Rel Ganda dan Kekumuhan
Oleh: Moh Agung Ridlo
Terkait dengan kompleksitas persoalan transportasi darat, ada dua solusi untuk mengurai problem kemacetan di jalan raya akibat ketidakseimbangan antara laju pertumbuhan kendaraan bermotor dan panjang/ lebar jalan. Pertama; pengembangan angkutan massal antarkota dan antarprovinsi. Kedua; pengembangan angkutan massal dalam kota.
Salah satu pengembangan angkutan massal antarkota dan antarprovinsi, bisa dilakukan lewat pembangunan dan pengembangan jaringan kereta api. Program itu bisa dijabarkan dalam pembangunan rel ganda (double track) dan pengembangan kereta api bawah tanah.
Saat ini, Kemenhub dan PT KAI (Persero) sedang menyelesaikan pembangunan rel ganda Jakarta-Surabaya. Jalur itu melintasi kawasan permukiman padat di beberapa kota/ kabupaten di pantura Jateng.
Di Kota Semarang, proyek itu melintasi 26 kelurahan di 8 kecamatan, yakni Kecamatan Tugu, Semarang Barat, Semarang Utara, Gayamsari, Genuk, Semarang Timur, dan Kecamatan Pedurungan. Wilayah kelurahan yang terbanyak dilintasi rel ganda berada di Kecamatan Semarang Tengah, Semarang Utara, dan Semarang Timur.
Permukiman di koridor rel saat ini adalah rumah kumuh sekaligus ilegal. Warga membangun rumah atau tempat usaha di atas lahan milik KAI Daop IV Semarang tanpa dokumen yang sah. Artinya permasalahan utama antara Stasiun Poncol dan Jrakah adalah menyangkut status lahan yang dipakai warga.
Pembangunan rel ganda merupakan kesempatan bagi Pemkot Semarang untuk menertibkan dan menata kawasan di sepanjang rel. Mengingat polanya penertiban bukan pembebasan lahan, seyogianya Pemkot mencarikan solusi terbaik bagi warga agar tidak muncul persoalan sosial yang berkelanjutan.
Pembangunan rel ganda juga bisa menjadi solusi tepat bagi pengurangan kepadatan angkutan orang dan barang. Proyek itu akan mengurangi kemacetan ldan biaya perawatan jalan di pantura Jateng. Diperkirakan pengangkutan banyak beralih lewat kereta, dan berarti ada pengurangan tekanan jalan raya akibat beban truk-truk angkutan barang.
Selain proyek rel ganda, pembangunan jalur kereta api bawah tanah, perlu menjadi pemikiran terkait perencanaan Kota Semarang di masa mendatang. Tentu utopia ini bukan hal yang tidak mungkin dilaksanakan. Karenanya, tidak ada salahnya mengakomodasi rancangan ini dalam rencana tata ruang.
Dalam Kota
Sebagai angkutan massal dalam kota, Pemkot bisa mengembangkan bus city loop (BCL). Moda ini sudah dikembangkan di beberapa kota di Australia, antara lain di Adelaide, Melbourne, dan Sydney, dan pemerintah setempat menyediakan secara gratis untuk melayani warganya.
Bus itu disediakan untuk terus memutari central business district (CBD), sesuai jadwal orang bekerja (pukul 08.00-17.00). Warga beberapa kota di Australia merasa nyaman karena akses menuju dan dari kota makin mudah, terlebih disediakan secara gratis.
Untuk kota Semarang misalnya, moda semacam itu bisa melayani jalan protokol di kawasan segi tiga Pemuda-Gajahmada-Pandanaran. Terlebih kawasan itu merupakan central business district, yang punya fungsi mixed-use atau campuran namun lebih cenderung ke fungsi perdagangan dan jasa.
Pengembangan moda transportasi di kawasan itu bisa menjadikan masyarakat mengurangi penggunaan moda pribadi, beralih menikmati dan memanfaatkan angkutan tersebut. Tentu kebijakan ini perlu dibarengi dengan kebijakan lain seperti area bebas kendaraan bermotor.
Di samping itu, bisa mengembangkan moda transportasi massal kereta listrik alias trem, yang melayani hingga kawasan penyangga (hinterland).
