2WerXmDNRzkUNetgl6EBBwFPZSU4TQN0xfbGR8nyx25QsS75cCsBCBEOdQVefBCsG/s320/Gambar+5.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5612777130071612898" border="0" /></a><br />Jalan jalan kereta api di dibangun untuk mengantisipasi perkembangan industri gula dan produksi beras. Daerah Kudus kulon berkembang menjadi daerah permukiman saudagar saudagar hasil bumi yang kaya dari hasil perdagangan. Rumah-rumah besar dibangun dengan bentuk Joglo yang dimodifikasi. Brunjung atau bagian atas dari atap Joglo dibuat lebih tinggi, dikenal sebagai Joglo Pencu. Ornamentasi semakin rumit dan halus serta menghiasi hampir seluruh permukaan dinding rumah, terutama ruang Jogosatru dan Gedongan. Elemen-elemen khusus yang hanya di temui di Rumah tradisional Kudus memperkuat karakter rumah. Musholla-musholla mulai banyak didirikan untuk mendekatkan dengan rumah. Sumur dan kamar mandi mungkin sudah dibuat di depan rumah sejak awalnya. Untuk mempermudah kegiatan ibadah yang perlu bersuci sebelum ke masjid atau musholla. Bangsal didirikan di depan rumah untuk menampung barang dagangan atau untuk tempat kerja produksi Rokok. Gudang gudang dan pabrik rokok banyak didirikan di Kudus kulon.<br /><br /><br />6. Periode Surutnya Kejayaan Sosial Ekonomi, Awal Abad 20 – Tahun 1970an<br /><br />Perkembangan perekonomian surut ketika kondisi politik dan perekonomian tidak stabil (awal abad 20 1970). Banyak perusahaan yang bangkrut dan gudang gudang terbengkalai. Industri Rokok yang pernah mengantarkan sosial ekonomi ke puncak kejayaan beralih ke tangan orang-orang China yang mengembangkannya menjadi Industri raksasa dengan dukungan pemerintah. Bagi masyarakat Kudus sendiri industri rokok tidak pernah bangkit kembali. Hanya beberapa keluarga keturunan pengusaha rokok besar yang masih meneruskan usahanya dalam skala kecil. Surutnya perekonomian membawa dampak pada kehidupan masyarakat, namun tidak pernah menghilangkan semangat perdagangan dan usaha mandiri masyarakat.<br /><br />Rumah-rumah Kudus mulai menjadi obyek yang bermasalah. Kondisi sosial ekonomi masyarakat saat itu tidak lagi mampu mendukung keberadaan rumah-rumah tradisional Kudus. Demikian juga dengan ketersediaan material kayu jati yang semakin langka. Elemen-elemen bangunan yang rusak mulai diganti dengan elemen yang lebih murah dan awet. Jumlah penghuni yang berkembang juga mulai merubah fungsi-fungsi awal dari ruangan yang ada. Namun secara keseluruhan bangunan tidak mengalami perubahan. Bangunan bangunan baru yang didirikan tidak lagi menerapkan bangunan tradisional karena alasan kepraktisan serta biaya.<br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEid6Gk1a0g8jPcO1wXHPCwOqUPSjcskHXXtDNFtV0tJ_vE8kzrtZSok0uClJHRKny9SF-frfXK2lNh10iKRtRCNT5oqn-fcmtN29tR7Iaeht_htTUfyepVlGuZm9CZ4_AyKMSeaUz24U47V/s1600/Gambar+6.JPG"><img style="display: block; margin: 0px auto 10px; text-align: center; cursor: pointer; width: 320px; height: 170px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEid6Gk1a0g8jPcO1wXHPCwOqUPSjcskHXXtDNFtV0tJ_vE8kzrtZSok0uClJHRKny9SF-frfXK2lNh10iKRtRCNT5oqn-fcmtN29tR7Iaeht_htTUfyepVlGuZm9CZ4_AyKMSeaUz24U47V/s320/Gambar+6.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5612777208055322610" border="0" /></a><br /><br />7. Masyarakat Kudus Kulon Saat Sekarang<br /><br />Akhirnya ketika keadaan lebih stabil penataan perkembangan kota mulai dilakukan Kudus berkembang menjadi kota industri kecil. Perluasan kota mengarah ke selatan dan timur, sementara kota lama tidak mengalami banyak perubahan. Pada sisi kehidupan sosial masyarakat. Kegiatan industri rokok sudah mulai di tinggalkan. Beberapa industri kecil rumahan seperti jamu sempat berkembang sebentar diantara masyarakat. Industri yang terus bertahan adalah industri Konfeksi. Pada tahun-tahun terakhir mulai bermunculan industri kerajinan ukir untuk perabot serta elemen bangunan, walaupun jumlahnya tidak terlalu banyak dan letaknya tersebar di wilayah Kota Kudus (Wikantari, 2001) dan yang sampai sekarang terus berkembang dengan pesat adalah industri bordir.<br /><br />Ketika masa kemakmuran berlalu, banyak rumah rumah dan fasilitas-fasilitas perekonomian yang kemudian terbengkalai. Perselisihan yang terjadi diantara keluarga keturunan pemilik rumah, kesulitan ekonomi serta rumitnya perawatan rumah seringkali berakhir dengan dijualnya rumah rumah tersebut. Di sisi lain keunikan dan kemewahan rumah Kudus sangat menarik minat orang-orang di luar Kudus, bahkan luar negeri untuk memilikinya. Akibatnya dari tahun ke tahun jumlah rumah tradisional terus berkurang. Tahun 2003 Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Jawa Tengah telah melakukan inventarisasi dan hanya menemukan 33 rumah adat kudus dan 68 rumah diseluruh kota Kudus.<br /><br />Berkurangnya rumah tradisional Kudus juga disebabkan karena sifat kayu yang tidak tahan terhadap cuaca dan waktu dibandingkan dengan material batu atau beton. Kecuali yang selalu dirawat dengan seksama, rumah-rumah tradisional yang sudah lewat seratus tahun sudah mulai lapuk dan rusak. Dalam perkembangannya kemudian rumah rumah di daerah ini banyak mengalami perubahan perubahan baik dalam hal penggunaan bahan bangunan maupun dalam corak arsitektur bangunannya. Ada yang hanya berubah sedikit pada elemen-elemen bangunannya, berubah satu unit bangunan yang hilang dan digantikan bangunan baru atau yang berubah sama sekali, walaupun ada pula yang masih tetap berusaha untuk tetap mempertahankannya.<br /><br />Perkembangan kebudayaan masyarakat Kudus serta bentukan rumah tinggalnya secara ringkas dapat dilihat pada tabel di bawah:<br /><br /><br />D. PENUTUP<br /><br />Rentetan peristiwa dalam kesejarahan masyarakat Kudus kulon membawa perkembangan perubahan dalam kebudayaan masyarakat Kudus. Akulturasi dari berbagai kebudayaan (kebudayaan lokal, Hindu, Islam, Cina, Kolonial, Eropa) mewarnai kebudayaan Kudus sampai saat ini. Perkembangan dari masa kemasa tersebut tercermin pada perkembangan artefaknya, yakni rumah traisional Kudus. Dari gambaran morfologi rumah tradsional Kudus dalam perkembangan kesejarahannya dapat dilihat bagaimana rumah tradisional sampai pada bentuk seperti sekarang. Sebagaimana dikatakan Rapoport, Oliver, Nash, Tjahjono, bahwa suatu kebudayaan yang bentuknya tercermin dalam arsitektur akan selalu berubah atau berkembang. Selama nilai nilai yang dipatuhi masih dianggap berguna serta cocok dalam menghadapi tantang kehidupan, maka nilai-nilai tersebut masih akan lestari atau lentur berubah dengan tetap mempertahankan karakteristik intinya.<br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg2bXtRjP_G6Dgc_BsutD1TUQ4G97dWkD1s9CNf06IdyXnKld3jVjNIR1vIrDj6cFjDcbrELGpdvaZeiHSUQJuWCkj2Vv7XQ7p5POPcaxuiPsnN3fn6HEOKi1JAP80yJwMMmKRJ0FTXWCfK/s1600/Tabel.JPG"><img style="display: block; margin: 0px auto 10px; text-align: center; cursor: pointer; width: 320px; height: 163px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg2bXtRjP_G6Dgc_BsutD1TUQ4G97dWkD1s9CNf06IdyXnKld3jVjNIR1vIrDj6cFjDcbrELGpdvaZeiHSUQJuWCkj2Vv7XQ7p5POPcaxuiPsnN3fn6HEOKi1JAP80yJwMMmKRJ0FTXWCfK/s320/Tabel.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5612777265602935154" border="0" /></a><br /><br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br /><br />Castles, Lance, 1982, Tingkah Laku Agama Politik dan Ekonomi di Jawa : Industri Rokok Kretek Kudus, sinar harapan, Jakarta.