Menurun, Kualitas Lingkungan di Kampus PTN
KAWASAN kampus PTN tumbuh menjadi pusat hunian baru. Populasi mahasiswa yang besar memancing aktivitas ekonomi seperti pendirian warung, asrama mahasiswa, dan properti. Ketersediaan air bersih dan tata ruang perlu diperhatikan.
Tiga kawasan kampus PTN di Semarang yakni Tembalang (Undip dan Polines), Sekaran (Unnes), dan Ngaliyan (IAIN Walisongo) mengalami pertumbuhan populasi yang menakjubkan. Jumlah penduduk membengkak karena keberadaan "kaum urban temporer" yakni mahasiswa.
Pakar lingkungan Prof Sudharto P Hadi MES PHd menyatakan, "kampus merupakan wanted facilities. Berkebalikan dengan tempat pembuangan sampah yang merupakan unwanted facilities," ujarnya.
Ibarat pepatah ada gula ada semut. Populasi mahasiswa yang relatif tinggi memancing pertumbuhan aktivitas ekonomi seperti asrama mahasiswa, warung makan, toko, warung internet, dan aneka penyedia kebutuhan. Perkembangan selanjutnya, kampus menjadi kawasan yang strategis sehingga mendorong minat pendirian properti.
Air dan Tata Ruang
Sekaran Gunungati yang merupakan kawasan Universitas Negeri Semarang (Unnes) bisa menjadi gambaran pengaruh kampus terhadap modernitas. Sebelum tahun 1983, Sekaran hanyalah padang rumput gersang tempat meng-gembala ternak. Fasilitas seperti jalan dan penerangan serba terbatas, gaya hidup masyarakatnya pun masih "bersahaja".
Tiga belas tahun setelah Unnes (IKIP Semarang) boyongan dari Jalan Kelud ke Sekaran, kawasan itu mulai menggeliat. Kini Sekaran merupakan kawasan yang padat. Diperkirakan populasi mahasiswa mencapai belasan ribu, hampir sama dengan populasi penduduk "pribumi". Kondisi serupa juga terjadi di Tembalang dan Ngaliyan.
Penduduk di kawasan kampus menangguk manfaat ekonomi yang besar. Namun ada juga dampak negatifnya. Sudharto mengungkapkan, sesuai teori lingkungan, semakin besar populasi semakin besar pula eksploitasi terhadap alam.
Ketersediaan air bersih dan masalah tata ruang mulai menimbulkan persoalan. Kalangan mahasiswa Unnes mengaku mulai mengalami kesulitan air bersih. Hal itu dialami penghuni kos di sebagian kampung Sekaran dan Banaran.
Debit air dari sumur atau sendang semakin menyusut. Untungnya ada beberapa warga yang memiliki sumur artesis sehingga masalah kekeringan tidak terlampau mengganggu. Meski demikian mahasiswa berharap pihak kampus melakukan langkah nyata untuk menyediakan sarana air bersih.
"Kami berharap kampus memfasilitasi penyediaan sarana air bersih, misalnya dengan menggandeng PDAM," pinta seorang mahasiswa.
Di Ngaliyan, beberapa perumahan yang dijadikan kos mahasiswa juga mengalami kesulitan air bersih. "Terutama kelurahan Bringin dan perumahan baru yang belum memiliki jaringan PDAM," ungkap seorang mahasiswa.
Di kawasan Tembalang, banyak fasilitas ekonomi seperti warung internet yang tidak menyediakan air bersih di kamar kecilnya. Untungnya kos-kosan mahasiswa masih tersedia cukup air.
Problem lain adalah masa-lah tata ruang. Tingginya harga tanah membuat pemilik lahan seakan tak rela ada sejengkal tanah yang "menganggur". Semua dimanfaatkan untuk mendirikan bangunan. Akibatnya tata ruang kawasan kampus terkesan semerawut.
Lahan Terbuka
Pakar Lingkungan Unnes Drs Kukuh Santoso menyatakan saat ini kualitas lingkungan di Sekaran masih baik. Tetapi ada indikasi terjadi penurunan kualitas. Ia berharap ada perhatian bersama dari semua komponen, yakni pihak kampus, pemerintah kota, dan ma-syarakat untuk menjaga kualitas lingkungan.
"Saat ini kualitas lingkungan masih baik, tetapi lima tahun mendatang, jika tidak ditangani secara serius bisa menjadi masalah besar," ungkapnya khawatir.
Lingkungan di dalam kampus sudah dikelola secara baik. Senat Unnes telah membuat ketetapan untuk mempertahankan lahan terbuka di dalam kampus minimal 40%. Kami juga memiliki hutan kampus, kawasan penghijauan, serta kebun biologi," ujarnya.
Yang menjadi masalah adalah lingkungan di luar kampus. Menurutnya, warga "asli" Sekaran memiliki kearifan dalam menjaga lingkungan. Tercermin dari letak rumah asli milik warga kampung yang agak jauh dari jalan. Serta adanya lahan terbuka dan pepohonan di sekitar rumah. Namun kaum pendatang yang membuka usaha bisnis di Sekaran cenderung mengabaikan kelestarian lingkungan.
Kukuh Santoso menyoroti ulah pengembang yang membangun kompleks perumahan , yang didirikan di lahan kritis. "Para pengembang terkesan arogan, menganggap teknologi bisa mengatasi masalah lingkungan," tudingnya.
Solusi yang ditawarkan oleh Kukuh Santoso adalah pembuatan sumur resapan serta menghindari pavingisasi dan betonisasi. "Selain itu Pemkot juga perlu lebih berhati-hati memberikan IMB," harapnya.
Tren yang cukup positif adalah kecenderungan persebaran hunian mahasiswa yang tidak lagi terpusat di satu titik yakni Sekaran.
Tetapi menyebar ke kawasan yang lebih luas seperti Patemon, Muntal, Ngijo. Ini membuat "beban" yang disangga Sekarang menjadi berkurang.
Pakar lingkungan Sudharto P Hadi menilai kualitas lingkungan di kawasan Tembalang masih baik. Lahan terbuka di kawasan kampus masih ideal, lebih dari 65%. Meski demikian ia menilai, lebih bagus lagi kalau tersedia pasokan air bersih dari PDAM.
Sumber : Suara Merdeka
0 komentar:
Posting Komentar