Rabu, 22 Oktober 2008

Kota Semarang Butuh Peta Peringatan Bencana

Semarang, Kompas - Seringnya bencana longsor yang terjadi di Kota Semarang sebagai efek pembangunan fisik itu mengindikasikan terjadinya pelanggaran prinsip penataan ruang, yaitu mengubah lahan konservasi menjadi lahan terbangun. Untuk mengatasi hal ini, perlu disusun peta peringatan yang dapat memberikan informasi daerah rawan bencana secara akurat.

Pakar perencanaan kota Universitas Diponegoro (Undip), Prof Sugiono Soetomo, menjelaskan, Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang perlu menginventarisasi ulang daerah-daerah rawan bencana dan mengkomparasikannya dengan peta penggunaan lahan yang ada.

Peta hasil komparasi itu akan memberikan informasi daerah-daerah yang perlu selalu diwaspadai, dijaga kelestariannya, dan yang dapat dimanfaatkan. Peta itu juga dapat digunakan sebagai acuan dalam pemberian izin pemanfaatan lahan agar tidak terjadi kerusakan alam yang lebih parah.


"Pertumbuhan kota harus mempunyai batas yang jelas agar tidak berbenturan dengan alam," katanya.

Pendapat serupa juga dikemukakan pakar hidrologi Undip Robert J Kodoatie. Menurut dia, sekitar 40 persen wilayah Kota Semarang memiliki kerentanan tanah yang tinggi. Kondisi itu dapat menciptakan bencana longsor dan banjir setiap musim hujan.

Kodoatie mengatakan, sudah saatnya rencana tata ruang Kota Semarang berorientasi pada daya dukung alamiah dan bukan melulu pada kepentingan ekonomi. "Biaya rehabilitasi lingkungan dan fisik dapat menjadi lebih mahal daripada keuntungan pembangunan yang didapat jika batasan alamiah dilanggar," katanya.

Peta itu harus disusun dalam skala 1:500 sampai 1:1.000 agar dapat dilihat dengan jelas pada tingkat kelurahan. Peta peringatan itu juga harus disosialisasikan secara luas dengan membuka suatu ruang publik yang memungkinkan bagi masyarakat dan pengembang untuk melihat daerah yang diizinkan atau dilarang untuk dimanfaatkan.

Dengan cara itu, masyarakat dapat berlaku sebagai pengawas pemanfaatan lahan di sekitar tempat tinggalnya, sedangkan pengembang dapat merumuskan sendiri lokasi dan jenis aktivitas yang dapat dikembangkan.

Evaluasi rencana tata ruang

Menanggapi seringnya terjadi bencana longsor, Kepala Seksi Pengembangan Kawasan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Semarang M Farkhan mengatakan, ketidaksesuaian antara daya dukung dan peruntukan lahan disebabkan perencanaan kota dilakukan sebelum Pemkot Semarang memiliki data dan peta geologi yang valid.

Hal itu menyebabkan sering terjadinya kekeliruan perizinan, yaitu mengizinkan aktivitas budi daya di kawasan konservasi. Selain itu, pertumbuhan kota yang cepat membutuhkan lahan yang luas sehingga daerah konservasi ikut terjamah.

Dengan ketersediaan peta geologi dan rawan bencana pada tahun 2000, pemkot akan melakukan evaluasi Rencana Detail Tata Ruang Kota Periode 2000-2010. Evaluasi itu untuk mengatur ulang pemanfaatan lahan di daerah yang memiliki kerentanan tanah tinggi.

Selain itu, pemerintah juga akan membatasi pemanfaatan lahan di daerah rawan dengan mekanisme pengendalian izin. Daerah yang memiliki kemiringan 40 derajat atau kerentanan tanah yang tinggi akan dilindungi dan dipertahankan menjadi lahan konservasi.

Sumber : Kompas

0 komentar:

Design by infinityskins.blogspot.com 2007-2008