<br />De Graaf, H.J., dan Pigeoud, T.H., 1985, Kerajdan kerajdan Islam & Jawa, Pustaka Utama Grafiti, Jakarta.<br />Geertz, Clifford, 1960, 7he Religion of Java, The university of Chicago Press, London.<br />Koentjaraningrat, 1984, Kebudayaan Jawa, Balai Pustaka, Jakarta.<br />………………..., 2005, Pengantar Antropologi Budaya<br />Martana. Salman P, 2006, Problematika Penerapan Vield Research Dalam Penelitian Arsitektur Vernakular di Indonesia, Dimensi Teknik Arsitektur vol. 34<br />Mulder, Neils, 1984, Kepribadian Jawa dan Pembangunan Nasional, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.<br />Poerwanto, Hari, 1997, Manusia, Kebudayaan dan Lingkungan, Depdikbud, Jakarta<br />Rapoport, Amos, 1983, Development, Culture Change and Suportive Design, Pergamon Press, New York<br />………………..., 1994, Sustainability, Meaning & Traditional Environment. IASTE Converence, Tunis<br />Salam, S, 1977, Kudus Purbakala Dalam Perjuangan Islam, Menara Kudus, Kudus<br />Soetomo, Soegijono, 2009, Urbanisasi dan Morfologi, Graha Ilmu, Yogyakarta<br />Syam, Nur, 2005, Islam Pesisir, LKIS, Yogyakarta<br />Thohir, Mudjahirin, 2006, Orang Islam Jawa Pesisiran, Fasindo, Semarang<br />Tjahjono, Gunawan, 1989, Cosmos Centre and Duality In Javanese Architectural Tradition : The Symbolik Dimention of House Shapes in Kota Gede and Surroundings, Disertasi , University of California, Barkelay.<br />Wikantari, Ria R., 1995, Save guarding A Living Heritage A Model for The Architectural Conservation of an Historic Isimnic District of Kudus Indonesia, Thesis University of Tasmania, Tasmania.<br />…………………., 2001, Sustainability Historic Enviroment of Wooden Traditional Houses in The City of Java, Disertasi, University of Kobe, Japan. </div>sahaja bermaknahttp://www.blogger.com/profile/10307068763225486929noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-2408234071111656144.post-7359146668421577192011-05-23T18:46:00.000-07:002011-05-23T18:50:18.722-07:00Selamat dan Sukses Pak Gatoet<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhcl8BfOhVZrYV_eQjUGxVEOmnGyAZHVxd5VuoXM4giW3kFlvf35aZz80x_CZnOL_QuP4q0fbK24CUs1THCV8fhfu6jyzbXQVX6602LZ0ePO6dFvEpaWto6U7eRZZYcbzmzokJtmdmnch5U/s1600/selamat+dan+sukses.jpg"><img style="display: block; margin: 0px auto 10px; text-align: center; cursor: pointer; width: 320px; height: 262px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhcl8BfOhVZrYV_eQjUGxVEOmnGyAZHVxd5VuoXM4giW3kFlvf35aZz80x_CZnOL_QuP4q0fbK24CUs1THCV8fhfu6jyzbXQVX6602LZ0ePO6dFvEpaWto6U7eRZZYcbzmzokJtmdmnch5U/s320/selamat+dan+sukses.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5610093526930971714" border="0" /></a><div class="fullpost">Semoga menjadi Ilmuwan yang Luhur, yang terus berkarya demi kemajuan Bangsa dan Negara.<br /></div>sahaja bermaknahttp://www.blogger.com/profile/10307068763225486929noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2408234071111656144.post-70136001620747501722011-03-08T22:02:00.000-08:002011-03-08T22:10:48.409-08:00Menuju Ruang Kota yang Merakyat<div style="text-align: justify;"><div style="text-align: center;">Oleh: Dr. Rudiyanto Soesilo (<a href="http://old.unika.ac.id/">UNIKA Soegijapranata</a>)<br /><br /></div>GEBRAKAN Wali Kota Semarang Soemarmo HS terhadap salah satu ruang kota, yaitu menata Jalan Pahlawan merupakan manifestasi kejelian menata kota dan memimpin warganya, apapun motivasinya. Kenapa demikian? Penataan Jalan Pahlawan berikut bulevarnya mengandung dua makna besar, yaitu kepedulian terhadap keindahan kota, sekaligus terhadap rakyat secara keseluruhan sebagai warganya.<br /><br />Di negara sedang berkembang seperti Indonesia, kota Semarang sebagai salah satu elemennya, tak dapat dimungkiri adanya realitas urban, kepadatan penduduk pada ’’area-belakang’’ perkotaan, kepadatan kampung-kampung, keterhimpitan ruang hidup, dan kesesakan keseharian. Realitas ini membuat kota-kota di negara sedang berkembang lebih membutuhkan ruang-ruang kota —open public space— yang mampu menjadi katup pelepas dari himpitan keseharian tersebut.</div><div style="text-align: justify;" class="fullpost"><br />Dalam suatu negara sedang berkembang, realitas masyarakat terbelah menjadi dua yakni kaum berpunya dan rakyat kebanyakan. Kubu berpunya bisa menciptakan ruang-ruang kebersamaan sendiri, mulai kompleks real estate dengan landscaping dan gardening lengkap dengan tingkat privasi dan tingkat keamanannya dengan one gate only-nya, club house hingga berbagai fasilitas publik lainnya. Mal beserta atrium dan plazanya yang luas, jembar, dan tinggi hingga mampu memenuhi kebutuhan akan ruang kebersamaan: ruang publik urban bagi mereka.<br /><br />Problematika justru muncul untuk memenuhi kebutuhan ruang kebersamaan bagi rakyat kebanyakan, yang tak mampu membayar developer untuk menyediakan fasilitas itu. Berangkat dari sini, peran Wali Kota beserta jajarannya menjadi penting bagi warga kebanyakan, karena populasi kelompok ini justru sangat besar, dengan tingkat kebutuhan ruang kota yang sangat urgen pula.<br /><br />Keterhimpitan dan kesesakan spasial dapat memicu perilaku destruktif, dan sebaliknya kelegaan, sore-sore bisa mengajak keluarga jalan-jalan sore, justru merupakan rekreasi termurah dan bisa memacu produktivitas tinggi dan perilaku positif lainnya.<br />Ruang Egaliter Penciptaan ruang kota untuk rakyat, seperti diterapkan di Jalan Pahlawan, dapat memenuhi kebutuhan kelegaan, ke-jembar-an, ruang kota yang dapat melepaskan rakyat dari keterhimpitan dan kesesakan keseharian. Selain itu, ikut membahagiakan pengguna jalan dengan view yang melegakan karena ke-jembar-annya itu. Tentunya dengan tidak melupakan rakyat yang lain lewat penataan PKL pada zona yang tepat.<br /><br />Kelegaan ini sangat diperlukan pada poros jalan kebanggaan kota Semarang tersebut, yang klimaksnya adalah Taman Makam Pahlawan Giri Tunggal yang kini juga terlihat makin berwibawa, sembada dengan maknanya, sementara Simpanglima telah terpagari oleh vegetasi yang tinggi dan rapat sehingga kehilangan kesan ke-jembar-an tadi, terutama bagi pemakai jalan<br />Kalau kita melihat ke berbagai penanganan ruang terbuka kota, kita lihat pengalaman Taman Monas di Jakarta yang diberi pagar agar tidak terjadi berbagai hal-hal yang tidak diinginkan. Salah kelola dari ruang publik kota hingga malah menjadi ruang yang rawan bagi penduduk kota, hendaknya tidak terjadi. Masyarakat dari berbagai kalangan seyogianya terwadahi dalam ruang kota itu, rakyat tidak teralienasi, masyarakat menjadi benar-benar rileks berbaur di tempat itu, zona untuk berdagang dan berjualan terpisah walau mudah diakses dari zona kebersamaan.<br /><br />Satu demi satu ruang kota Semarang dapat ditaklukkan, dikembalikan sebagai ruang ajang bersosialisasi para warga kota, ruang egaliter yang penuh kesetaraan.<br /><br />Upaya itu selaras dengan semboyan Semarang Setara, bahkan mampu menjadi daya tarik kota untuk menarik wisatawan nusantara ataupun wisatawan mancanegara, karena ruang-ruang kota yang untuk rakyat berbaur dari berbagai kultur dan tingkatan, menjadikan semua kerasan. Sejatinya kota Semarang tidak kalah dari Paris yang punya ikon Champ-Elysee sebagai daya tarik suatu kota yang kemudian menjadi milik bersama warga dunia.