Kampung Kuningan yang Terus Bertahan
SEMARANG - Kampung Kuningan bertahan di tengah-tengah pembangunan kawasan segi tiga emas Kuningan dan Mega Kuningan, Jakarta. Sudarmawan Juwono memaparkan kebertahanan kampung di Kecamatan Setiabudi, Jakarta Selatan, itu saat ujian promosi terbuka program doktor Teknik Arsitektur dan Perkotaan Program Pascasarjana Undip di Gedung Pascasarjana Undip, Jalan Imam Bardjo, Semarang, kemarin.
Di hadapan penguji, antara lain Rektor Undip Prof Dr dr Susilo Wibowo MS Med Sp And, Prof Dr Ir Sugiono Soetomo DEA (promotor), dan Prof Ir Eko Budihardjo MSc, pria kelahiran Wonosobo, 22 November 1966, itu memaparkan disertasi ”Kampung Kuningan di Kawasan Mega Kuningan Jakarta, Kebertahanan Kampung dalam Perkembangan Kota.”
Dia menyatakan fakta sejarah dan tradisi lisan menunjukkan Kampung Kuningan memiliki akar sejarah sebagai kampung Betawi. ”Aktivitas sehari-hari warga, nilai sosial budaya seperti mata pencaharian, tradisi, adat-istiadat, kebiasaan, dan hubungan kemasyarakatan masih dilestarikan di sana.”
Pengajar arsitektur Universitas Bung Karno dan Universitas YAI Persada Jakarta itu menuturkan kampung itu sekarang bertahan dengan segala aktivitas, morfologi, serta kehidupan warga. ”Bahkan ada 'unsur' kampung yang diakomodasi di kawasan modern.”
Dia menyatakan perubahan wujud, fungsi, dan keberadaan kampung erat berkait dengan perkembangan Mega Kuningan. Puncak perkembangan 1994-1997 ditandai dengan perkembangan estate developement Mega Kuningan sebagai bagian pembangunan segi tiga emas Kuningan yang menggusur sebagian besar Kampung Kuningan. Kampung yang tersisa bertahan, menyesuaikan diri dengan perkembangan kawasan.
Namun, kata pegawai PT Pos Indonesia itu, ada ancaman yang terlihat dari perubahan sosiospesial. Meski ada pula kemampuan mempertahankan makam dan masjid. ”Ruang-ruang itu inti nilai-nilai keruangan yang tak dapat ditembus kekuatan sosial ekonomi.”
Ruang itu ditransformasikan sebagai ruang bersama sehingga bernilai fungsional dan simbolik. Proses itu wujud pelestarian yang mengintegrasikan kampung dalam perkembangan kota.
Bisa disimpulkan, ujar peraih predikat cum laude dengan IPK 3,77 itu, Kampung Kuningan merupakan permukiman yang memiliki nilai sosial budaya, latar belakang sejarah, tradisi Betawi, dan Islam. Kampung itu tumbuh secara fungsional sebagai tempat tinggal dan ruang kerja bagi warga.
Berbagai investasi ekonomi dan sosial didasari spirit kampung untuk mempertahankan jiwa kampung tetap berkembang. ”Namun jika perkembangan kawasan dan kampung dibiarkan mengikuti mekanisme pasar akan menurunkan manfaat fungsional kampung. Karena itu pemerintah perlu mempertahankan dan menetapkan pelestarian ruang dan kehidupan Kampung Kuningan yang tersisa sebagai bagian keragaman kawasan Kuningan.”
Sumber: Suara Merdeka
0 komentar:
Posting Komentar