Selasa, 21 Oktober 2008

Ramadan yang Puitis

Oleh : Prof. Ir. Eko Budihardjo, M. Sc (Rektor Universitas Diponegoro, Semarang/1998-2007)

KULANUWUN. Dalam bulan Ramadan tahun ini, lebih dahsyat daripada tahun-tahun yang silam, saya memperoleh kiriman banyak sekali SMS yang puitis. Kalimat dan rangkaian kata-katanya indah-indah, menyentuh hati, menggetarkan senar-senar emosi, menggugah rasa. Tidak hanya yang berbahasa Indonesia, ada pula yang berbahasa Inggris, dan banyak yang berbahasa Jawa.

Saya cuplikkan beberapa saja, karena kalau semuanya pasti habis ruangan di Koran Suara Merdeka yang terbesar dan tersebar di Jawa Tengah ini.

"To my beloved relatives & friends: The holy month of Ramadan has come around again/ Let's welcome it with open arms/ Knowing that at the end of it the rewards are a thousand-fold: a healthier body, a cleaner soul/ and above all Allah's promise to absolve us of our past sins & mistakes/ Have a Happy & Prosperous Ramadhan."

Bagi yang kurang paham berbahasa Inggris, bisa konsultasi tentang arti dari beautiful poem tersebut di atas kepada Prof Retmono, sang pengirim SMS.


Kiriman lain berbahasa Indonesia dari Mas Asep Ridwan mantan Ketua Senat Undip: "Jika hati sejernih air/ jangan biarkan ia keruh/ Jika jiwa seputih awan/ jangan biarkan ia gelap/ Jika iman seindah bulan/ jangan biarkan ia redup/ Dan jika ada langkah membekas lara/ Ada kata merangkai dusta/ mohon dimaafkan."

Bu Hasta sebagai seorang psikolog kondang dari Undip yang banyak mendampingi mahasiswa dan remaja-remaja bermasalah, tak mau kalah, kirim SMS gaul kepada rektornya:

"Hatiku gak sebening XL/ Jiwaku gak secerah MENTARI/ Banyak khilaf yang buat FREN kecewa/ Kuminta SIMPATI-nya untuk BEBAS-kan kami dari dosa/ semoga kita dapat HOKI dan acungan JEMPOL dari 4JJ...."

Banyak juga yang kirim pesan Ramadan dalam bahasa Jawa, berupa geguritan, yang tidak kalah indah. Kebetulan kan baru saja Pemprov Jateng bersama tokoh-tokoh budayawan ramai-ramai menyelenggarakan Kongres Bahasa Jawa. Salah satunya saya cuplik dari Dimas Yung Hadiyanto, Kepala Biro Pusat Statistik Jateng:

"Gilir gumanti sumunaring surya padhang tetrawangan/ Surya kapisan sugeng siyam, sugeng karaharjan, kasaenan, ugi katentreman sarta iman/ Nyuwun gunging pangaksami sadaya kalepatan..."

Bila dipikir-pikirkan, hanya ada tak lebih dari 26 huruf mulai A sampai Z, tetapi begitu banyak untaian kata-kata indah yang diciptakan. Begitu pula hanya ada tujuh not dari Do sampai Si, namun tak terhitung berapa banyak lagu-lagu mendayu-dayu yang dinyanyikan. Angka pun hanya ada 10 biji dari 0 sampai 9, tetapi begitu banyak jumlah uang yang bisa dikumpulkan oleh konglomerat hitam, bisa untuk tujuh juta turunan (kalau cuma tujuh turunan kan terlalu sedikit ya?)

Mencermati semua itu, dalam bulan Ramadan yang indah ini, sepantasnyalah kita semua bersyukur, selain memang mesti tetap juga terus berpikir dan berzikir. Memang, begitu banyak musibah yang berturut-turut menimpa bangsa kita belakangan ini. Lumpuh layuh, flu burung, sapi gila, gizi buruk, gempa, tsunami, longsor, banjir, kekeringan, lumpur panas ... seolah takkan ada hentinya. Namun kita mesti tetap optimistis, dengan dada tegak kita coba atasi segala masalah yang menimpa kita semua.

Waktu tampil sebagai pembicara dalam Kongres Bahasa Jawa bersama Prof Dr Damardjati Supadjar dari UGM dan Gusti Dipokusumo dari Kasunanan Surakarta, saya sampaikan tentang aneka kearifan Jawa, yang menunjukkan keandalan nenek moyang kita.

Bila untuk bau busuk, dalam bahasa inggris hanya dikenal kata-kata smelly, bad smell, atau foul, dalam bahasa Jawa tak terhitung padanannya. Beberapa di antaranya adalah: bacin, badeg, baseng, pesing, penguk, prengus, kecut, sengak, sengir, asem... di sela-sela acara Promosi Doktor Yos Johan Utama SH, Prof Tjip sempat nambahi, kalau tentang bawa-membawa, dalam bahasa Inggris paling ya to bring atau to carry, tapi dalam bahasa Jawa ada mikul, njinjing, ngenthit, nyangking, ngempit, nggendhong, mbopong, manggul...

Dalam urusan doa pun, kendati agama Islam berasal dari Negara Arab, dan ketika shalat pun wajib menggunakan bahasa Arab (tak boleh pakai bahasa Jawa, Indonesia, Inggris, Prancis, Mandarin, Jepang), namun tatkala berdoa sendiri-sendiri boleh pakai bahasa ibu masing-masing.

Bila akan tidur, saya memang diajari ustad untuk berdoa dalam bahasa Arab: Bismikallohuma ahya wa bismika amut. Artinya kurang lebih: Dengan nama Allah maka hamba hidup, dan dengan nama Allah pula maka hamba mati."

Nah, Nenek dan Ibu saya almarhum dari desa memberi warisan doa sebelum tidur dalam bahasa Banyumas cekek seperti berikut:

"Nataena, sukma gumuling, cahya ngadeg, badan turu, ati tangi, nyawa semendhe, semendhe kersaning Allah. Laillahailallah Muhammadar Rasulullah."

Lo, begitu indahnya, dan berarti juga setiap kali menjelang tidur otomatis putra-wayahnya membaca kalimat syahadat. Memang bila dicermati doa-doa yang menyentuh jiwa, kebanyakan merupakan untaian kata-kata yang puitis.

Liding dongeng, marilah kita nikmati bersama bulan Ramadan yang indah penuh berkah ini, dengan iktikad baik untuk menambah keindahan lahir-batin pada lingkungan sekitar kita. Samanten rumiyin atur kula, kepareng, nuwun.

Sumber : Suara Merdeka

0 komentar:

Design by infinityskins.blogspot.com 2007-2008