<br /><br />Sumber: <a href="http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2011/03/08/139194/Menuju-Ruang-Kota-yang-Merakyat">Suara Merdeka</a><br /></div>sahaja bermaknahttp://www.blogger.com/profile/10307068763225486929noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2408234071111656144.post-48338695180487683522010-08-20T20:37:00.000-07:002010-08-29T21:51:20.314-07:00Seminar Nasional Arsitektur & Perkotaan<div style="text-align: left;"><div class="post-content"><p><strong>NAMA KEGIATAN</strong></p> <p>Seminar Nasional bidang ilmu arsitektur dan perkotaan dengan tema:</p> <p>“MORFOLOGI TRANSFORMASI DALAM RUANG PERKOTAAN YANG BERKELANJUTAN”</p> <p><strong><br /></strong></p><p><strong>TUJUAN</strong></p> <p>Tujuan dari pengadaan Seminar Nasional ini adalah:</p> <ol><li>Sebagai wadah diskusi dan tukar pendapat untuk para pakar, perancang kota, arsitek, peneliti, dan pengamat, mengenai isu morfologi dan transformasi dalam arsitektur dan perkotaan yang berkelanjutan.</li><li>Sebagai wadah informasi<em> </em>bagi masyarakat umum, pemerhati kehidupan perkotaan, dan mahasiswa berbagai program studi terkait (pembangunan wilayah dan kota, arsitektur, sosiologi, demografi, geografi, dll) untuk membuka wawasan, pengetahuan spesialistik dan pengkajian mengenai isu dan konsep tentang morfologi<em> </em>dan<em> </em>transformasi dalam arsitektur dan perkotaan.</li></ol> <p><strong> </strong></p> <p><strong><br /></strong></p><p><strong>WAKTU PELAKSANAAN</strong></p> <p>Semarang, 20 November 2010</p> <p><strong><br /></strong></p><p><strong>TEMPAT</strong></p>Ruang Seminar dan Ruang Teater,Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Ged. B Lantai 3 dan Ged. A Lantai 1 Jl. Prof. Sudharto SH, Tembalang, Semarang<p><strong> </strong></p> <p><strong> </strong></p> <p><strong> </strong></p> <p><strong> </strong></p> <p><strong> </strong></p> <p><strong> </strong></p> <p><strong> </strong></p> <p><strong> </strong></p> <p><strong>PEMBICARA KUNCI</strong></p> <p><a href="http://www.pu.go.id/publik/IND/organisasi/Profil/index.asp?Idx_Id=436"><strong>Ir. Imam Santoso Ernawi MCM.MSc</strong></a><em>(dalam konfirmasi)<br /></em></p> <p><em>Direktur Jendral Penataan Ruang Kementerian Pekerjaan Umum</em></p> <p><em> </em></p> <p><strong>D</strong><strong>r</strong><strong>. Sofyan Bakar, M.Sc </strong></p> <p><em>Direktur Penataan Ruang dan Lingkungan Hidup</em></p> <p><em>Direktorat Jendral Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri</em></p> <p><em> </em></p> <p><a href="http://staff.ui.ac.id/gunawan.tjahyono"><strong>Prof. Ir. Gunawan Tjahjono, M.Arch. Ph.D. </strong></a></p> <p><em>Guru Besar Arsitektur Universitas Indonesia</em></p> <p><strong> </strong></p> <p><em> </em></p> <p><em> </em></p><div class="fullpost"><p><strong><br /></strong></p><p><strong>MODERATOR</strong></p> <p><strong>Dr. Ir. Bambang Setioko, M.Eng</strong></p> <p><strong>SUB TEMA:</strong></p> <ol><li>Urbanisasi Perkembangan Ruang Kota.</li><li>Peran Arsitektur dalam Perkembangan Ruang Perkotaan.</li><li>Perkembangan Perkotaan Wilayah (Urban Region).</li><li>Infrastruktur dan Perkembangan Kota Wilayah.</li></ol> <p><strong> </strong></p> <p><strong><br /></strong></p><p><strong>PESERTA</strong></p> <p>Peserta seminar nasional ini meliputi dari berbagai latar belakang peserta, adapun seminar ini ditargetkan untuk:</p> <ol><li>Mahasiswa S2 / S3</li><li>Kalangan Akademisi</li><li>Arsitek</li><li>Arsitek Lanskap</li><li>Perencana dan Perancang Kota</li><li>Peneliti</li><li>Profesional</li><li>Kalangan Pemerintah</li><li>Masyarakat Umum</li></ol> <p><strong> </strong></p> <p><strong> </strong></p> <p><strong> </strong></p> <p><strong> </strong></p> <p><strong><br /></strong></p><p><strong>FORMAT ABSTRAK</strong></p> <ul><li>Ukuran A4</li><li>Maksimal 300 kata</li><li>Font : Times New Roman 10</li><li>Spasi single</li></ul> <p><strong>FORMAT <em>FULLPAPER</em></strong></p> <ul><li>Jenis file : Microsoft Word 2003 atau 2007 (.doc)</li><li>Ukuran A4</li><li>Font : Times New Roman 10</li><li>Spasi single</li><li>Margin : Right, Left, Top – 3cm, Bottom – 4cm</li><li>Page Number : Bottom, Center</li></ul> <p><strong><br /></strong></p><p><strong>PENGUMPULAN ABSTRAK & <em>FULLPAPER</em></strong></p> <p>Abstrak dan fullpaper mohon dikirimkan ke alamat e-mail :</p> <p><a href="mailto:seminar.pdtap2010@gmail.com">seminar.pdtap2010@gmail.com</a></p> <p><strong><br /></strong></p><p><strong>JADWAL PENYELENGGARAAN :</strong></p> <ul><li>Pengumpulan Abstrak : 18 September 2010</li><li>Pengumuman Abstrak : 25 September 2010</li><li>Pengumpulan fullpaper : 09 Oktober 2010</li><li>Seminar : 20 November 2010</li></ul> <p><strong> </strong></p> <p><strong><br /></strong></p><p><strong>BIAYA SEMINAR</strong></p> <p>Rp. 200.000 : mahasiswa S2/S3</p> <p>Rp. 300.000 : umum</p> <p>Biaya seminar sudah termasuk Seminar Kit (Sertifikat, Booklet Abstrak, dan Buku Catatan), Makan Siang dan Makanan Ringan.</p> <p>Rp. 150.000 : Proseding</p> <p><strong><br /></strong></p><p><strong>PEMBAYARAN</strong></p> <p>Dikirimkan ke BNI 46 cabang Undip no.rek 0095952073 a.n Satrio Nugroho.</p> <p>Bukti pembayaran harap disimpan & ditunjukkan pada waktu registrasi ulang.</p> <p>Pembayaran juga dapat dilakukan di tempat pada saat seminar dilaksanakan.</p> <p><strong><br /></strong></p><p><strong>SEKRETARIAT & <em>CONTACT PERSONS</em></strong></p> <p>Program Doktor Arsitektur dan Perkotaan (PDTAP) Universitas Diponegoro</p> <p>Jl. Hayam Wuruk No. 5 Lt.3 Semarang (50241)</p> <p>Telp. 024 – 8412261 / 8412262</p> <p>Fax. 024 – 8412259</p> <p>Contact Persons :</p> <ul><li>Ir.Eddi Indarto, M.Si (<a href="mailto:eddi.indarto@gmail.com">eddi.indarto@gmail.com</a>)</li><li>Johanes Adhi Nugroho,ST,MT (<a href="mailto:johanesadhinugroho@yahoo.com">johanesadhinugroho@yahoo.com</a>)</li></ul> </div><br />Download Poster Seminar <a href="http://dtap.community.undip.ac.id/files/2010/08/Poster-Seminar.jpg">disini<br /></a> </div></div>sahaja bermaknahttp://www.blogger.com/profile/10307068763225486929noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2408234071111656144.post-15888304523516707082010-06-25T20:20:00.000-07:002010-06-25T22:08:38.516-07:00Ada "Lorong Spiritual", Kawasan Yaik dan Kanjengan di Bongkar<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgI-3autKEVcn6FOV97HDde5YnhEMIg854U1_B-cKZMkWleX3c8Qp0aGYF5X-tOCv3LDVq0kKu0NoXsOdEQmrHqgY2xBHw6GJuHKlAJ39PJaZrp9x3jiqxbQJH1mJ5iCHY0-xX9vymtkmKQ/s1600/johar+1950.jpg"><img style="float: right; margin: 0pt 0pt 10px 10px; cursor: pointer; width: 200px; height: 120px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgI-3autKEVcn6FOV97HDde5YnhEMIg854U1_B-cKZMkWleX3c8Qp0aGYF5X-tOCv3LDVq0kKu0NoXsOdEQmrHqgY2xBHw6GJuHKlAJ39PJaZrp9x3jiqxbQJH1mJ5iCHY0-xX9vymtkmKQ/s200/johar+1950.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5486944820757617362" border="0" /></a><span style="font-weight: bold;">KONSEP</span> detail dari revitalisasi kawasan Pasar Johar yang digagas arsitek Bambang Supriyadi bertumpu pada kelegaan, kenyamanan dan ketenteraman. Adanya konsep itu hubungan interaksi pedagang dengan pembeli menjadi hidup. ’’Tidak perlu takut dengan pasar modern,’’ kata dia, mengawali perbincangannya dengan Suara Merdeka, belum lama ini.<br /><div style="text-align: justify;"><br />Pasar yang dibangun arsitek Belanda Thomas Karsten di tahun 1936, sejak medio 1970 sampai 1980-an telah berubah menjadi sebuah kawasan perekonomian rakyat yang begitu besar. Muncullah tempat-tempat yang dinamakan Yaik Permai, Yaik Baru, Kanjengan dan Pungkuran.