Semua pengembangan transportasi itu pada prinsipnya bertujuan mengurangi angka kemacetan dan kecelakaan, selain berdampak pada penghematan, baik mengenai waktu tempuh maupun pemakaian BBM. Namun Pemkot perlu kembali melakukan pengaturan terkait penyediaan tempat parkir, areal untuk pejalan kaki, street furniture, dan penegakan hukum kelalulintasan.
Sumber: Suara Merdeka
Read more.....
Saat ini, Kemenhub dan PT KAI (Persero) sedang menyelesaikan pembangunan rel ganda Jakarta-Surabaya. Jalur itu melintasi kawasan permukiman padat di beberapa kota/ kabupaten di pantura Jateng.
Di Kota Semarang, proyek itu melintasi 26 kelurahan di 8 kecamatan, yakni Kecamatan Tugu, Semarang Barat, Semarang Utara, Gayamsari, Genuk, Semarang Timur, dan Kecamatan Pedurungan. Wilayah kelurahan yang terbanyak dilintasi rel ganda berada di Kecamatan Semarang Tengah, Semarang Utara, dan Semarang Timur.
Permukiman di koridor rel saat ini adalah rumah kumuh sekaligus ilegal. Warga membangun rumah atau tempat usaha di atas lahan milik KAI Daop IV Semarang tanpa dokumen yang sah. Artinya permasalahan utama antara Stasiun Poncol dan Jrakah adalah menyangkut status lahan yang dipakai warga.
Pembangunan rel ganda merupakan kesempatan bagi Pemkot Semarang untuk menertibkan dan menata kawasan di sepanjang rel. Mengingat polanya penertiban bukan pembebasan lahan, seyogianya Pemkot mencarikan solusi terbaik bagi warga agar tidak muncul persoalan sosial yang berkelanjutan.
Pembangunan rel ganda juga bisa menjadi solusi tepat bagi pengurangan kepadatan angkutan orang dan barang. Proyek itu akan mengurangi kemacetan ldan biaya perawatan jalan di pantura Jateng. Diperkirakan pengangkutan banyak beralih lewat kereta, dan berarti ada pengurangan tekanan jalan raya akibat beban truk-truk angkutan barang.
Selain proyek rel ganda, pembangunan jalur kereta api bawah tanah, perlu menjadi pemikiran terkait perencanaan Kota Semarang di masa mendatang. Tentu utopia ini bukan hal yang tidak mungkin dilaksanakan. Karenanya, tidak ada salahnya mengakomodasi rancangan ini dalam rencana tata ruang.
Dalam Kota
Sebagai angkutan massal dalam kota, Pemkot bisa mengembangkan bus city loop (BCL). Moda ini sudah dikembangkan di beberapa kota di Australia, antara lain di Adelaide, Melbourne, dan Sydney, dan pemerintah setempat menyediakan secara gratis untuk melayani warganya.
Bus itu disediakan untuk terus memutari central business district (CBD), sesuai jadwal orang bekerja (pukul 08.00-17.00). Warga beberapa kota di Australia merasa nyaman karena akses menuju dan dari kota makin mudah, terlebih disediakan secara gratis.
Untuk kota Semarang misalnya, moda semacam itu bisa melayani jalan protokol di kawasan segi tiga Pemuda-Gajahmada-Pandanaran. Terlebih kawasan itu merupakan central business district, yang punya fungsi mixed-use atau campuran namun lebih cenderung ke fungsi perdagangan dan jasa.
Pengembangan moda transportasi di kawasan itu bisa menjadikan masyarakat mengurangi penggunaan moda pribadi, beralih menikmati dan memanfaatkan angkutan tersebut. Tentu kebijakan ini perlu dibarengi dengan kebijakan lain seperti area bebas kendaraan bermotor.
Di samping itu, bisa mengembangkan moda transportasi massal kereta listrik alias trem, yang melayani hingga kawasan penyangga (hinterland).
Semua pengembangan transportasi itu pada prinsipnya bertujuan mengurangi angka kemacetan dan kecelakaan, selain berdampak pada penghematan, baik mengenai waktu tempuh maupun pemakaian BBM. Namun Pemkot perlu kembali melakukan pengaturan terkait penyediaan tempat parkir, areal untuk pejalan kaki, street furniture, dan penegakan hukum kelalulintasan.
Sumber: Suara Merdeka