Kearifan Lokal Menata Solo
KOTA dapat dianalogikan sebuah organisme, yang lahir, tumbuh, dan berkembang, menurun dan kemungkinan mati (Kostof, Spiro. 1991). Walaupun tahap akhir dari peradaban kota belum diketahui secara pasti, gejala menuju arah itu sudah bisa dirasakan.
Kota bisa mengalami kerusakan patologis seperti sakit dan menjadi decay (busuk). Munculnya permukiman kumuh merupakan gambaran terinfeksinya sebagian dari urban fabrics-nya. Di sisi lain pesatnya pertumbuhan urban sprawl di kawasan pinggiran kota dapat dianalogikan sebagai sel-sel yang berkembang pesat tak terkendali, lepas dari kontrol metabolisme tubuh, bak tumor ganas. Untuk menyelamatkannya kadang diperlukan tindakan radikal, meskipun menyakitkan kemungkinan besar menyembuhkan.
Banyak orang beranggapan bahwa pertumbuhan kota adalah sebuah fenomena universal dan kasat mata. Namun sejatinya fenomena itu dibentuk oleh banyak faktor yang berbeda di tiap negara; bahkan kombinasi variabel di satu kotapun banyak yang tidak sama, hampir mustahil digeneralisasikan. Contohnya, meskipun kota-kota di Asia secara visual mirip, karakter awal pertumbuhannya sangat berbeda. Kota-kota di Asia Selatan (seperti India) dibangun untuk kepentingan administrasi pemerintahan atau sebagai kota pelabuhan, sedangkan kota-kota di Asia Tenggara dikembangkan sebagai kota perdagangan dan pusat kotanya terdiri atas pasar dan kawasan perdagangan.
Bentuk fisik kotanya merupakan campuran model spesifik kota koloni. Pada era kolonial, tata guna tanah didominasi oeh kawasan campuran, meskipun terlihat adanya perbedaan mencolok antara sektor kota yang dihuni oleh etnis Barat dan pribumi. Pusat kotanya mirip kawasan pusat perdagangan di kota model Barat, namun kawasannya terbagi oleh etnis pedagang China, India, dan Eropa.
Kawasan pinggiran merupakan lokasi permukiman kumuh, bercampur dengan industri dan kegiatan pertanian. Secara visual perbedaan antara kawasan perdesaan dan perkotaan terasa kabur.
Karena kota adalah sebuah organisme yang khas sehingga penyembuhan berbagai macam penyakit kota tidak bisa ditulis dalam satu resep untuk diimplementasikan secara umum. Diagnosis penyakit kota seharusnya bertolak dari dalam tubuh kota itu sendiri, tidak menggunakan model ideal cities versi Barat yang dalam khasanah ilmu perancangan kota jumlahnya sangat banyak dan beragam.
Penataan Kota Solo
Cara tepat untuk mendiagnosis penyakit yang mengganggu pertumbuhan sebuah kota haruslah diawali dengan mengenali secara historis fenomena sosial di dalam kota itu, melupakan definisi-definisi yang berlaku umum, dan mulai dengan perspektif untuk menghargai kearifan lokal, dengan lebih menonjolkan keanekaragaman kota yang memang melekat dan menjadi ciri jati dirinya.
Cara pandang ini amat dibutuhkan bila berbicara tentang fenomena perkotaan di negara berkembang.
Pengamatan sementara terhadap fenomena keberhasilan Surakarta dalam menata dan membangun kotanya, sedikit banyak dilakukan dengan berbasis semangat kearifan lokal. Pemecahan persoalan kota dengan pendekatan budaya sering dilakukan oleh Wali Kota Jokowi. Pemindahan PKL diawali dengan kirab budaya. Acara ritual berupa selamatan dilakukan sebagai rangkaian awal dalam merelokasi perumahan penduduk di bantaran sungai.
Berbagai acara budaya lain yang berciri indigenious juga dipakai sebagai sarana dalam upaya untuk melakukan berbagai bentuk penertiban kehidupan kota, adalah contoh contoh pemanfaatkan kearifan lokal yang dilakukan secara tepat dan terukur. Gejolak dan perlawanan dapat dihindari karena tujuan penataan dan pembenahan kota berhasil ditransformasikan dalam bentuk upaya bersama untuk membangun local value yang akan mengerucut menjadi kebutuhan warga untuk mengartikulasikannya.
Nilai-nilai lokal yang terbangun bukan hanya dipahami oleh penguasa kota melainkan sudah menjadi milik semua warga kota tersebut. Kota berkembang karena kekuatan dan keunikan warganya, tidak semata-mata dari gagasan ideal perencananya yang kadang sarat dengan kepentingan tertentu. Pembangunan dan penataan kota akan berhasil jika nilai-nilai lokal sudah menjadi kebutuhan semua warga kota itu.
Sumber: Suara Merdeka