Rabu, 22 Oktober 2008

Kondisi Air Tanah Kita

Kontribusi Dari Parfi Khadiyanto (Angkatan 01)

Jangan salah baca, kali ini kita akan bicara mengenai kondisi air tanah, bukan tanah air kita. Mengapa? Karena masalah ini begitu penting, hingga tak dapat diabaikan begitu saja. Tuhan menciptakan bumi, dengan komposisi air yang jauh lebih besar daripada tanah. Dua pertiga bagian bumi adalah air. Namun, hanya sekitar dua persennya saja yang dapat dimanfaatkan langsung sebagai air minum. Jumlah itu, kini
semakin berkurang jumlahnya.

Menurut penelitian, konon perbandingan kebutuhan air dengan ketersediaan air di Pulau Jawa sudah pada posisi 1 berbanding 1,5. Artinya, ketersediaannya hanya 2/3 dari kebutuhan, atau istilah dagangnya, sudah tekor. Banyak sumur yang sudah mulai kering pada bulan September hingga Desember. Hingga banyak yang menyebut September sebagai sat-sating sumber (sekering-keringnya air).


Harga air, khusunya air minum dalam kemasan, baik kemasan gelas, botol ataupun galon, sudah mahal sekali untuk ukuran wilayah yang dikelilingi lautan, dan selalu banjir apabila musim hujan datang. Aneh, sering tergenang banjir tapi harga air mahal.

Di Kota Semarang, tidak semua penduduk mendapatkan akses pelayanan air bersih dari pemerintah kota. Akibatnya banyak dari mereka yang ambil air tanah melalui sumur dangkal atau sumur dalam, antara 10 hingga 40 meter di bawah permukaan tanah. Masyarakat berlomba memperdalam sumur, dengan harapan dapat lebih mampu menjangkau air tanah. Namun, diperlukan dana tidak sedikit untuk membuat sumur dengan kedalaman cukup. Perlu puluhan juta rupiah. Bagi yang tak punya cukup uang, harus pasrah dengan air sungai yang kotor, air sendang, dan sumber air lainnya.

Mencoba mengatasi permasalahan itu, dalam beberapa tahun terakhir pemerintah kota Semarang mengadakan program pembuatan sumur artesis. Proyek yang dikawal Dinas Pekerjaan Umum itu diberikan kepada warga di wilayah yang kesulitan mendapatkan air bersih.

Program itu efektif. Dalam hitungan waktu yang relatif pendek, masyarakat senang karena mendapat air bersih. Tetapi, apakah sudah dipikirkan dampak jangka panjangnya? Program tersebut sebenarnya termasuk dalam kegiatan pengurasan potensi air tanah yang ada di wilayah itu.

Mestinya, ketika Pemkot memberikan bantuan sumur artesis, harus sekaligus dalam satu paket pembuatan sumur resapan atau biopori, agar terjadi proses konservasi sumberdaya air. Air tanah diambil untuk kebutuhan domestik, tetapi sekaligus menyiapkan instrumen untuk menjaga kelestarian air tanah di wilayah proyek.

Bayangkan kalau sekarang saja di Pulau Jawa ini, air yang tersedia sudah dikuras sepertiganya untuk kebutuhan konsumsi domestik, dengan ketersedian yang hanya 2/3 dari kebutuhan, beberapa tahun lagi wilayah Jawa akan menjadi kering kerontang?

Untuk itu marilah kita hemat air, masukkan air secepatnya dan sebanyak-banyaknya ke dalam tanah lagi. Buatlah sumber resapan, biopori, dan tandon penyimpanan air hujan. Sedapat mungkin manfaatkan setiap tetes air, jangan sampai terbuang percuma.

Sumber : Suara Merdeka

0 komentar:

Design by infinityskins.blogspot.com 2007-2008