</div><div style="text-align: justify;" class="fullpost"><br />Akibatnya bangunan induk, yang dipetakan menjadi Johar utara dan tengah pun tertutup seiring menjamurnya jumlah pedagang. Secara estetika, bangunan pun tak terlihat bentuknya. Bertambahnya pedagang menjadikan beban tersendiri pada bangunan itu. Selain itu, karena berusia hampir seabad, secara kualitas bahan mengalami kelelahan.<br /><br />’’Kalau dulu dihuni sekitar 500-an pedagang, sekarang sudah lebih dari seribu pedagang. Secara konstruksi bangunan pasti akan mengalami demolisi atau perlemahan,’’ ungkap arsitek yang akrab dipanggil Pipie itu.<br />Dalam konsepnya, supaya bangunan asli tetap terjaga, pedagang pun masih tetap di Johar diperlukan sebuah revitalisasi. Diperlukan penataan lahan untuk memaksimalkan fungsi berdagang.<br />Dibagi Dari penelitian itu, didapatkan hasil Johar sisi utara dan tengah pedagang campur antara kering (pakaian, elektronik, bahan pecah-belah) dan basah (daging, sayur mayur). Sisi selatan kebanyakan jenis dagangan kering. Inilah yang dalam konsep desainnya wajib ditata. Jumlah pedagang di kawasan itu mencapai 3.227 orang.<br /><br />Lantas pada Yaik Permai Baru wajib dibongkar. Bangunan itu telah menutupi bangunan asli. Begitu pula dengan Kanjengan dan Pungkuran. Untuk menampung pedagang di sana, di sebelah Johar selatan dibuat bangunan dengan enam lantai.<br /><br />Secara hitung-hitungan, gedung baru itu mampu menampung pedagang Yaik dan Kanjengan yang mencapai 3.771 orang. Bagi PKL diberikan ruang seluas 1.800 meter persegi yang ada di antara Johar dengan bangunan enam lantai itu. Diperkirakan mampu pula menampung PKL yang ada di Jl Agus Salim. Eks bangunan Yaik, secara konsep bisa dibangun hotel.<br /><br />Khusus di depan Masjid Kauman disisakan lahan seluas 1.200 meter persegi. Bisa diartikan sebagai ruang terbuka, karena di lokasi itu dulunya adalah alun-alun. Diharapkan warga bisa menikmati maupun kalau ada kegiatan bisa dipusatkan di tempat itu.<br /><br />Dari sekian konsep itu, ada desain yang menurutnya begitu memiliki nilai secara spritual. Ia menyebutnya lorong spritual. Bangunan itu sebuah lorong untuk menuju Masjid Kauman. Diharapkan di tempat itu tumbuh pedagang pernak-pernik mulai alat kelengkapan shalat, buku-buku agama. ’’Orang yang menuju masjid bisa memperdalam agama dengan buku-buku atau yang lainnya. Saya menyebutnya lorong spritual,’’ kata dia.<br /><br />Yang jelas konsep Johar itu bisa menjadi lega, tenteram dan nyaman. Pedagang dan pembeli bisa berinteraksi. ’’Kalau mau menjadi manusia, datanglah ke pasar,’’ cetusnya<br /><br />Sumber Asli : <a href="http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2010/06/26/114537/Ada-Lorong-Spritual-Kawasan-Yaik-dan-Kanjengan-Dibongkar">Suara Merdeka</a><br />Sumber Poto: <a href="http://www.semarang.go.id/cms/pemerintahan/dinas/pariwisata/gedung/johar%20lama/1950a.jpg">PemKot Semarang</a><br /></div>sahaja bermaknahttp://www.blogger.com/profile/10307068763225486929noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2408234071111656144.post-76524037044792016872010-06-08T20:11:00.000-07:002010-06-08T20:14:55.963-07:00Sejumlah Mahasiswa Lakukan Aksi demo di Pilrek Undip<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEioT9ubEabqI5J_x60hwUwvVDBJh4Wmj92sABDEy9DtetjOxBHofcJhZnZksSUxInhx7DUYXE-RGrgCPKDupVWECHPIx8nrP3nrxogesuxqkb7K6BjD2C1-X4wsZbuKEtKoTj4Oq0tZ2EQA/s1600/demo.jpg"><img style="float: left; margin: 0pt 10px 10px 0pt; cursor: pointer; width: 200px; height: 134px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEioT9ubEabqI5J_x60hwUwvVDBJh4Wmj92sABDEy9DtetjOxBHofcJhZnZksSUxInhx7DUYXE-RGrgCPKDupVWECHPIx8nrP3nrxogesuxqkb7K6BjD2C1-X4wsZbuKEtKoTj4Oq0tZ2EQA/s200/demo.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5480606989433750866" border="0" /></a><span style="font-weight: bold;">Semarang</span>-Sebanyak 35 mahasiswa dan mahasiswi yang didominasi dari Fakultas hukum Undip, Semarang, melakukan aksi damai, di depan Auditorium Undip di jalan Imam Bardjo, Semarang.<br /><br />Aksi damai itu dilakukan dalam suasana pemilihan rektor Undip untuk periode 2010-2014, yang diselenggarakan di Ruang Sidang Senat yang letaknya satu gedung dengan Auditorium Undip.<div class="fullpost"><br />Meskipun tidak menggelar orasi tetapi para mahasiswa tersebut membawa alat peraga demo yang antara lain bertuliskan "Kami Butuh Rektor yang Demokratis, "Kami Butuh Rektor Memperhatikan Aspirasi Arus Bawah", "Jadikan Kampus Sebagai Rumah Kedua Mahasiswa, Kami Menginginkan Undip sebagai kampus rakyat" atau "Kami butuh Rektor berdedikasi tinggi dan Bekerja Nyata untuk Mahasiswa"<br /><br />Sejumlah mahasiswa yang melakukan demo akhirnya diperbolehkan masuk oleh panitia pemungutan suara ke auditorium saat penghitungan suara tahap I sedang dilakukan.<br /><br />Menurut Muhammad Nirwan, salah seorang aktivis mahasiswa yang ikut memgamati aksi tersebut sebetulnya aksi damai ini memang ada kecendrungan sudah dirancang sebelumnya. Sementara yang ikut aksi damai itu jumlahnya tidak seberapa 35 mahasiwa.<br /><br />Nirwan mewakili teman-teman mahasiswa mengharapkan bahwa proses pemilihan rektor seperti ini harus melibatkan mahasiswa, tetapi dilemanya sistem pemilihan rektor yang saat ini masih memakai cara dipilih oleh anggota senat karena masih mengacu pada peraturan menteri Pendidikan Nasional tahun 2008.<br /><br />Sehingga dalam peraturan tersebut mahasiswa selaku salah satu anggota civitas akademik tidak dilibatkan secara penuh.<br /><br />Saat berita ini diturunkan penghitungan suara tahap kedua telah selesai dan Prof Sudharto P Hadi, MES, PhD berhasil mengumpulkan suara terbanyak dalam penghitungan tersebut.<br /><br />Sumber: <a href="http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2010/06/08/56442/Sejumlah-Mahasiswa-Lakukan-Aksi-demo-di-Pilrek-Undip">Suara Merdeka</a><br /></div>sahaja bermaknahttp://www.blogger.com/profile/10307068763225486929noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2408234071111656144.post-54404028857173436922010-06-08T20:06:00.001-07:002010-06-08T20:09:28.089-07:00Prof Dharto Rektor Undip 2010-2014<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhORnfQ3NeK_2priBlb1HAuJlLsKV9v2WAQ75rpL7qqovT7CowDA_mpvCu7E7Hfh39HYCNR6oTHpn2v4VkDy8PXpWoV0OQiRattW698XsZ1o6PdUD_Bl7pVy4wpVy0O19jfXiAFZr7ZtMdU/s1600/rektor.jpg"><img style="float: right; margin: 0pt 0pt 10px 10px; cursor: pointer; width: 200px; height: 132px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhORnfQ3NeK_2priBlb1HAuJlLsKV9v2WAQ75rpL7qqovT7CowDA_mpvCu7E7Hfh39HYCNR6oTHpn2v4VkDy8PXpWoV0OQiRattW698XsZ1o6PdUD_Bl7pVy4wpVy0O19jfXiAFZr7ZtMdU/s200/rektor.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5480605427341772914" border="0" /></a><span style="font-weight: bold;">Semarang</span>-Prof Sudharto P Hadi, MES, Ph D, berhasil memenangi putaran kedua pemilihan rektor Undip dengan mengumpulkan 62 surat suara.<br /><br />Dari 115 surat suara dari anggota senat yang mengikuti pemilihan Rektor Undip periode 2010-2014, Prof Dr Susilo Wibowo, MS.Med.Sp.And hanya mendapatkan 43 suara, Sedangkan Prof Dr Arief Hidayat SH, MS memperoleh 10 surat suara.<div class="fullpost"><br />Saat ini berita acara hasil pemilihan rektor sedang dibuat oleh pimpinan sidang, sidang pemilihan rektor ini sendiri berjalan tertutup.