Senin, 17 Mei 2010

Selamat dan Sukses


Read more.....

Minggu, 16 Mei 2010

R. Siti Rukayah, Dosen yang Teliti Maraknya Pusat Ritel

Hobi Belanja, Sebut Warga Semarang Demenyar

R. Siti Rukayah, dosen Undip, meneliti banyak berdirinya pusat ritel di kawasan Simpang Lima, salah satu ruang publik di Kota Semarang. Dia mendapati banyak ruang terbuka yang telah menjadi ruang komersial. Seperti apa?

RICKY FITRIYANTO

---

SITI Rukayah menilai, pemerintah terlalu mengobral perizinan bagi mal dan pusat perbelanjaan, sehingga banyak tempat usaha yang kolaps karena kalah bersaing.

Sabtu (15/5) hari ini, wanita yang akrab disapa Tutut ini akan menjalani sidang promosi pengukuhan doktor. Disertasinya berjudul Simbiosis Ruang Terbuka Kota di Simpang Lima Semarang.


Melalui penelitiannya, wanita yang mengambil program Doktor Teknik Arsitektur dan Perkotaan Undip ini mendapati Pemkot gemar memberikan izin bagi mal dan pusat perbelanjaan di ruang terbuka dan jalan protokol.

"Ruang terbuka menjadi incaran karena menjadi tempat akumulasi masyarakat," kata wanita kelahiran Garut, 28 Juni 1968 ini.

Akibatnya, kata Tutut, banyak aset pemerintah yang dilepas kepada investor. Dia mencontohkan, GOR yang kini menjadi mal dan Hotel Ciputra. Wisma Pancasila yang menjadi Plaza Simpang Lima. Gajahmada Plaza yang menjadi tempat hiburan dan bioskop. Juga tanah kosong yang menjadi pusat perbelanjaan elektronik.

Padahal, awalnya pembangunan kawasan Simpang Lima yang diperintahkan Presiden Soekarno bertujuan untuk menggantikan ruang terbuka di Alun-Alun Utara. "Gejala ritelisasi di Kanjengan pada 1970- an terulang di Simpang Lima pada 1990-an," ujar istri Edi Purwanto ini.

Padahal, jika diamati, munculnya pusat ritel baru selalu membuat sepi pusat perbelanjaan lain. Dia mencontohkan berdirinya Mal Paragon, mulai membuat mal-mal lainnya sepi. Bahkan, Mal Ramayana sampai tutup karena kalah bersaing.

"Yang terjadi adalah hukum rimba. Mungkin kalau ada mal baru lagi, Paragon bisa kalah. Jadi sebenarnya pengunjungnya hanya pindah tempat saja," ujar dosen arsitektur Undip ini.

Dia berpendapat, orang Semarang sebagai demenyar, demen sing anyar alias selalu menggemari sesuatu yang baru.

Pemerintah, lanjutnya, juga seolah tak membatasi perizinan bagi ritel di ruang terbuka tersebut. Bahkan perizinan seakan diobral dan dikeluarkan terlalu sering. Menurutnya, sebuah pusat ritel rata-rata akan mengalami break event point (BEP) dalam 3-5 tahun. Setelah itu baru mereka bisa meraup laba.

"Namun yang terjadi belum ada 3 tahun mengeluarkan izin, pemerintah memberi izin bagi pusat ritel lainnya. Akibatnya ritel yang lama tidak bisa bertahan."

Yang tak kalah penting, masyarakat ternyata tak selalu tertarik pada ritel. Mereka juga tertarik pada bazar, yaitu istilahnya untuk para pedagang kecil dan PKL yang berjualan di luar ritel.

"Di Simpang Lima kalau hari Minggu kan dipenuhi PKL. Saat saya tanya ternyata banyak dari mereka yang pedagang Pasar Johar. Mereka mau jualan di situ karena omsetnya tinggi," kata ibu dari Fariz Addo Giovano, Sabrina Adine Vania, dan Chinve Abyatina Audrey tersebut.

Dari penelitiannya, pemilik lokal bazar tersebut ternyata cukup mampu. "Saat ritel sepi, mereka bisa memindahkan dagangannya ke dalam mal dengan perhitungan sendiri. Sekarang kan bisa dilihat di dalam mal pun ada penjual-penjual batik di sela-sela pameran mobil," tuturnya.

Dia meminta pemerintah juga memperhatikan sektor informal tersebut. Sebab, mereka juga mau membayar retribusi. Dan ternyata pusat ritel dan bazar pun bisa bersimbiosis.

Agar tak hanya terfokus di satu tempat, dia menyarankan pemerintah membuka ruang-ruang terbuka baru. Sebab ruang terbuka akan selalu menjadi tempat berkumpul masyarakat. "Kalau sudah begitu, investor pasti akan tertarik mendirikan usaha di situ."

Tutut mengaku memilih penelitian tersebut karena memang hobi shopping. "Jadi biar enjoy," imbuhnya. Untuk meneliti tema tersebut, dia juga menghabiskan satu tahun keliling Jawa. Tujuannya hanya satu, melihat Alun-Alun atau ruang publik di setiap kota yang didatangi.

"Tapi ini saya lakukan sembari piknik bersama keluarga," katanya. Hal tersebut dilakukan sebagai syarat disertasi. Sebab untuk program doktor, diharapkan penelitian yang dilakukan bisa diterapkan di setiap kota.

"Saya paling terkesan dengan Alun-Alun Sidoarjo karena seperti hutan kota. Alun-alun Tuban juga bagus karena berada di pinggir pantai."

Sumber : Jawapos Radar Semarang
Sumber Photo : Flickr

Read more.....

Siti Rukayah, Doktor Baru Undip

SEMARANG- Senat Undip akan mengukuhkan Ir R Siti Rukayah MT sebagai doktor di Gedung Pascasarjana Jalan Imam Bardjo SH, hari ini (15/5) pukul 10.00. Dia merupakan doktor ke-3 di Program Doktor Arsitektur dan Perkotaan Undip dan doktor ke-119 di Undip.

Siti yang lulusan S1 Fakultas Teknik Arsitektur Undip (1992) dan Magister Teknik Arsitektur Undip (1998), mengambil judul disertasi “Simbiosis di Ruang Terbuka Kota di Simpanglima Semarang” dengan promotor Prof Dr Ir Sugiono Soetomo CES DEA dan co-promotor Dr Ir Joesron Alie Syahbana.


“Konsep kota dengan dua ruang terbuka merupakan upaya untuk mengonservasi ruang-ruang terbuka tradisional dan upaya menciptakan ruang terbuka baru guna menampung gairah investasi di perkotaan,” ungkap ibu tiga anak tersebut.

Sumber : Suara Merdeka

Read more.....

Design by infinityskins.blogspot.com 2007-2008