<br /><br />Sumber: <a href="http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2010/06/08/56444/Prof-Dharto-Rektor-Undip-2010-2014#">Suara Merdeka</a><br /></div>sahaja bermaknahttp://www.blogger.com/profile/10307068763225486929noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2408234071111656144.post-43073512063672521442010-06-07T00:03:00.000-07:002010-06-07T00:08:58.465-07:00Bencana dan Tata Ruang<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjaGL2EIeSXBlQ9vcY4tOtkl9Y-OBz2-66tLaBNXuM-eQ4BS5YK3qZ_Fd_FhQ9V1mve4BEJ5Jf9EiPUQ098AN8eCQUTCZUCE4_hXFmU9MC6SfLUIi8QMWtHk3T5Q5-ntQAGamRHbNyZJ0tp/s1600/sudharto.gif"><img style="float: left; margin: 0pt 10px 10px 0pt; cursor: pointer; width: 184px; height: 200px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjaGL2EIeSXBlQ9vcY4tOtkl9Y-OBz2-66tLaBNXuM-eQ4BS5YK3qZ_Fd_FhQ9V1mve4BEJ5Jf9EiPUQ098AN8eCQUTCZUCE4_hXFmU9MC6SfLUIi8QMWtHk3T5Q5-ntQAGamRHbNyZJ0tp/s200/sudharto.gif" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5479924760090242530" border="0" /></a><span style="font-weight: bold;">Prof. Sudharto P. Hadi</span><br /><span style="font-weight: bold;">PADA</span> Hari Lingkungan tahun ini kembali kita merenung tentang berbagai bencana yang melanda negeri ini. Banjir Sungai Citarum yang melanda Bandung Selatan serta Kota dan Kabupaten Karawang mengingatkan peristiwa serupa setahun lalu yang terjadi disepanjang daerah aliran sungai (DAS) Bengawan Solo.<br /><br />Pemicunya sama yakni kerusakan DAS. Sebanyak 78% dari 718.269 hektare luas total DAS Citarum merupakan hutan rakyat yang rusak karena berubah fungsi menjadi lahan pertanian semusim. Sementara itu dalam skala Pulau Jawa, lebih dari 80% atau 116 dari 141 DAS kondisinya memprihatinkan.<br /><br />Kalau ditelusuri maka sumber bencana lingkungan adalah tata ruang yang amburadul dan tidak konsisten. Hal itu bisa dicermati dari dua sisi. Pertama; apakah dari awal memang pengalokasian ruang sesuai dengan kondisi lingkungan? Kedua; ketika sudah menjadi dokumen tata ruang apakah diimplementasikan sesuai dengan peruntukannya?<div class="fullpost"><br /><br />Umumnya tata ruang ditetapkan di belakang meja dan kurang melihat kondisi di lapangan. Penetapan peruntukan penggunaan ruang lebih banyak didasarkan atas kepentingan pertumbuhan ekonomi ketimbang pertimbangan sosial dan lingkungan.<br /><br />Tata ruang yang menetapkan sebuah kawasan untuk industri misalnya sudah seharusnya dihitung benar daya dukung dan daya tampung lingkungannya. Dua pertanyaan penting yang harus dijawab. Pertama; apakah lahan yang terbentang di kawasan tersebut mampu menopang kegiatan industri-industri yang akan menempati lokasi tersebut.<br /><br />Kedua; apakah ketersediaan air yang selama ini untuk mensuplai kebutuhan air baku penduduk dan irigasi masih mencukupi untuk kebutuhan industri. Berkaitan dengan daya tampung lingkungan, harus dihitung kemampuan sungai untuk menampung buangan limbah kegiatan industri.<br /><br />Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH) Pasal 15 mengamanatkan bahwa pemerintah dan pemda (provinsi, kota, dan kabupaten) wajib melaksanakan kajian lingkungan hidup strategis (KLHS) dalam penyusunan rencana tata ruangnya.<br />Kajian itu dimaksudkan untuk mengintegrasikan aspek lingkungan dalam pengambilan keputusan pada tahapan awal. Aspek lingkungan memandang bahwa tata ruang merupakan instrumen penting dalam kebijakan pembangunan. Bencana lingkungan seperti banjir, tanah longsor, abrasi, kekeringan yang terus menimpa negeri ini karena kegagalan penataan ruang.<br /><br />Saat ini hampir semua pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota sedang merevisi tata ruangnya untuk diselaraskan dengan UU Nomor 26 Tahun 2007. Sayangnya penyusunan dilakukan terburu-buru karena hampir semua pemda menargetkan mengesahkanya tahun ini.<br /><br />Penegakan Hukum<br /><br />Kondisi ini membawa dua konsekuensi. Pertama; hampir bisa dipastikan tata ruang yang akan disahkan belum menjalankan amanat Undang Tata Ruang dan Lingkungan yakni memasukan aspek daya dukung, daya tampung, dan mengintegrasikan dengan KLHS.<br /><br />Kedua; proses yang terburu-buru akan menegasikan peran serta masyarakat baik dalam arti keterwakilan ataupun muatan tata ruang yang seharusnya mencerminkan aspirasi dan kepentingan masyarakat. Terbatasnya peran serta masyarakat bisa kita lihat dari penolakan kelompok masyarakat di Kabupaten Pati atas draf tata ruang Provinsi Jawa Tengah (SM, 11/03/10).<br /><br />Tentu kita perlu mencermati aspek kedua tata ruang yakni penegakan hukum. Ruang yang ditetapkan untuk peruntukan tertentu harus dikawal agar sesuai dengan yang direncanakan. Luasan hutan di DAS Citarum yang hanya 1,4% jelas melampaui daya dukung lingkungan. Tingginya sedimentasi, tingkat pencemaran yang terjadi di lebih dari 70% sungai di Jawa Tengah menjadi indikasi beban yang melebihi daya tampung. Semuanya terjadi karena lemahnya penegakan hukum. Pelanggaran tata ruang sepertinya sudah lumrah terjadi di berbagai tempat.<br /><br />Ruang yang sebenarnya direncanakan terbuka hijau dengan mudah berubah untuk peruntukan komersial. Contohnya Rencana Induk Kota (RIK) Semarang 1975-2000 menetapkan Mijen untuk perkebunan, peternakan, dan pertanian. Pertengahan 1980-an, belasan pengembang mulai menyulap hutan di daerah perluasan tersebut menjadi perumahan.<br /><br />Alih fungsi lahan tersebut mengakibatkan daya serap tanah terhadap air terbatas. Air hujan menjadi run off (air larian) yang menggelontor ke Sungai Bringin dan mengakibatkan banjir di Mangunhardjo dan Mangkang Wetan, Kecamatan Tugu. Anehnya perubahan yang tidak sesuai dengan peruntukannya disahkan dengan Perda Rencana Tata Ruang 1995-2000. (10)<br /><br />Sumber Asli : <a href="http://suaramerdeka.com/smcetak/index.php?fuseaction=beritacetak.detailberitacetak&id_beritacetak=111809">Suara Merdeka</a><br /></div>sahaja bermaknahttp://www.blogger.com/profile/10307068763225486929noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2408234071111656144.post-34587720782473377752010-05-17T02:09:00.000-07:002010-05-17T02:24:13.534-07:00Selamat dan Sukses<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiZrpbXSfnJF-sPZLLLFXnLjyHUSdwS3dv5rJhuRp9yt4_d04bNWoyy2NP_cFsHwL5gIbXYoXnS_eQi2JOPVOWyOLLHXmx-Ov196rRGMEbwVK9rw6Bk02bbGEmJbpsyldyLly-pCpih8Fr4/s1600/promosi.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer; width: 400px; height: 272px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiZrpbXSfnJF-sPZLLLFXnLjyHUSdwS3dv5rJhuRp9yt4_d04bNWoyy2NP_cFsHwL5gIbXYoXnS_eQi2JOPVOWyOLLHXmx-Ov196rRGMEbwVK9rw6Bk02bbGEmJbpsyldyLly-pCpih8Fr4/s400/promosi.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5472163897269859746" border="0" /></a><br /><div class="fullpost"> </div>sahaja bermaknahttp://www.blogger.com/profile/10307068763225486929noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2408234071111656144.post-84604088200167585982010-05-16T23:58:00.000-07:002010-05-17T00:04:43.351-07:00R. Siti Rukayah, Dosen yang Teliti Maraknya Pusat Ritel<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgRPKcWgMSgj95VAWWeez0RHRpW-sif3rpdAiUMPAqEIOahyclQN1uqh4hJzaQ3xFQzNwrSXrckNtRTg_DKtPGxEhCVvPnX1WtCcq9bIIkpnKimQOb-62R6W5LOklPaU4L8NTDQDuNiYj9X/s1600/simpang+lima.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 320px; height: 240px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgRPKcWgMSgj95VAWWeez0RHRpW-sif3rpdAiUMPAqEIOahyclQN1uqh4hJzaQ3xFQzNwrSXrckNtRTg_DKtPGxEhCVvPnX1WtCcq9bIIkpnKimQOb-62R6W5LOklPaU4L8NTDQDuNiYj9X/s320/simpang+lima.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5472131367902387618" border="0" /></a><span style="font-weight: bold;">Hobi Belanja, Sebut Warga Semarang Demenyar</span><br /><br />R. Siti Rukayah, dosen Undip, meneliti banyak berdirinya pusat ritel di kawasan Simpang Lima, salah satu ruang publik di Kota Semarang. Dia mendapati banyak ruang terbuka yang telah menjadi ruang komersial. Seperti apa?<br /><br />RICKY FITRIYANTO<br /><br />---<br /><br />SITI Rukayah menilai, pemerintah terlalu mengobral perizinan bagi mal dan pusat perbelanjaan, sehingga banyak tempat usaha yang kolaps karena kalah bersaing.<br /><br />Sabtu (15/5) hari ini, wanita yang akrab disapa Tutut ini akan menjalani sidang promosi pengukuhan doktor. Disertasinya berjudul Simbiosis Ruang Terbuka Kota di Simpang Lima Semarang.<div class="fullpost"><br />Melalui penelitiannya, wanita yang mengambil program Doktor Teknik Arsitektur dan Perkotaan Undip ini mendapati Pemkot gemar memberikan izin bagi mal dan pusat perbelanjaan di ruang terbuka dan jalan protokol.<br /><br />"Ruang terbuka menjadi incaran karena menjadi tempat akumulasi masyarakat," kata wanita kelahiran Garut, 28 Juni 1968 ini.<br /><br />Akibatnya, kata Tutut, banyak aset pemerintah yang dilepas kepada investor. Dia mencontohkan, GOR yang kini menjadi mal dan Hotel Ciputra. Wisma Pancasila yang menjadi Plaza Simpang Lima. Gajahmada Plaza yang menjadi tempat hiburan dan bioskop. Juga tanah kosong yang menjadi pusat perbelanjaan elektronik.<br /><br />Padahal, awalnya pembangunan kawasan Simpang Lima yang diperintahkan Presiden Soekarno bertujuan untuk menggantikan ruang terbuka di Alun-Alun Utara. "Gejala ritelisasi di Kanjengan pada 1970- an terulang di Simpang Lima pada 1990-an," ujar istri Edi Purwanto ini.<br /><br />Padahal, jika diamati, munculnya pusat ritel baru selalu membuat sepi pusat perbelanjaan lain. Dia mencontohkan berdirinya Mal Paragon, mulai membuat mal-mal lainnya sepi. Bahkan, Mal Ramayana sampai tutup karena kalah bersaing.<br /><br />"Yang terjadi adalah hukum rimba. Mungkin kalau ada mal baru lagi, Paragon bisa kalah. Jadi sebenarnya pengunjungnya hanya pindah tempat saja," ujar dosen arsitektur Undip ini.<br /><br />Dia berpendapat, orang Semarang sebagai demenyar, demen sing anyar alias selalu menggemari sesuatu yang baru.<br /><br />Pemerintah, lanjutnya, juga seolah tak membatasi perizinan bagi ritel di ruang terbuka tersebut. Bahkan perizinan seakan diobral dan dikeluarkan terlalu sering. Menurutnya, sebuah pusat ritel rata-rata akan mengalami break event point (BEP) dalam 3-5 tahun. Setelah itu baru mereka bisa meraup laba.<br /><br />"Namun yang terjadi belum ada 3 tahun mengeluarkan izin, pemerintah memberi izin bagi pusat ritel lainnya. Akibatnya ritel yang lama tidak bisa bertahan."<br /><br />Yang tak kalah penting, masyarakat ternyata tak selalu tertarik pada ritel. Mereka juga tertarik pada bazar, yaitu istilahnya untuk para pedagang kecil dan PKL yang berjualan di luar ritel.<br /><br />"Di Simpang Lima kalau hari Minggu kan dipenuhi PKL. Saat saya tanya ternyata banyak dari mereka yang pedagang Pasar Johar. Mereka mau jualan di situ karena omsetnya tinggi," kata ibu dari Fariz Addo Giovano, Sabrina Adine Vania, dan Chinve Abyatina Audrey tersebut.<br /><br />Dari penelitiannya, pemilik lokal bazar tersebut ternyata cukup mampu. "Saat ritel sepi, mereka bisa memindahkan dagangannya ke dalam mal dengan perhitungan sendiri. Sekarang kan bisa dilihat di dalam mal pun ada penjual-penjual batik di sela-sela pameran mobil," tuturnya.<br /><br />Dia meminta pemerintah juga memperhatikan sektor informal tersebut. Sebab, mereka juga mau membayar retribusi. Dan ternyata pusat ritel dan bazar pun bisa bersimbiosis.<br /><br />Agar tak hanya terfokus di satu tempat, dia menyarankan pemerintah membuka ruang-ruang terbuka baru. Sebab ruang terbuka akan selalu menjadi tempat berkumpul masyarakat. "Kalau sudah begitu, investor pasti akan tertarik mendirikan usaha di situ."<br /><br />Tutut mengaku memilih penelitian tersebut karena memang hobi shopping. "Jadi biar enjoy," imbuhnya. Untuk meneliti tema tersebut, dia juga menghabiskan satu tahun keliling Jawa. Tujuannya hanya satu, melihat Alun-Alun atau ruang publik di setiap kota yang didatangi.<br /><br />"Tapi ini saya lakukan sembari piknik bersama keluarga," katanya. Hal tersebut dilakukan sebagai syarat disertasi. Sebab untuk program doktor, diharapkan penelitian yang dilakukan bisa diterapkan di setiap kota.<br /><br />"Saya paling terkesan dengan Alun-Alun Sidoarjo karena seperti hutan kota. Alun-alun Tuban juga bagus karena berada di pinggir pantai."<br /><br />Sumber : <a href="http://www.jawapos.co.id/radar/index.php?act=detail&rid=158775">Jawapos Radar Semarang</a><br />Sumber Photo : <a href="http://farm4.static.flickr.com/3653/3364718434_29fdff48d2.jpg">Flickr</a><br /><br /></div>sahaja bermaknahttp://www.blogger.com/profile/10307068763225486929noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2408234071111656144.post-14947760909731849422010-05-16T23:46:00.000-07:002010-05-16T23:52:25.075-07:00Siti Rukayah, Doktor Baru Undip<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgi3j9uP7jMnXI1mLvEaS6Yo3Ak79z2xo298oGYZ-KJP2gljK5N22ZtuBsVYSRzcwf2WuraTUtseVFF7EDo2HdEn3CQN3HMmen8YqUZr-WO94WpMXp3fZhhbK4eejJeWRvdTY5FrWx3uYNY/s1600/sitirukayah.png"><img style="margin: 0pt 0pt 10px 10px; float: right; cursor: pointer; width: 100px; height: 133px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgi3j9uP7jMnXI1mLvEaS6Yo3Ak79z2xo298oGYZ-KJP2gljK5N22ZtuBsVYSRzcwf2WuraTUtseVFF7EDo2HdEn3CQN3HMmen8YqUZr-WO94WpMXp3fZhhbK4eejJeWRvdTY5FrWx3uYNY/s200/sitirukayah.png" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5472127743539183762" border="0" /></a><span style="font-weight: bold;">SEMARANG</span>- Senat Undip akan mengukuhkan Ir R Siti Rukayah MT sebagai doktor di Gedung Pascasarjana Jalan Imam Bardjo SH, hari ini (15/5) pukul 10.00. Dia merupakan doktor ke-3 di Program Doktor Arsitektur dan Perkotaan Undip dan doktor ke-119 di Undip.<br /><br />Siti yang lulusan S1 Fakultas Teknik Arsitektur Undip (1992) dan Magister Teknik Arsitektur Undip (1998), mengambil judul disertasi “Simbiosis di Ruang Terbuka Kota di Simpanglima Semarang” dengan promotor Prof Dr Ir Sugiono Soetomo CES DEA dan co-promotor Dr Ir Joesron Alie Syahbana.<div class="fullpost"><br />“Konsep kota dengan dua ruang terbuka merupakan upaya untuk mengonservasi ruang-ruang terbuka tradisional dan upaya menciptakan ruang terbuka baru guna menampung gairah investasi di perkotaan,” ungkap ibu tiga anak tersebut.<br /><br />Sumber : <a href="http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2010/05/15/109501/Siti-Rukayah-Doktor-Baru-Undip">Suara Merdeka</a><br /></div>sahaja bermaknahttp://www.blogger.com/profile/10307068763225486929noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2408234071111656144.post-66645035380444476812009-12-18T19:59:00.000-08:002009-12-18T20:04:33.615-08:00Arsitektur Undip Juara III Desain Taman<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg892KAQSSyF0qaiQxa6w5YdYRMS8trPTSTR-xMS73IOlyTV6JrWXcRE6rwvPo75_M0cGMBA27AokDTnjD_5EsG9QYhrEtENtL0aml_PrO390k_-M_w7WWEFWs-_Pz4xkFCTuINzjkmEjFW/s1600-h/logo+undip4.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 282px; height: 320px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg892KAQSSyF0qaiQxa6w5YdYRMS8trPTSTR-xMS73IOlyTV6JrWXcRE6rwvPo75_M0cGMBA27AokDTnjD_5EsG9QYhrEtENtL0aml_PrO390k_-M_w7WWEFWs-_Pz4xkFCTuINzjkmEjFW/s320/logo+undip4.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5416793246513681746" border="0" /></a><span style="font-weight: bold;">SEMARANG</span> - Mahasiswa Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Undip menjadi juara III Sayembara Gagasan Perancangan 2009 Taman Kota Kebun Pisang Penjaringan Jakarta, Senin (1/12).<br /><br />Konsep desain Alphana Fridia Chessna, Paramadia Kartika, Zuhri Ferdeli, dan Sofan Nuri itu mengalahkan 42 karya lain dari seluruh Indonesia. Juara I lomba yang digelar Dinas Pertamanan DKI Jakarta itu adalah IPB, sedangkan juara II alumni UI.<br /><br />Dr Ir Edy Purwanto MT, dosen pembimbing keempat mahasiswa itu, menyatakan konsep desain mereka berjudul ”Eco Natural Garden City”. Konsep itu menawarkan alternatif desain taman 4,9 ha berbasis ekologi dan estetik.<br /><br />Ekologi diwujudkan dengan membatasi ruang bagi kendaraan bermotor yang masuk ke taman agar oksigen tak tercemar. Taman juga dilengkapi polder pengendali banjir, mengingat wilayah itu sering terlanda banjir.<div class="fullpost"><br />”Kendala dalam mendesain, selain bentuk lahan tipis dan memanjang seperti lintah, juga jenis tanah lempung tak memungkinkan semua jenis tanaman bisa hidup di sana,” ujarnya.<br /><br />Karena itu, mereka memilih jenis tanaman peneduh dan hias seperti pohon aren, jambu mete, jeruk besar, mawar, dan perdu untuk menghias taman kota tersebut. Selain itu, tanaman pisang sebagai ciri khas taman juga dipertahankan.<br />Daya Tarik Lokasi kebun pisang Penjaringan yang merupakan akses keluar-masuk ke Bandara Soekarno-Hatta menjadi poin tersendiri sebagai daya tarik Jakarta. Taman itu didesain terdiri atas dua zona, yakni taman pasif untuk paru-paru kota dan taman aktif yang bisa diakses masyarakat.<br /><br />Taman kota kebun pisang itu dirancang juga terdiri atas memiliki 20% area air berupa polder, 50% area hijau, dan 30% area publik seperti fasilitas taman bermain, jogging track, dan dermaga, sekaligus dilengkapi dengan tower komunikasi.<br /><br />”Kami menghindari desain taman yang bisa dipakai tidur oleh gelandangan dengan menerapkan model jogging track,” katanya.<br />Salah satu kelebihan taman itu, tutur dia, adalah memasukkan aspek sosial dalam proses desain.<br /><br />Masyarakat sekitar yang sebagian besar masyarakat menengah ke bawah dilibatkan dengan bisa mengambil hasil dari kebun pisang serta menggunakan area bermain.<br /><br />Dr Ir Eddy Prianto CES DEA, sebagai dosen koordinator, menyatakan pada ajang yang diikuti mahasiswa arsitektur dan arsitektur profesional itu, Arsitektur Undip mengirim 15 tim.<br /><br />Setiap tim terdiri atas empat mahasiswa dan seorang dosen pembimbing. Dua tim lolos ke peringkat sepuluh besar. Namun hanya satu tim yang masuk peringkat ketiga.<br /><br />Sumber : <a href="http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2009/12/03/90248/Arsitektur.Undip.Juara.III.Desain.Taman">Suara Merdeka</a><br /><br /></div>sahaja bermaknahttp://www.blogger.com/profile/10307068763225486929noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2408234071111656144.post-58942736001719105232009-12-18T19:47:00.000-08:002009-12-18T19:55:18.399-08:00Saatnya Menerapkan Arsitektur Hijau<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhgUHgGfA_UzMad4EK02JaU-QDm8Gm0DdrPJZHLfXTnNxhj1ubsVAU_BEgnLUjTV1WWsLRFLcaDEHVnCWYhA-wI0nuEypNG8JLZFnUTA2EHhkNKJEL_PPfaIb07f4DplMSC58_3e9QAbuo7/s1600-h/green+design.jpg"><img style="margin: 0pt 0pt 10px 10px; float: right; cursor: pointer; width: 318px; height: 320px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhgUHgGfA_UzMad4EK02JaU-QDm8Gm0DdrPJZHLfXTnNxhj1ubsVAU_BEgnLUjTV1WWsLRFLcaDEHVnCWYhA-wI0nuEypNG8JLZFnUTA2EHhkNKJEL_PPfaIb07f4DplMSC58_3e9QAbuo7/s320/green+design.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5416790560003292242" border="0" /></a><span style="font-weight: bold;">KONSEP</span> green technology kini menjadi tuntutan masyarakat di sejumlah negara maju. Green dalam konteks ini dapat diterjemahkan sebagai ramah lingkungan.<br /><br />Istilah ramah lingkungan makin merebak, setelah bumi menghadapi berbagai masalah krusial seperti isu global warming, deforestasi (penebangan liar), polusi yang meningkat, dan sebagainya. Semua itu terkait dengan aktivitas keseharian manusia yang sangat berpengaruh terhadap kelestarian lingkungan.<br /><br />Pencemaran juga dipicu oleh perkembangan teknologi saat ini. Teknologi, di satu sisi, memang dapat memerbaiki bahkan mendukung kehidupan manusia. Tetapi di sisi lain juga bisa menghancurkan. Dalam konteks inilah isu teknologi hijau makin kencang terdengar.<div class="fullpost"><br />Banyak hal bisa dilakukan untuk menerapkan teknologi hijau, misalnya melalui green computing dan green architecture (arsitektur hijau). Green computing adalah perilaku menggunakan sumber daya komputasi secara efisien, dengan memaksimalkan efisiensi energi, memperpanjang masa pakai perangkat keras, meminimalkan penggunaan kertas, dan beberapa hal teknis lainnya.<br /><br />Sedangkan arsitektur hijau adalah proses rancang bangun untuk mengurangi dampak lingkungan yang kurang baik, meningkatkan kenyamanan manusia dengan peningkatan efisiensi, pengurangan penggunaan sumberdaya, energi dan pemakaian lahan, maupun pengelolaan sampah yang efektif dalam tataran arsitektur.<br /><br />Jika kita ingin merenovasi rumah, ada baiknya menggunakan konsep arsitektur hijau. Tak bisa diungkiri, Indonesia masih tertinggal dari negara-negara maju dalam aplikasi konsep ini.<br /><br />Bisa dipahami, karena mereka lebih dulu memahaminya dengan baik dan menerapkannya untuk rumah / bangunan sehingga tercipta properti yang ramah lingkungan. Membangun rumah berkonsep arsitektur hijau sejatinya tak identik dengan biaya mahal, tapi selaras dengan prinsip ekonomi dan merupakan investasi jangka panjang, memiliki nilai tinggi serta nyaman dihuni.<br /><br />Kita nantinya justru diuntungkan dengan arsitektur hijau, karena konsentrasi oksigen di kawasan hijau lebih tinggi, udara lebih segar, air lebih bersih, serta limbah lebih sedikit.<br />Mengurangi Emisi Selain itu, perumahan berkonsep arsitektur hijau berarti turut berperan mengurangi emisi penyebab pemanasan global dan menjaga kelestarian lingkungan.<br /><br />Membangun hunian dengan konsep hijau bukan sekadar membangun permukiman dengan taman dan pepohonan di kiri-kanan jalan. Lebih dari itu, secara luas berarti berwawasan lingkungan dan proses berkelanjutan meliputi keseimbangan ekologis, desain rumah yang ramah lingkungan, pemberdayaan bagi penghuni, serta penegakan hukum sesuai tata ruang dan wilayah, juga memerhatikan etika dan kenyamanan warga.<br /><br />Hunian hijau bertujuan mengembangkan kawasan dengan memperhatikan penghijauan, yaitu penanaman pohon yang secara optimal mampu menyerap polutan.<br /><br />Selain itu, properti hijau juga menyangkut tata guna lahan, konservasi air bersih, ruang terbuka hijau, penerapan pola hemat energi, material bangunan, pengolahan sampah dan air kotor, serta memerhatikan transportasi / aksesbilitas. Keuntungan yang diperoleh dari lingkungan hijau terhadap kesehatan adalah dapat mereduksi pencemaran udara, bisa menyejukkan perasaan sehingga mengurangi stress atau depresi, memberi supply udara bersih pada wilayah sekitar permukiman. Artinya, secara keseluruhan baik bagi kesehatan dan kelestarian alam.<br /><br />Nah, tentunya keselarasan hidup manusia dan alam harus tetap seimbang. Untuk mewujudkan itu semuanya, mari kita memulainya dari diri sendiri. Dengan konsep green technology yang terangkum dalam arsitektur hijau, kita dapat memberikan sumbangsih untuk lebih menghijaukan bumi ini. Sudah saatnya kita menerapkan sistem ramah lingkungan ini dalam ruang lingkup kita sehari-hari.<br /><br />Sumber : <a href="http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2009/06/29/70017/Saatnya.Menerapkan.Arsitektur.Hijau">Suara Merdeka</a><br />Gambar - <a href="http://www.designshare.com/Awards/ImageFiles/191_image4.gif">Designshare<br /></a><br /></div>sahaja bermaknahttp://www.blogger.com/profile/10307068763225486929noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2408234071111656144.post-48448898943721864112009-12-10T23:41:00.000-08:002009-12-10T23:59:37.245-08:00Menyelamatkan Kota<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj0N-2Wcml3hGLrHDEGo2wh3VGywBqxKqwbzbuB5MxODlbe0MyKXKS7jA5PqOBeZNqWmZ42sxbnqyR6PMRsdpLPa-gVucctKXGfCMeJXCnk9Iq9jV7HEKIg5lkt66dkdIJiva7T9Dl9Gc7x/s1600-h/kota.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 282px; height: 320px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj0N-2Wcml3hGLrHDEGo2wh3VGywBqxKqwbzbuB5MxODlbe0MyKXKS7jA5PqOBeZNqWmZ42sxbnqyR6PMRsdpLPa-gVucctKXGfCMeJXCnk9Iq9jV7HEKIg5lkt66dkdIJiva7T9Dl9Gc7x/s320/kota.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5413884845996153218" border="0" /></a><span style="font-weight: bold;">Kompas</span> - Memperingati Hari Habitat Dunia, Sekjen PBB Ban Ki-moon berpesan, ”Perencanaan kota hanya terwujud bila ada tata pemerintahan yang baik....”<br /><br />Tanpa tata pemerintahan yang baik, tanpa pelibatan aktif masyarakat miskin perkotaan dalam pengambilan keputusan yang terkait nasib mereka, dan tanpa penanggulangan korupsi, perencanaan perkotaan di segenap pelosok Tanah Air tidak akan banyak manfaatnya.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Vandalisme perencanaan</span><br /><br />Beberapa tahun silam, seorang unsur pimpinan Asosiasi Pemerintahan Kota Se-Indonesia mengemukakan, lebih dari 80 persen rencana kota di Indonesia tidak terlaksana seperti yang telah ditetapkan. Majalah The Economist (September 2009) mengangkat soal vandalisme ekonomi, mengakibatkan resesi. Maka untuk disiplin ilmu dan profesi perencanaan kota, sebenarnya banyak terjadi vandalisme perencanaan perkotaan karena banyak penyimpangan dan pelanggaran tata ruang perkotaan, tanpa sanksi bagi pelanggarnya.<div class="fullpost"><br /><br />Kini kita merasakan akibatnya. Banyak taman kota, tempat bermain, dan lapangan olahraga yang menghilang, disulap jadi bangunan komersial. Banyak bangunan kuno bersejarah diganti bangunan modern dan post-modern yang tak berjiwa. Kawasan kumuh dan liar pun merebak tanpa kendali. Penduduk miskin perkotaan kian dipinggirkan.<br />Selain itu, macetnya lalu lintas karena rencana pembangunan transportasi massal terkendala berbagai faktor, termasuk lobi kuat para produsen mobil. Pertumbuhan kota yang kian melebar, melahap tanah-tanah subur di sekitarnya, menyulitkan penyediaan infrastrukturnya.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Contoh jelek</span><br /><br />Contoh paling jelek dipertontonkan kota Jakarta, satu-satunya megalopolis ibu kota negara. Coba tengok, makam di tengah kota berubah menjadi apartemen mewah menjulang tinggi. Biasanya pemandangan yang didambakan adalah laut, gunung, taman, dan kolam. Namun, di apartemen itu tampaknya kuburan menjadi pemandangan utama.<br /><br />Lebih mengherankan lagi, makam menjadi kantor pemerintah. Di desa-desa, kuburan di pinggir dusun sungguh dihormati, bahkan amat sangat disegani. Oleh masyarakat setempat, makam desa disebut setana (istana). Mana ada orang desa berani mengubah fungsi setana menjadi perumahan atau perkantoran. Jangan lupa, kuburan termasuk kategori ruang terbuka hijau yang wajib dilestarikan.<br /><br />UU No 26/2007 tentang Penataan Ruang mengamanatkan, di perkotaan wajib tersedia 30 persen ruang terbuka hijau, terdiri dari 20 persen ruang terbuka hijau publik dan 10 persen ruang terbuka hijau privat.<br /><br />Berapa total luas ruang terbuka hijau Jakarta? Kabarnya tinggal 9,8 persen, amat jauh dari ketentuan UU.<br /><br />Bagaimana Jakarta menanggulangi banjir tiap musim hujan jika ruang terbuka hijau begitu minim? Belum lagi fenomena perubahan iklim yang berdampak naiknya permukaan air laut.<br /><br />Contoh jelek lain yang amat merisaukan adalah sistem transportasi umum. Tahun 1970-an, Bangkok dikenal sebagai kota paling macet. Predikat itu rupanya sudah pindah ke Jakarta.<br /><br />Semua orang tahu, alternatif terbaik untuk mengatasi kemacetan lalu lintas kota Jakarta adalah mass rapid transit di bawah atau di atas tanah, bukan mengambil lahan seperti model trans Jakarta.<br /><br />Tidak kalah mengerikan, dosa kembar: kegilaan membangun segala hal yang gigantik di pusat kota yang sudah sumpek dan pemekaran kota tanpa kendali ”mencaplok” daerah belakang menjadi kawasan konurbasi.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Rencana penyelamatan</span><br /><br />Ada dua aspek besar untuk menyelamatkan kota.<br /><br />Pertama, aspek perencanaan prosedural, menyangkut tata pemerintahan yang baik, proses pengambilan keputusan yang demokratis, dan pemberantasan korupsi tanpa pandang bulu.<br /><br />Kedua, aspek perencanaan substansial yang lebih realistis, pragmatis, tetapi juga visioner, berwawasan jangka panjang.<br /><br />Untuk itu, kita perlu: pertama, mencegah kecenderungan bunuh diri ekologis perkotaan, dengan menjaga eksistensi ruang terbuka hijau yang tersisa, menambah ruang terbuka hijau yang baru, dan menerapkan prinsip kota hijau.<br /><br />Kedua, meneguhkan tekad membangun sistem transportasi publik terpadu, mengurangi ketergantungan pada kendaraan pribadi, yang akan amat menghemat energi dan bisa menangkal dampak negatif emisi karbon dan gas rumah kaca.<br /><br />Ketiga, mengupayakan keseimbangan dinamis antara kota dan desa, menggalakkan pembangunan kota-kota baru mandiri, menciptakan kota-kota yang kompak berskala manusia.<br /><br />Keempat, mengurangi kesenjangan ekonomi antarwarga kota yang berpotensi memicu kecemburuan sosial, melalui perencanaan komunitas yang mampu menggairahkan solidaritas sosial, mencegah gejala eksklusivisme.<br /><br />Kelima, menggalakkan aneka program yang memberi peluang untuk distribusi sumber daya alam, manusia (kependudukan), modal/finansial, kelembagaan (institusional), dan teknologi secara merata dan berimbang.<br /><br />Aneka program transmigrasi dengan prinsip daerah membangun (bukan pembangunan daerah) dan yang belakangan ramai dibicarakan: perpindahan penduduk karena dampak perubahan iklim (climigration) kiranya layak dijadikan salah satu landasan pemikiran guna penyelamatan kota-kota kita pada masa depan.<br /><br />Sumber : <a href="http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/10/06/02301075/menyelamatkan.kota">Kompas</a><br /><br /></div>sahaja bermaknahttp://www.blogger.com/profile/10307068763225486929noreply@blogger.com0